Arka makin melebarkan pupil mata, napasnya yang lambat laun makin tersengal seolah semakin mengacaukan pikirannya.
Melemparkan bagian belakang tubuhnya begitu keras, tanpa peduli rasa nyeri yang tertinggal saat berbenturan dengan sisi pembatas.
Jangkunnya naik turun, pasokan saliva seakan terlalu menumpuk di mulutnya. Keramik dari bahan batu alam yang mengelilingi ruangan, seolah tak membawa sedikit pun pengaruh untuk sekujurnya yang makin terbakar.
Sial! Bukan menjadi bagian dari rencana. Namun Brian yang tau-tau datang dan membawa persembahan yang begitu mahal sesuai seleranya, Arka bisa apa selain menerima dengan lapang dada? Potret Nino yang lagi-lagi tanpa atasan dengan lekuk atletisnya yang begitu jelas. Sangat menggoda.
Lagi pula niat hati hanya ingin membuka gambar yang di kirimkan Brian, sedikit mengagumi dan tersenyum girang. Bukannya malah mencari tempat privasi dan berfantasi macam-macam!