Di ketinggian tiga ribu kaki di atas permukaan laut lepas Teluk Thailand, di atas helicopter dengan kesiagaan penuh.
"Kalian semua mengerti bahasa yang aku gunakan?" tanya Rose pada anggota terpilih Kakak angkatnya tersebut.
"Faham, Bos!" dengan serempak, keempat lelaki tegap di sekelilingnya itu menjawab.
"Okey, dengarkan intruksiku. Tapi sebelumnya aku ingin bertanya, apa Lion tidak akan marah kalau helicopter ini meledak?" Pertanyaan Rose membuat semuanya bingung. Bagaimana bisa mereka memberi jawaban atas property milik Bos mereka?
"Kalian bingung? Baiklah, aku anggap ini bukan hal penting, kalau nanti heli ini meledak biarkan saja. Sekarang dengarkan aku!" ucap Rose yang dengan berat hati diterima anak buah Lion tentang merelakan heli mereka untuk kemungkinan terburuk.
Rose mengintruksikan dua orang di hadapannya turun terlebih dahulu ke kapal pengangkut secara diam-diam saat heli terbang rendah, dan dengan cepat menurunkan dua anak buah tadi.
Dan sudah pasti helicopter mereka akan jelas terlihat. Tapi, sebelum musuh mengetahui kalau heli telah menurunkan dua penumpang, heli akan cepat naik ke atas menghindari serangan dari bawah.
Seorang lagi bertugas membantu Rose menembak musuh yang ada di kapal pengangkut untuk membantu dua anak buah yang sudah turun tadi. Dan seorang lagi sebagai pilot heli itu sendiri.
Sedangkan Rose sendiri akan menembaki puluhan bandit yang terlihat menghajar anak buahnya. Mata Rose memerah saat terlihat dua anak buah Mark tergeletak mengenaskan dan Mark sendiri terlihat terseok karena cedera di kakinya. Itu semua ia lihat saat heli terbang rendah tadi.
"Nikmati nafas terakhirmu Alfred! Karena aku akan membuat udara begitu mahal untuk kau hirup!" ucap Rose geram dan dipenuhi dengan amarah.
"Kau bisa menembak dengan jarak dua ribu kaki?" tanya Rose pada lelaki di sampingnya, yang ia tahu kalau lelaki di sebelahnya adalah seorang penembak jitu seperti dirinya.
"I can, Boss!" jawabnya lantang.
"Bagus, mari kita selesaikan dengan cepat! Dan kita harus bersiap untuk kemungkinan terburuk, saat ada tembakan dari bawah dan meledakkan heli ini. Kalian faham?" ucap Rose yang membuat mereka sedikit kaget. Namun setelahnya mereka menjawab dengan sigap dan cepat.
"Now!" intruksi Rose terdengar.
***
Pekikan kesakitan yang bergantian diterima Mark, Ben, dan Rick terdengar bagai lelucon bagi Alfred. Walaupun Rose tidak terkena jebakannya, setidaknya kaki tangannya ada untuk ia siksa, agar Rose semakin ingin mendatanginya.
Alfred yang memang merupakan incaran nomor satu setiap pembunuh bayaran di Asia merupakan penjahat yang hilai. Selain kelicikannya dalam menipu setiap transaksi perdagangan gelap, dirinya juga momok terbesar bagi setiap negara dengan perdagangan manusia yang tidak mengingat usia. Dari yang bayi sampai yang tua sekalipun tidak luput dari kejahatannya.
Selain itu, Alfred juga pemuja kecantikan dan kemahiran Rose sebagai wanita yang memimpin kelompok mafia yang terbilang selalu bagus pencapaiannya.
Karena ia tahu, dirinya sedang menjadi incaran Rose kali ini, maka Alfred memikirkan satu hal yang dapat menguntungkannya berkali lipat. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Selagi ia merompak hasil bumi di lautan, sekalian saja menjebak Rose pujaannya. Siapa yang tahu, ikan kecil berupa kaki tangan Rose sendirilah yang datang terjaring.
"Siksa sesuka kalian tapi jangan sampai mereka mati. Mereka akan jadi umpan untuk Rose menyerahkan dirinya padaku!" ucapnya dengan senyum lebar yang licik.
Suara baling-baling helicopter yang terbang rendah membuat angin malam di lautan lepas saat itu terasa lebih kencang meniup setiap orang yang ada di atas kapal. Entah apa maksudnya, heli tersebut kembali terbang tinggi tanpa melakukan apapun.
Tapi tidak ada satu orangpun yang menyangka kalau dua penumpang telah menyusup cepat ke kapal pengangkut di sebelah.
Cesspp cesspp cesspp
Satu persatu anak buah Alfred tumbang menggelepar dengan cucuran darah dari kepala bersamaan dengan suara peluru dari senapan peredam yang menembus tubuh mereka.
"Boss!" ucap Ben, Rick, dan Mark yang sudah babak belur tidak berdaya. Luka tembak di setiap satu kaki mereka menyebabkan mereka lemah, belum lagi tulang mereka yang dipatahkan sana-sini dengan hantaman anak buah Alfred, membuat mereka pasrah karena tidak lagi berdaya melawan puluhan orang bertubuh kekar mengelilingi mereka. Hanya kedatangan bos merekalah sumber harapan hidup mereka saat ini.
Satu persatu musuh jatuh dan langsung mati saat Rose membidik mereka tepat di kepala. Alfred panik karena di depan matanya sendiri setiap anak buahnya tumbang terkena serangan yang bahkan dirinya belum melihat dengan jelas siapa penyerangnya.
"Brengsek! Siapa di sana?!" teriak Alfred dari atas kapal, Rose mengukir senyum simpul menangapi kekacauan Alfred.
Beeb!
"Bos, kami telah selesai di kapal pengangkut ini. Hanya ada beberapa orang saja di sini, dan sepertinya hanya untuk menjaga gadis-gadis di bawah umur yang mereka sekap di dalam," lapor salah seorang anak buah yang menyelinap di kapal pengangkut tadi.
"Habiskan semua manusia biadab bersenjata di sana. Ambil alih kemudi kapal dan satu dari kalian naik ke kapal tangki diam-diam. Aku sudah mengurangi cukup banyak di atas kapal tangki. Dan sisa nya hanya beberapa orang saja. Masuk ke dalam kapal dan lihat ada orang yang bersembunyi atau tidak di sana! Aku tidak akan mengampuni manusia busuk seperti mereka!" perintah Rose yang panjang lebar.
Amarahnya semakin terpicu ketika mendengarkan laporan tentang penyekapan gadis di bawah umur oleh Alfred di kapal tersebut.
Rose kembali berkonsentrasi menembaki sisa manusia bersenjata api yang terdeteksi di kacamata infrared miliknya, yang dapat melihat benda logam dari jauh. Jadi ia tahu siapa saja yang memegang senjata walau dari kejauhan dan bahkan di malam hari.
Hingga Rose cukup terkejut saat kacamatanya melihat seorang dengan senjata logam cukup besar mengarahkan bidikan ke arah mereka tepatnya ke arah helicopter mereka.
Senjata semi otomatis Barret M82A1 ini didesain oleh Ronnie Barret pada tahun 1980an. Senjata ini dapat digunakan dengan jarak lebih dari 2 ribu meter dari target. Dan dengan harga yang fantastis.
"Terbang rendah di atas kapal sekarang! Kalian bersiap melompat!" teriak Rose pada dua bawahannya. Saat telah yakin memperhitungkan jarak, Rose kembali memberi aba-aba, "Jump, now!" serunya kuat sambil melompatkan tubuhnya ke arah kapal pengangkut di sana.
Boom! Ledakan besar terjadi di atas langit bak kembang api yang meletus bila dipandang dari kejauhan. Semua orang yang ada di atas kapal menunduk menghindar dari serpihan helicopter yang meledak.
"Hahahaha! Matilah kau Rose. Kau tidak bisa membunuhku, hahaha!" kembali suara Alfred menggema setelah melihat helicopter yang diduga berisi Rose telah meledak. Tanpa dia tahu, dengan cepat Rose telah melompat ke laut dekat kapal pengangkut yang telah diambil alih anggotanya.
"Boss?!" teriak Rick yang tidak menyangka, Rose akan mati seperti itu. Tangisan ketiga lelaki lemah itu terdengar pilu dengan terus memanggil Bos mereka.
"Diaaam! Tangisan bodoh kalian tidak akan membangunkannya dari kematian!" bentak Alfred sambil menjambak rambut Rick yang tidak mengerti sama sekali apa yang diucapkan lelaki busuk di depannya.
"Tapi aku sedikit kecewa karena tidak bisa menikmati tubuhnya, cih, sial!" umpat Alfred karena kesal dan Ricklah yang jadi pelampiasannya. Namun, Rick tidak tahu apa yang diumpatkan Alfred padanya. Ia hanya tahu, Alfred memaki dan menghina mereka serta Bos mereka.
"Cuih! Shut up you bastard! Shut up your dirty mouth now!"
(Diam kau bajingan! Tutup mulut kotormu, sekarang!) ucap Rick sambil meludahi wajah Alfred dengan kemarahaan.
"Brengsek! Berikan aku pistol! Akan kupecahkan kerongkongan anak ini, cepat!" bentak Alfred pada anak buahnya agar memberinya senjata untuk membunuh Rick.
"Hahaha, matilah kau anak keparat!" ucapnya sambil tertawa setelah menerima pistol di tangannya. Langsung saja moncong pistol tersebut ia masukkan ke lubung mulut Rick yang sudah tidak berdaya.
"I'm sorry, I can't protect the Boss right now. I'll come with the Boss. Even if I die, I want to always be your subordinate, Boss,"
(Maafkan aku, aku tidak bisa melindungi Bos sekarang. Aku akan ikut dengan Bos. Bahkan jika aku mati, aku ingin selalu menjadi bawahanmu, Bos.) ucapnya lirih dalam hati. Ia sudah pasrah jika saat itu nyawanya akan melayang.
Air mata mengalir dari sudut-sudut mata Rick. Suara dua sahabatnya terdengar sayu dan lemah karena memang mereka juga tidak berdaya untuk menyelamatkan dirinya.
Door! Suara tembakan terdengar memekakkan telinga.