Chereads / ATMA-TRUTH OF SOUL / Chapter 34 - Energi Kehidupan

Chapter 34 - Energi Kehidupan

Dini : Alasan

*slash…*

"Eh…?"

Aku terkejut melihat kepala jarga melayang di udara dan jatuh tepat di bawah kakiku. Riko menebas kepala jarga dengan begitu mudah saat ia dalam jangkauan wisnu. Namun anehnya wisnu tidak merespon atau terkejut sama sekali ketika jarga mati. Riko Asmunara adalah seorang ahli pedang yang bakatnya diakui oleh jenderal aldiano. Ia juga wakil ketua yang dipilih oleh wisnu karena ia juga memiliki bakat dalam memimpin.

"Kekeke…. Ketua… 3 orang paling merepotkan sudah tidak ada… sekarang bagaimana…?"

"Tentu saja sisanya juga harus dihabisi… mereka antek pemerintah juga…"

"Kekeke…. Benar… "

Aku benar-benar bingung melihat tingkah ketua dan wakil ketua pasukan lipan yang sudah dipercaya oleh jenderal aldiano. Mereka bahkan terlihat santai setelah membunuh salah satu anggota pasukannya.

"Kenapa ketua dan wakil ketua membunuh jarga…!?"

"Diam… kalian hanya anjing militer… kalian berbeda dengan kami…"

Riko mengacungkan pistolnya ke arah Fian Yuningrat, fian sangat marah karena ia adalah teman baik jarga.

"Ketua sisa 6 orang… bagaimana…?"

"Sudah jelas bukan kita habisi semua…"

"Tapi menurut perhitunganku… kekuatan kita berdua seimbang dengan mereka… jika mereka berenam bekerja sama…"

"Kalau begitu tinggal kurangi jumlahnya secepat mungkin…"

Wisnu pun mengeluarkan senjata electromagnetic untuk mengendalikan berbagai senjata yang ia miliki.

"SEMUANYA BERPENCAR….!!"

Aku terpaksa mengambil alih komando karena kedua pemimpin kami ternyata penghianat. Seluruh anggota yang tersisa langsung menyembunyikan hawa keberadaannya saat berpencar. Wisnu terlihat sangat kecewa dan kesal ketika melihat respon anggota pasukan lipan.

"Cih… si jalang itu benar-benar penghalang yang merepotkan… padahal kemampuannya hanya di atas rata-rata... "

"Aku juga salah memperhitungkan kalau anggota paling senior kita berani bertindak… padahal ia tahu perbedaan kekuatannya…"

Riko juga terkejut ketika melihat aku berani mengambil keputusan dengan cepat disaat genting. Aku memang tidak terlalu berbakat dalam kepemimpinan, tapi aku cukup yakin dengan kemampuan beladiri yang aku miliki.

"Kesempatan kita untuk menang sangat kecil… aku adalah yang paling senior di antara kalian semua… jadi aku tahu sehebat apa kemampuan wisnu dan riko… kalau kalian ingin selamat ikuti komandoku untuk bekerja sama menghabisi mereka berdua…!"

Meski dalam keadaan gemetar aku mencoba memberi semangat pada anggota pasukan lipan yang tersisa. Rasa takut, gugup, dan kecewa telah bercampur aduk di dalam hatiku ketika harus melawan dua orang yang aku akui kekuatannya.

"Aku benci mengatakan ini tapi… dini memang benar… aku sendirian tidak bisa mengalahkan mereka berdua hanya dengan modal kekuatan…"

"Bagi menjadi dua tim… 3 orang melawan riko dan 3 lagi melawan wisnu…"

"Baik…"

Tanpa mengatur lebih lanjut siapa saja yang melawan wisnu dan riko, 6 orang yang tersisa langsung membentuk tim. Aku dan fian menjadi pemimpin dari 2 orang lainnya untuk mengimbangi kemampuan lawan. Pertama aku melempar bola ledakan tenaga nuklir untuk memisahkan wisnu dan riko.

"Ini...! bom nuklir versi kecil..."

*click… BOOM…*

Riko dan wisnu menghindar ke arah yang berlawanan akibat bola bom nuklir yang aku lempar ke arah mereka. Radius ledakan nuklir versi kecil adalah 200 meter dan sangat mematikan bagi manusia. Hasilnya cukup memuaskan serta sangat membantu karena sekarang wisnu dan riko terpisah cukup jauh.

'Cih jadi si anak emas ini memiliki senjata rahasia seperti ini…'

Bom nuklir versi kecil tidak bisa dimiliki oleh sembarang orang, bahkan seorang pasukan elit pun belum tentu memilikinya. Tapi aku mendapatkan akses untuk mendapatkan 1 buah bom nuklir versi kecil dari jenderal aldiano.

"Jadi si jalang ini berhasil memisahkanku dengan ketua ya… aku terlalu meremehkannya…"

Jelas rencanaku membuat riko dan wisnu kesal, sebab aku mematahkan rencana mereka untuk mengurangi jumlah kami dengan cepat. Fian bersama dua anggota pasukan lipan lainnya riza dan rena sudah siap bertarung melawan riko.

"Hahaha…. Jadi aku tidak kebagian melawan si jalan yang sok senior itu…"

"Kau tidak perlu mencari dini… kemampuannya terlalu tinggi untuk menjadi lawanmu… lagi pula aku bersama riza dan rena sudah cukup untuk membunuhmu…"

"Kekeke… tapi aku rasa ini jadi menyenangkan… sebab aku akan memastikan riza dan rena menjadi mainanku setelah aku membunuhmu… fian…"

Fian langsung memasang siaga penuh dengan dua pistol silver yang dapat melubangi dua pohon besar dalam sekali tembak. Sementara riza dan rena juga sudah mengeluarkan senapan energi mereka.

"2 senjata api otomatis dan 2 senjata energi otomatis… kau tidak akan memiliki kesempatan untuk menang hanya dengan pedang dan pistol saja…"

"Kekeke… sepertinya kau meremehkanku…"

*bang… bang…*

Saat riko menembakan pistolnya fian dengan cepat ikut menembak, hasilnya peluru dari pistol riko hancur. Lalu peluru fian yang telah menghancurkan peluru lawan berhasil menggores pipi riko. Setelah itu riza dan rena mulai bergerak mengepung riko sambil membidik, mereka menembakan peluru energi tanpa keraguan.

"Cih…"

Riko merasa kesal ketika ia terpaksa menghindari beberapa peluru energi yang mengincar titik vitalnya.

*bang… tang…*

Riko terus menghindari peluru energi sambil menangkis peluru fian dengan pedangnya. Berkali-kali serangan dilancarkan, namun tidak ada satupun yang berhasil mengenai riko.

"Woaaahh… ini membuatku mengantuk… aku kira kalian lebih hebat… ternyata mengenaiku saja kalian tidak tidak bisa…"

*bushh…*

"...!"

"Jangan sombong dulu…"

Riko terkejut ketika melihat fian muncul di dekatnya sambil mengacungkan pistol dari arah bawah. Dua tembakan yang mengarah ke kepala dan dada riko pun ditembakkan, hal itu membuat riko terpaksa melompat ke belakang.

"Hah…!? "

Ia melihat riza dan rena menggunakan mode pedang energi sehingga senapan mereka menjadi senjata jarak dekat.

"Matilah pengkhianat…!!"

Riko hanya tersenyum ketika melihat mereka begitu bersemangat untuk menyerang.

*swing…*

Ayunan pedang energi menimbulkan cahaya merah muda ketika berhasil mengenai tubuh riko. Fian tersenyum puas karena rencananya menjebak riko di udara sukses besar.

'Mati kau…'

Setidaknya itulah yang terakhir aku lihat dari kamera pengintai kecil pada telinga fian. Aku sendiri bersama galuh dan erno sedang mati-matian menghindari tembakan brutal dari wisnu.wisnu menggunakan 7 senjata berat secara bersamaan dan menghancurkan seluruh area yang menghalangi pandangannya.

"Dini, ini jauh lebih merepotkan dari yang aku bayangkan…"

"Aku juga tidak mengira dia memiliki 2 gatling gun dan 4 senjata berat lainnya… dia sendiri harusnya sudah bisa mengalahkan sebuah tank atau robot penjaga... Untuk sekarang kita tidak perlu buru-buru mendekatinya…"

"Siap…!"

*bdam… buar… bang bang…*

Suara kegaduhan di hutan perbatasan terus menggema akibat tembakan liar dari wisnu yang menghancurkan segalanya. Beberapa pohon besar tumbang akibat tembakan liar tersebut, aku bersama 2 rekanku terus menjaga jarak.

"Kemana semangat kalian yang katanya ingin membunuhku…!? Erno, galuh dan dini…! Kalian bertiga adalah petarung jarak dekat yang sangat kuat… tapi serangan jarak jauh kalian hanya sekelas prajurit biasa…"

Perkataan wisnu benar-benar berhasil membuatku berpikir keras untuk mengalahkannya. Memang benar kalau pertarungan jarak dekat akan menguntungkan kami, namun aku salah memperkirakan kekuatan wisnu.

"Dini… biarkan aku dan erno mengalihkan serangannya… kau satu-satunya yang bisa memberikan serangan mematikan pada bajingan ini…"

"Sepertinya memang tidak ada pilihan lain ya… jangan salahkan aku kalau kalian mati setelah melakukannya…"

"Hehehe… toh kalau kalah pun kita tetap akan mati…"

"Sepertinya aku harus menjawab kepercayaan kalian kepadaku dengan segenap jiwa…"

[Teknik Tenaga Dalam] [Ajian Kekebalan]

Jenderal aldiano berkali-kali berpesan untuk menggunakan [Ajian Kekebalan] hanya untuk keadaan sangat darurat. Sebab efek samping setelah penggunaannya sangat berat untuk tubuh manusia biasa. Saat erno dan galuh maju menerjang wisnu tanpa keraguan sedikitpun meski tubuh mereka terkena peluru tajam.

*creak…*

Dahan pohon besar yang menjadi tempatku berpijak mulai retak akibat tenaga dalam yang keluar dari tubuhku secara berlebihan.

"30 detik… lebih dari itu… tubuhku akan lumpuh permanen… haaaaa….!"

*bush buar…*

Gelombang angin yang muncul akibat hentakan kakiku membuat dahan pohon besar hancur.

"Jadi begitu ya… jangan pikir rencanamu dapat berjalan mulus…"

Wisnu berhasil menyadari rencanaku untuk memberikan serangan penghabisan dan ia mengeluarkan senapan anti materialnya.

*bang…*

Peluru tajam yang sangat kuat dari senjata anti material yang ia gunakan mengenai kepalaku. Namun peluru tersebut hancur dan terpental tanpa dapat menembus kulit keningku.

"Ba… bagaimana…!?"

"Ini adalah senjata rahasia yang aku siapkan… matilah…!"

Pukulanku menghancurkan senapan anti material yang wisnu kendalikan hingga menjadi pecahan kecil.

[Pukulan Penghancur Bumi]

*creack…*

Wisnu masih sempat melindungi titik vitalnya dengan menggunakan lengan, namun pukulanku dengan mudah menghancurkan kedua lengannya. Lalu kekuatan pukulan yang berkurang setengah berhasil membuat wisnu terpental dan mematahkan sebuah pohon raksasa.

"Uhuk… si-sial…"

"Haaaa… haaaa… berhasil ya... tapi kalian sepertinya sekarat akibat rencana ini..."

"Iya begitulah… tubuhku banyak berlubang…"

"Aku juga... "

"Hahahaha…."

*slash…*

Saat sedang tertawa bersama karena berhasil melumpuhkan wisnu, tiba-tiba sebuah serangan pedang melesat ke arah leher kami. Hanya aku yang berhasil menghindari tebasan pedang tersebut.

"Heee… aku hanya bisa menggoresmu ya…?"

"Riko…!? Bagaimana dengan fian…!?"

"Maksudmu ini…?"

*bugh…*

Riko melempar kepala fian ke arahku, aku tidak percaya fian bisa kalah dan kepalanya terpenggal.

"Oi sialan… kau lama sekali… aku jadi harus kehilangan kedua lenganku…"

"Maaf… habis aku harus melampiaskan nafsuku dulu kepada dua gadis malang yang melawanku…"

"Oh jadi sebelum kau membunuh mereka… kau menikmati tubuhnya dulu…?"

"Benar… 100 buat ketua… lalu target berikutnya adalah dia…"

*wush…*

Aku dan riko sama-sama bergerak untuk mengakhiri pertarungan secepat mungkin. Riko mengarahkan pedangnya untuk memotong tanganku, kecepatannya berhasil menyamaiku.

*tang…*

Namun sayangnya aku masih menggunakan [Ajian Kekebalan] sisa waktunya 10 detik. Saat aku ingin memanfaatkan celah untuk menyerang tiba-tiba sebuah tendangan mengenai tubuhku. Aku tidak menyangka wisnu masih ikut campur dalam pertarungan, padahal kedua tangannya sudah hancur. .

*denyut…*

"Eh…? Tulangku patah…?"

"Terkejut hah…? Tadi itu bukan tendangan biasa...aku menggunakan energi elektromagnetik untuk mengacaukan aliran tenaga dalam pada tubuhmu…."

Mulutku mulai mengeluarkan darah, aku tidak menyangka teknik [Ajian Kekebalan] bisa dipatahkan.

"Kau sekarang hanya punya waktu beberapa jam sebelum tulangmu mulai menginfeksi organ dalam tubuhmu…"

"Ketua kau hebat… sekarang aku jadi bisa menikmati tubuhnya tanpa takut lagi…"

Riko sudah mulai membuka celananya dan menunjukkan benda menjijikan yang ada di selangkangannya.

"Kau akan segera merasakan apa yang dirasakan riza dan rena...hehehe... "

*slurp…*

Riko menarik wajahku dan menjilati pipiku, aku sudah tidak bisa melawan sama sekali dan hanya bisa menutup mataku.

"Bisakah kalian jauhkan tangan kotor kalian dari anak angkatku…?"

"Huh…!? Mustahil…!! Bagaimana kau bisa ada disini…!?"

Riko terkejut melihat kedatangan seseorang di balik bayangan pepohonan yang terasa familiar untukku. Riko yang panik langsung melepaskan tubuhku dan berniat untuk kabur. Namun aku meremas tangan kanannya dengan sisa tenaga yang aku miliki.

"Arrrrghhhh… jalang…!!!"

*tendang… *

Setelah mendapat tendangan di wajahku, pandanganku pun menjadi gelap. Entah kenapa aku merasa semua kenangan ini terasa begitu nyata. Aku seperti benar-benar merasakan nostalgia kenangan masa laluku yang pahit. Harusnya sekarang aku sudah mati akibat monster dimensi yang menyerang kediaman tuan muda.

"Bangun kadet… bukankah kau memiliki tugas yang belum kau selesaikan…?"

Aku melihat sosok jenderal aldiano di dalam kegelapan yang menyelimuti penglihatanku.

"Jenderal aldiano… aku sudah gagal… aku mungkin sudah mati sekarang... "

"Kalau kau ku berikan kesempatan kedua… apa kau akan menerimanya…?"

"Kesempatan kedua…? Apa aku layak mendapatkannya…?"

"Kau masih harus menghabisi dua orang keparat pengkhianat itu kan…? Kau juga masih harus menjaga putraku… "

"Benar… mereka tidak bisa dimaafkan… tuan muda pasti sedih sekarang..."

"Kembalilah dini… terimalah cahaya kehidupan ini…"

"Jenderal aldiano…"

Aku merasakan kehangatan dari cahaya yang diberikan oleh jenderal aldiano, mungkinkah ini yang disebut energi kehidupan. Cahaya yang aku pegang semakin terang dan mulai menyilaukan mataku.

bersambung….