Hanya beberapa senti saja jarak mata mereka saling memandang. Dengan seksama memperhatikan bayangan masing-masing di bola mata keduanya.
"Mata ini, adalah mata yang sama dengan wanita yang memberikan tatapan padaku saat di restoran waktu itu," ucap Bian dengan serius.
Mayang terdetak dalam hatinya, "Tamat sudah!"
Melihat perubahan ekspresi Mayang yang dapat dilihatnya dengan jelas dengan jarak sedekat itu membuat Bian tersenyum.
"Jangan kaget begitu, aku belum selesai bicara," ucap Bian sambil tersenyum, "kamu bingung kenapa aku bisa tahu?" tanyanya lagi.
"Tidak, siapa yang bingung. Aku mana tahu berapa banyak wanita yang kau perhatikan matanya seperti sekarang," ucap Mayang sembarangan untuk menghindari asumsi Bian.
"Kamu mau mengelak lagi? Bahkan kita sudah sedekat ini?" tanya Bian sedikit geram mendengarkan jawaban Mayang.
"Aku tidak mengelak dari apapun. Kau saja yang berpikir berlebihan, Tuan! Lagipula kapan aku pergi ke restoran dan bertemu denganmu? Jadi tolong, karena yang Tuan lihat adalah mata wanita lain, jadi jangan samakan mata wanita lain dengan mataku, aku bisa saja tersinggung! Dan asal Tuan Bian tahu, trik seperti ini sudah ketinggalan zaman untuk merayu seorang gadis! Jadi, lebih kreatiflah sedikit," jawab Mayang dengan entengnya.
"Aku tidak sedang bercanda, mengakulah sebelum aku menyibak penyamaranmu lebih banyak lagi," ucap Bian yang tidak terpancing sedikitpun dengan sangkalan Mayang, senyumnya tetap merekah walau hatinya geram karena Mayang tidak juga mengakuinya. Wajahnya beralih ke samping dan mendaratkan hidungnya di ceruk leher Mayang yang sedari tadi menggodanya.
"Kau tahu, aroma tubuhmu ini yang membuatku begitu tergoda. Sampai kapanpun, aroma inilah yang akan menjadi favoritku selamanya. Dan kamu tidak bisa menyangkal lagi, karena parfum pada wanita misterius itu sama seperti aroma nikmat ini. Dan sampai kapanpun, kamu tidak akan kulepaskan, ingat itu!" sambung Bian yang telah jatuh terlena dengan aroma tubuh Mayang.
Sedangkan Mayang juga terhanyut dan memejamkan mata, menikmati sensasi menggelitik dari sentuhan bibir dan hembusan nafas Bian yang tersengal di lehernya. Namun, ia dapat dengan cepat kembali sadar dari lamunan nikmat yang ditimbulkan Bian tersebut.
"Bisa kumohon lepaskan aku? Aku rasa tindakanmu sudah terlalu jauh!" ucap Mayang yang menjauhkan tubuhnya setelah dekapan Bian terasa longgar dan lengah.
"Status dan kedudukan anda tidak sebanding dengan kekonyolan yang anda rasakan padaku saat ini. Semua yang anda kira karena anda mengenal banyak tentang saya, itu salah! Tidak ada yang mengenal diriku kecuali diriku sendiri. Aku sudah pernah bilang, aku bukan wanita yang pantas menerima cinta dari siapapun, kumohon Tuan mengerti! Aku juga minta, ini pertemuan kita yang terakhir, jangan mencoba mencariku lagi, aku pergi!" ucap Mayang tegas sambil berjalan mendekati motornya dan memakai helm di kepalanya.
Menghidupkan mesin motor dan menggeber knalpotnya dengan kuat sebelum melajukan motornya dengan kecepatan tinggi meninggalkan Bian yang terpaku di sana.
"Maaf, aku tidak bisa menerima perhatian dan cintamu. Aku wanita yang hidupnya kacau. Hanya ada darah dan balas dendam di jalan hidupku. Dan kamu layak mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dariku," ucapnya dalam hati, tanpa menoleh sedikitpun ke Bian yang ditinggalkannya.
"Mayang, kenapa kamu tidak mau memberiku kesempatan? Serumit apa hidupmu sampai kamu menghindariku? Sekalipun kamu wanita dengan kehidupan yang gelap, aku akan mengangkatmu dari kegelapan itu. Biarkan aku menjadi bagian dari hidupmu, karena aku tahu kamu juga mencintaiku," ucap Bian pelan, melihat Mayang yang melaju dengan kencang dengan motor sport miliknya hingga tak lagi terlihat di matanya.
Bian mencintai Mayang sekalipun tidak mengetahui hidup Mayang yang kelam dan berdarah. Sedangkan, Mayang bukan tidak ada rasa. Ia hanya tidak ingin jatuh cinta dan menjerumuskan orang yang dicintainya ke dalam jurang hidupnya yang gelap. Sekalipun jantungnya terus berdebar, darahnya berdesir, dan pikirannya melayang serta terbuai saat berada di dekat Bian.
Berakhir seperti inikah kisah mereka? Tentu tidak…
***
Pelabuhan Khlong Toei, adalah pelabuhan internasional di Sungai Chao Phraya di Distrik Khlong Toei di ibu kota Thailand, Bangkok. Dan di tempat inilah investigasi aparat kepolisian setempat masih melakukan olah TKP.
Trian yang sudah tiba di sana dengan didampingi oleh para direksi kantor cabang perusahan Heldana yang ada di kota itu.
Bukan main, suasana di pelabuhan tersebut begitu kacau dan mencekam. Banyak jenazah manusia yang belum juga selesai dibersihkan dari atas kapal, belum lagi orang-orang yang datang untuk melihat secara langsung kejadian tersebut.
Aroma amis darah yang menyengat kemana-mana, membuat Trian terus saja ingin muntah. Pantas saja Kakaknya yang mengutusnya untuk pergi ke sini, karena dia sudah memperkirakan situasinya akan seperti ini.
"Pantas saja dia tidak mau ke sini. Memakai alasan anak emas untuk menghindari tanggung jawabnya. Cih, dasar perjaka tua! Kenapa dia terlahir cerdik dan aku yang selalu jadi korban tipuannya? Kalau tahu akan begini lebih baik aku tidak pulang sekalian tadi pagi, dasar bodoh kau, Trian!" umpatnya sendiri ketika menyadari dirinya yang sering sekali tertipu oleh kakaknya.
Dan saat Trian dengan perut mualnya menyaksikan olah Tempat Kejadian Perkara, seorang pria berseragam kepolisian mendatangi Trian.
"Sorry, Sir! Unauthorized persons are prohibited from entering this area! Please come out!"
(Maaf, Pak! Orang yang tidak berwenang dilarang memasuki area ini! Tolong keluar!) ucap pria berseragam tersebut pada Trian.
"Kau kira aku senang ada di sini, hah?" jawab Trian mengumpat di depan pria berseragam tersebut, karena yakin kalau pria tersebut tidak akan mengerti maksud perkataan Trian.
"Aku mengerti apa yang kamu katakan barusan, Bung!" lelaki berseragam dengan name tag Darren Cornelius membalas cibiran Trian dengan bahasa yang sama.
"Mati aku! Dia orang Indonesia juga, tamat riwayatku hari ini!" umpat Trian dalam hatinya.
"Ehem, maaf Pak, saya tidak sengaja mengumpat. Saya juga tidak tahu Bapak akan mengerti apa yang saya ucapkan," dengan segan Trian meminta maaf pada Darren dengan salah tingkah, "Saya Trian Heldana, utusan Heldana Corporation. Dalam kasus ini, kapal itu membawa minyak mentah pesanan kami untuk anak perusahaan kami yang baru di Bangkok ini," Trian memperkenalkan dirinya.
"Sekalipun Tuan menganggap orang dari negara lain tidak mengerti bahasa yang Tuan bicarakan, jangan budi dayakan mengumpat, itu tidak baik," jawab Darren menasihati Trian, "kenalkan nama saya Darren, saya berasal dari Indonesia dan ditugaskan ke sini sebagai perwakilan Indonesia karena kasus ini melibatkan kapal beserta awaknya berasal dari negara kita," Darren menambahkan.
Perkenalan keduanya terjadi. Tanpa disangka hubungan baru ini akan bersambung di kehidupan Mayang dan membuka identitas barunya.
***
"Aku pulang," ucap Mayang lemas saat memasuki pintu kamar apartemennya. Dan matanya langsung melebar saat melihat sosok yang tidak dipercayanya ada di sana.
Sementara Ben dan Mark terduduk kaku di depan orang itu. Entah sejak kapan dan apa yang diperbuat oleh orang ini pada anak buahnya, yang Mayang tahu pasti kedatangan orang ini pastinya akan merepotkan, tapi bagi Ben dan Mark adalah undangan ke neraka.
"My Lovely Rose, kau sudah pulang?"