Chereads / Cinta Kamu, Titik. / Chapter 14 - Adiba Cinta Pertamanya Akmal.

Chapter 14 - Adiba Cinta Pertamanya Akmal.

Raga yang tidak sadarkan diri dibawa ke dalam rumah. Di mana rumah itu adalah, tempat ia terlahir ke dunia dan tumbuh di tempat itu. Kini dia datang dengan kegelapan. Dengan raut wajah dari keluarga yang sama sekali tidak bahagia.

*****

Semua keluarga akan meninggalkannya karena ibadah kepada sang Ilahi. Sebelum keluarganya pergi. Laki-laki yang kini akan merawatnya mengucapkan ikrar suci.

Pernikahan rahasia terjadi, ketika seorang Abi menggenggam erat tangan Akmal. Pernikahan itu hanya dihadiri oleh keluarga Adiba. Pamannya Akmal dan Sabrina adik Akmal. Dengan sangat lantang pria itu mengucapkan ikrar suci.

"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bi mahrin madzkur hallan."

"Sah?"

"Sah ...."

"Baarakallahu laka wa baarakaa alaika wa jamaa bainakumaa fii khoir." Doa dipanjatkan Abi Adiba.

Artinya: mudah-mudahan Allah memberkahimu, baik dalam suka maupun duka dan selalu mengumpulkan kamu berdua pada kebaikan.

Akmal bangun mengusap kepala Adiba. Yang kini sudah menjadi istrinya. Akmal ucapkan doa, "Allahumma baarikli fi ahli wa baarik li-ahli fiyya warzuqhum minni warzuqniy minhum."

Yang artinya: Ya Allah ya Tuhan, berkahilah aku dalam permasalahan keluargaku. Berkahilah keluargaku dalam permasalahanku, berilah keluargaku (istri dan keturunan) rezeki dariku, dan berilah aku rezeki dari mereka. Doa ini merupakan hadis riwayat At-Thabrani.

Sambil lalu melanjutkan doa, "

"Allahumma inni as-aluka khairaha wa khaira maa jabaltaha alaihi, wa audzubika min syarriha wa syarri maa jabaltaha alaihi." Yang artinya: "Ya Allah, aku memohon dari-Mu kebaikan istriku dan kebaikan dari tabiat yang Kau simpankan pada dirinya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan istriku, dan keburukan dari tabiat yang Kau simpankan pada dirinya."

Tatapan Akmal sangat dalam. 'Kamu harus cepat membuka mata Adiba. Banyak orang terkasih berada di sampingmu. Kamu masih bisa mendapatkan cinta yang lain. Ridwan adalah pemuda yang sangat baik, cinta nya pun kepadamu sangat abadi. Namun, lihatlah cinta dari keluargamu. Semoga Allah segera membuka matamu,' batin Akmal.

*****

Bis sudah tiba untuk menjemput keberangkatan mereka, dan akan mengantar ke bandara dan keluarga pun bersiap. Akmal dan Sabrina mengantar sampai ke halaman.

"Titip apa Nak?" tanya Umi.

"Titip salam kepada Nabi Muhammad, saat Umi berada di makam beliau, semoga saya dan Mas Akmal bisa segera ke sana. Aamiin," ujar Sabrina dengan suara terpecah.

"Aamiin. Masya Allah ... pasti sayang. Kami berangkat ya. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Mehanan tangis haru bahagia, mereka berangkat dengan melepas pelukan. Bis melaju dan keluarga Adiba melambaikan tangan. Akmal dan Sabrina membalas lambaian tangan mereka sambil tersenyum.

"Aku sama sekali tidak percaya jika Mbak Adiba bisa sampai seperti ini."

"Semua rencana Allah." Akmal menyentuh bahu adiknya.

"Apakah Mas masih menyimpan rasa?" Pertanyaan Sabrina membuat Akmal tertawa. Lalu menjitak kepala Sabrina.

"Ada-ada saja kamu ini. Mas hanya berniat membantu. Dan juga meredam syahwat Mas, saat merawat Adiba," jawab Akmal.

"Mana bisa cinta sekian lama, bahkan cinta pertama mudah terkubur begitu saja, ceh ... aku jangan lihatin perasaan itu akan mudah tumbuh." Sabrina berkata dengan sangat ringan. Akmal hanya menggelengkan kepala lalu masuk ke dalam rumah dan memasang CCTV.

Pria itu termenung ketika melihat suasana luar rumah. Matanya tertuju di satu titik rumah tua yang ada penghuninya.

Flashback off.

Lima belas tahun yang lalu, terlihat dua anak perempuan dan satu remaja laki-laki sedang bermain. Gadis berhijab ungu selalu menghindari anak remaja laki-laki itu.

Padahal anak remaja laki-laki itu selalu melindunginya. Selalu menjaganya dari kecelakaan, maupun dari musibah. Suatu ketika, kedua orang tua dari remaja laki-laki itu meninggal. Hanya tinggal dia dan adik perempuanya.

Seorang laki-laki bernama Rahmat yaitu tetangganya membesarkan keduanya. Dialah abi dari gadis yang selalu mengabaikan perhatian Akmal. Abi Adiba membiayai sekolah Akmal dan Sabrina.

Remaja itu kian tumbuh, dan selalu memandangi Adiba. Waktu terus bersama hingga lima tahun berlalu. Semakin tumbuh lah rasa sayang kepada Adiba. Adiba selalu tidak nyaman dan merasa tidak senang jika Akmal menatapnya.

****

Berada di satu sekolahan bersama gadis yang dicintainya. Membuat Akmal memperhatikan Adiba secara diam-diam. Namun, Akmal paham jika gadis yang dikaguminya itu menganggumi temannya. Yaitu, Ridwan.

"Mal titip salam ya," ujar Ridwan malu-malu.

"Untuk Adiba?" tanya Akmal dengan suara berat.

"Tentu," jawab Ridwan mantab padahal itu sangat melukai hati Akmal.

Akmal mengubur perasaannya kepada Adiba. Dan ikut merasa senang karena Ridwan adalah pemuda yang baik. Akmal menyibukkan diri dengan bekerja paruh waktu untuk menambah biaya sekolah Sabrina. Dia sama sekali tidak ingin membebani Rahmat.

Setiap hari rasa sedih datang saat sekolah. Melihat Adiba dari kejauhan dan senyum Adiba. Akmal merasa senang.

'Kamu adalah bidadari yang hanya bisa ku pandang dan takkan ku genggam. Kecantikanmu takkan sirna dari dalam hatiku. Apalah dayaku yang hanya bisa memandang. Aku tau ... terpesona olehmu adalah maksiat. Ketidaksukaanmu kepadaku juga terlihat. Aku memang tidak pantas. Perasaan remas menikam hatiku. Betapa setiap waktu aku ingin bersamamu, untuk mengobati rasa rinduku yang terhalang karenamu sendiri. Aku tak kunjung pintar, aku kembali berdarah dan terluka menerima penolakan mu tidak pernah menyambutku. Musim terus berganti, daun-daun berguguran. Kemana hujan yang kurindu. Kemana pula pelangi yang kutunggu. Tidak terlihat karena kamu tidak pernah menyapa aku. Ini yang datang hanyalah belenggu kehampaan. Karena cintaku yang tidak tersampaikan. Dengan lapang dada aku melepasmu. Membebaskanku dari perasaanku sayang sepihak. Terbanglah sepuasmu Adiba. Tetaplah di samping orang yang kamu cintai dan yang bisa membuat kamu bahagia,' kata Akmal dalam hati saat memandang Adiba dengan lekat.

Walaupun saat itu masih SMA. Ridwan sudah berani serius dan datang ke rumah Adiba. Ridwan menemui Abi Adiba. Dan mengutarakan perasaannya. Namun, prinsip Abi Adiba saat itu.

"Kalian masih mempunyai banyak waktu. Sekarang ini aku tidak merestui. Jika kamu benar memiliki perasaan kepada putri saya Adiba. Buktikan dengan waktu yang panjang. Aku akan melihat kamu tepat atau tidak menjadi imam dari anakku. Jika kamu benar mencintai Adiba. Pergilah ke pesantren, tuntutlah ilmu di sana. Dan datanglah jika kamu sudah pantas menjadi imam putriku. Namun jika kamu keberatan. Silahkan saja kamu mencintai gadis lain."

Akmal yang mendengar itu ikut tercengang saat perasaan sahabatnya di tolak. Oleh seseorang yang dianggapnya Abi.

Dari situlah Ridwan bertekad untuk mencari ilmu di pondok pesantren dan sama sekali tidak menghubungi Adiba. Adiba bisa menerima kenyataan walau dia harus menyembunyikan kesedihan dengan tawanya.

Akmal merasa sedih melihat Adiba yang pura-pura tersenyum.

[Sebuah cinta akan tiba pada waktu yang tepat. Dia akan kembali dengan menunjukkan cintanya kepadamu. Dengan waktu, dia tengah berjuang dan berperang atas rindu yang membaranya.]

Akmal mengirim tulisannya dengan kertas yang dilipat berbentuk burung.

Bersambung.