Ketika malam seorang wanita paruh baya tetap memutar tasbihnya dan tetap duduk di atas sajadahnya. Menahan rasa sesak di dada karena keadaan putri tercinta yang tengah berbaring tanpa kesadaran.
Dalam waktu hampir satu hari putrinya tidak juga membuka matanya. Wanita itu menyeka tubuh putrinya yang mulai kusam.
"Umi akan pergi, bersama keluarga besar. Pergi ke Ka'bah Baitullah. Harapan di sana, semoga ibadah keluarga kita diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Mendoakanmu agar tidak tersesat dalam cinta. Adiba, putri Umi ... Ridwan pasti tidak pernah menginginkan jika kamu begini Nak ... Pasti di sana dia akan sedih dengan keadaanmu. Buka matamu sayang, rasakan cinta di hatimu dan positiflah dalam bercinta, perasaan cinta hanyalah titipan dari Allah subhanahu wa ta'ala. Keponakanmu si Raffi juga selalu mendoakanmu. Yang membujuk kedua orang tuanya untuk segera berdoa dan memohon kepada Allah agar kamu, segera membuka matamu. Hik hik hik est ... heh ... sayang ... maafkan Umi dan Abi yang memutuskan untuk menikahkanmu secara siri dengan Akmal. Cara kami menjagamu memang seperti itu. Hanya Akmal yang bisa kami percaya, nanti juga adiknya akan selalu bersamamu. Adiba ... mencintai boleh, Karena cinta adalah kenikmatan dariNya. Tapi jangan melebihi cinta itu, tetap utamakan cinta kepada Ilahi Robbi. Est ...."
Wanita itu terus membisikan syahadat di telinga putrinya. Membelai lembut kepala putrinya dan kalimah tauhid terus terucap dari bibirnya.
*****
Sinar mentari pagi menyongsong, menerobos dari tirai menyinari wajah gadis cantik itu, yang tengah tenggelam dalam kesedihannya.
Seorang lelaki berpakaian taqwa dengan memakai sarung hijau tua Tengah berdiri di samping putrinya. Melihat bulir bening melintas dari kelopak mata putrinya. Bergetar hati seorang abi, yang melihat keadaan putrinya begitu tragis.
Mata putrinya terus terpejam namun air mata terus berlinang menetes membasahi kulit wajahnya. Wanita paruh baya sudah biasa melihat keadaan putrinya dia selalu menghapus air asin itu dari wajah Adiba.
"Masya Allah cinta seperti apa yang diderita putriku ini. Semoga bukan sesuatu hal yang menyesatkan hatinya. Semoga Allah selalu memberikan cintaNya. Semoga Allah selalu memberi Rahmat untuknya." Suara Abi terpecah, kemudian membeisikkan, "Bismillahirrohmanirrohim." di telinga Adiba. Airmata tulus dari seorang Abi menetes di wajahnya.
"Umi sangat ingat, semua tentang Ridwan. Umi juga mencintainya sebagai anak. Apakah kau bisa mendengar Umi. Umi ada di sini akan menceritakan tentang pertama kali Ridwan datang ke rumah pada bulan Robi'ul awal tanggal 11 hari rabu. Dia berani datang menemui Abi dengan sopan, tuturnya lembut penuh pesona dia meminta mu. Adiba Umi memintamu untuk bangun. Jangan menyiksa dirimu seperti ini. Allah paling tidak suka jika ada seorang hamba yang menyiksa dirinya sendiri."
Belaian tangan yang mulai keriput itu terus memberi kehangatan kepada gadis merana yang terpejam. Duduk di samping putrinya, lalu mencium punggung tangan Adiba.
"Umi merasakan kegalauan mu kegundahan mu kekacauan mu. Umi merasakan belenggunya kesedihanmu juga. Mari berbagi bersama Umi, jangan pendam sendiri Adiba. Jika kamu pendam sendiri kamu akan terus seperti ini. Heh ... ya Allah ... Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah. Astagfirullah ... Ini semua sudah takdir Allah. Sama manusia dan juga hamba-Nya harus menerima dengan ikhlas lapang dada."
Sebisa mungkin wanita yang melahirkan Adiba menguatkan batinnya sendiri.
"Ya Allah ... jika melihat keadaan putri kita yang seperti ini. Rasanya aku sangat menyesal, pernah tidak merestui hubungan mereka walaupun aku sendiri sudah tahu kalau Ridwan adalah pemuda yang sholeh."
Pria itu menutup wajahnya, menurunkan mata yang berkaca-kaca. "Abi jangan bersedih karena masalah yang sudah terjadi ini. Kita harus benar-benar La Tahzan Innallaha ma'ana. Walau Umi sendiri sulit untuk menahan air mata agar tidak menetes. Yang dilakukan itu sudah sempurna agar menahan hasrat jahatnya. Sebagai seorang ayah memang harus melindungi putrinya agar tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas. Mari jangan menyalahkan diri sendiri, kita doakan agar putri kita agar segera bangun."
"Sebagai seorang istri, Umi selalu bisa menenangkan Abi. Allah Subhanahu Wa Ta'ala sudah mengirimkan penentram jiwa bagi Abi. Sekarang abi merasakan apa yang dirasakan Adiba, Umi ... Abi pasti akan berlarut dalam kesedihan jika Umi meninggalkan Abi. Allah selalu mengampuni kita, Aamiin. Abi juga yakin calon menantu kita sudah bahagia di sana. Dia laki-laki sholeh yang mencintai Adiba karena Allah."
"Umi ... Abi ... istirahatlah," titah Fahim.
"Bagaimana Umi bisa tidur fahim, rasanya saat memejamkan mata hati ini terus memikirkan adikmu. Kecemasan kegelisahan selalu datang. Ya Allah ... Astagfirullah ... Ingin tidak mengeluh, tapi Umi hanya wanita biasa yang tetap mengeluh. Coba lihat adikmu. Dalam pejaman matanya dia tidak tenang, katanya terus berlinang tidak hentinya. Semoga Allah menguatkan iman Islamnya. Ajak istrimu pulang dan anak pulang. Kalian juga harus mengemas barang, agar besok saat pergi haji, tidak ada yang tertinggal lagi. Tidur yang cukup, makan yang cukup, datang kemari bawa makanan yang sudah Umi siapkan di frezer. Itu adalah makanan kesukaan Adiba yang akan Umi bawakan saat dia hendak pergi ke rumah mertuanya. Ya Allah ... manusia hanya bisa berencana. Semua kehendak berada di tanganMu. Aku kira saat aku ibadah haji anakku akan bersama suaminya. Heh ... dia terkapar di sini."
"Umi ... Umi juga tidak boleh berlarut seperti itu. Umi harus lebih kuat. Kita akan berdoa sama-sama. Allah akan mengabulkan doa kita semua. Di sana nanti kita akan bertawasul. Dosa kita terlalu banyak, maka dari itu dianjurkan untuk bertawasul. Bertawasul lewat perantara Kekasih Allah. Insya Allah doa kita akan segera dikabulkan. Terkadang karena kesalahan. Doa kita yang seharusnya sampai kepada Allah. Jatuh karena kesalahan kita sendiri. Kita yang sering mengeluh, suka ghibah. Berbuat kasar kepada orang sekitar. Nabi Muhammad sudah memberi contoh, memberi tata cara agar doa kita cepat terkabul. Dengan bersabar, tawakal, ikhtiar dan bersedekah serta tidak mengoreksi kesalahan orang lain. Umi juga harus jaga kesehatan. Allah tidak suka jika seorang hambanya menyiksa diri sendiri. Umi sudah pasti menegur itu kepada Adiba. Jadi Umi harus makan tepat waktu."
"Putramu benar Umi, jadi mari kita salat lalu makan. Kita juga harus sehat," ajak sang suami. Wanita itu setuju. Fahim mendekat kepada adiknya.
"Hadirkan asma Allah, agar cinta kamu tetap kepada Allah. Adiba ... siksa api neraka lebih dari rasamu saat ini. Mas harap kamu tetap menghidupkan hatimu walau keadaanmu seperti ini." Fahim terus memandang adiknya.
"Wajahmu keriput dan kering. Maafkan Mas yang tidak memahami cinta sucimu. Sebentar lagi Akmal datang. Laki-laki yang selalu ada disaat kamu sedih, tapi kamu selalu mengabaikannya. Dia akan menjadi doktermu bahkan suamimu. Adiba ... walau dia akan menikahi gadis lain. Namun Mas berharap perasaan kalian akan tumbuh
Bersambung.