"Apa kau tidak dengar tadi, Kak. Perang antar mafia! Dan aku rasa itu hanya kebetulan saja kita bertemu dengan mafia lagi. Apa kau ingat kapal di sebelahnya? Mengangkut puluhan gadis di bawah umur. Seharusnya mereka membawa batu bara sesuai pembelian kita, bukan? Jadi menurutku, kita hanya sedang sial karena harus disangkut-pautkan dalam masalah antar mafia itu. Dan aku sakit kepala setiap kali berurusan dengan polisi, hadeh!" Trian berspekulasi dengan serius, lalu mendengus setelahnya, "kau atau aku yang berangkat? Kalau Daddy tahu, pasti dia khawatir!" lanjut Trian bertanya.
"Kau saja, aku akan mengantarmu ke pelabuhan siang ini! Aku harus menjaga Ziel, aku tidak ingin kejadian fatal karena ulahmu sebelumnya terjadi lagi. Karena aku tahu, masalah ini tidak akan selesai dalam waktu singkat, dan Ziel berbahaya bila denganmu!" ucap Bian yang merujuk pada insiden Bar malam itu.
"Ya sudah kalau kau pikiranmu seperti itu. Lagipula, lebih mudah berurusan dengan polisi dari pada Ziel. Aku juga tidak tahu sifat siapa yang diikutinya, dan yang jelas sifatku tidak seperti itu," ucap sebal Trian pada sang kakak tentang keponakannya itu.
Di pemakaman…
"Maaf, karena tidak bisa menjagamu dengan baik sesuai janjiku dulu. Memberikan kehidupan yang lebih baik. Memberikan keluarga yang bisa menyayangi seperti impianmu,"
"Terima kasih, Rick. Karena dengan setianya menemaniku, menyayangiku dengan keceriaanmu. Kamu bukan orang lain, kamu sahabat, dan keluargaku,"
"Walau hidup yang kita lalui tidak lebih baik, tapi setidaknya kita lalui bersama-sama dengan bahagia dengan senyum dan tawa. Aku, Mark, dan Ben, tidak akan meninggalkanmu sendiri. Kamu akan selalu bersama kami karena kita keluarga,"
"Selamat jalan, Rick. Tidurlah dengan tenang. Kami menyayangimu."
Ucapan Rose saat memakamkan jenazah Rick, setelah sebelumnya juga memakamkan Red dan Steve. Dibantu empat orang anak buah Lion sebelum mereka kembali ke tempat mereka.
Perasaan Rose begitu hancur dan terpukul. Dia kehilangan Rick, pemuda ceria yang menjadi pencair suasana saat dirinya sedang marah ataupun kesal. Karena dengan sedikit kekonyolan Rick, Rose sudah berhasil tersenyum.
Dan sekarang, dirinya telah ditinggalkan Rick selamanya. Hatinya memendam kemarahan tapi entah untuk siapa kemaran itu ia tujukan.
Mungkin tepatnya, Rose menyesal karena Rick sampai mengorbankan hidupnya sendiri untuk menyelamatkan dirinya. Dan yang membuatnya lebih hancur, seharusnya kematian Rick tidak terjadi kalau ia langsung membunuh Alfred tanpa membiarkannya bernafas lebih lama lagi hanya untuk menyakiti orang-orang kesayangannya.
Mayang kecewa pada dirinya sendiri, karena gagal menjadi seorang pemimpin untuk para anggotanya. Dirinya terlalu gegabah untuk meringkus Alfred hanya dengan formasi kecil. Dan hanya membawa Mark, Rick, dan Ben bersamanya. Sedangkan ratusan anak buahnya ia tinggalkan di California untuk menjaga sang ayah angkat yang lebih membutuhkan pasukan di masa tuanya ini.
Kegagalan dan penyesalan datang secara bersamaan. Meruntuhkan kesombongannya pada dunia, bahwa ia sanggup menghadapi hidup kerasnya dengan pemikiran dan kepercayaan dirinya sendiri. Hingga akhirnya Rick dan bahkan dua orang anak buah Mark menjadi korban.
Dengan berat Rose pergi meninggalkan pemakaman yang tenang nan sunyi tersebut. Menghidupkan mesin motornya dan pergi ke manapun hatinya menuntun.
Dan tujuannya berakhir di pelabuhan tempatnya menugaskan anak buahnya berperang di laut kemarin. Memandang jauh pada garis yang menjadi batas langit dan lautan.
'Beeb beeb'
"Ya," jawab Rose singkat pada jam komunikasi di tangannya.
"Bos, pulanglah. Bos harus istirahat," suara Mark terdengar jelas di telinga Rose.
"Aku baik-baik saja. Kalian istirahat saja, jangan pikirkan aku. Aku ingin sendiri, Mark!" jawab Rose lemah.
"Bos, Rick bilang pada kami, kalau dia mengirim pesan suara untuk Bos kemarin. Dengarkanlah, Bos. Mungkin itu akan membuat Bos lebih tenang. Aku tutup, Bos!" ucap Mark lagi sebelum mengakhiri panggilannya.
"Aku akan memeriksanya!" jawab Rose singkat.
Mark dan Ben tahu, kalau saat ini yang lebih kehilangan Rick adalah Bos mereka sendiri. Karena Rick adalah anak buah pertama yang diangkat Rose setelah menyelamatkan Rick dari perang saudara antara para tetua keluarganya yang melibatkan campur tangan mafia di dalamnya.
Rick pemuda ceria yang sama sekali tidak memiliki kemampuan dasar bertarung, sama seperti Mayang sebelum menjadi Rose. Melihat Rick yang lemah, Rose teringat dirinya yang rapuh dan tidak berdaya dahulu. Jadi ia bertekat membuat Rick kuat dan mampu menemaninya untuk menjalani hidup sebatang kara di dunia keras dan kejam ini.
***
Boss, excuse my stupidity. Somehow, I really wanna talk to the Boss. But I know, the Boss is shooting and very busy.
I just want to say, that I love the Boss, because the Boss loves me and cares for me.
I realize I've been bothering you all this time, but I'm going to keep trying to be better day by day.
That's it, Boss. Thank you. I like the Boss!
(Bos, maafkan kebodohanku. Entah mengapa, aku benar-benar ingin berbicara dengan Bos. Tapi aku tahu, Bos sedang syuting dan sangat sibuk. Aku hanya ingin mengatakan, bahwa aku menyayangi Bos, karena Bos menyayangiku dan peduli padaku. Aku sadar, selama ini aku hanya menyusahkan kalian, tapi aku akan tetap berusaha menjadi lebih baik dari hari ke hari. Hanya itu, Bos. Terima kasih. Aku menyayangi Bos.)
Air mata Rose menetes setelah mendengarkan sampai akhir pesan suara terakhir Rick untuknya.
"Dasar Rick, bodoh! Kenapa kau membuatku menangis, hah?" umpat Rose pada Rick sambil menangis sesenggukan, "hei, bodoh! Aku sangat menyayangimu. Tidurlah dengan tenang, Rick!" sambungnya lagi masih dengan linangan air mata dan tatapan jauh memandang ke lautan.
***
"Kak, aku berangkat! Setelah sampai ke sana aku akan memberi laporan langsung padamu!" ucap Trian sambil berpamitan pergi menaiki kapal pribadi milik keluarganya.
Bian berdiri di pinggiran laut pelabuhan. Menikmati pemandangan ombak yang berkejar-kejaran dan kemudian menabrak dinding pembatas pemisah laut dan daratan. Merasakan angin laut yang berhembus dengan kencangnya.
Sorot matanya mengedar ke arah lain saat matanya tidak lagi melihat kapal yang dinaiki adiknya di kejauhan. Dan apa yang ia temukan di sana?
Dari kejauhan, matanya menangkap sosok wanita berpakaian serba hitam dengan rambut terurai yang berserakan karena hembusan angin. Berdiri tegak menatap laut di samping motornya.
Bian berjalan setengah berlari menuju ke tempat wanita serba hitam tersebut berdiri. Dan saat dirinya telah berjarak beberapa meter saja, dia melambatkan langkah demi langkahnya.
"Bukankah sudah kubilang jangan mencariku? Aku ingin sendiri! Kalau kalian ingin kembali, kembalilah. Aku akan menghubungi Lion setelah ini, jadi pergilah!" ucap Rose pada seseorang di belakangnya, yang dia kira adalah salah satu anggota Lion yang ingin memberi laporan.
Rose salah, orang yang ada di belakangnya bukanlah salah satu anak buah Lion, melainkan Bian.
Sementara Bian yang berada di belakangnya, tersenyum setelah sedikit terkejut saat mendengar suara wanita misterius itu sama dengan suara wanita pujaannya. Bian terus saja melangkah mendekatinya. Namun, Rose sendiri semakin jengkel saat menyadari orang di belakangnya malah semakin mendekat setelah diusir.
Dengan mendengus setelah Rose mengusap air mata di wajah cantiknya, dan menutupi mata dengan kaca mata hitamnya, ia berbalik badan untuk memarahi orang di belakangnya tersebut.
"Apa kau mau mati dengan tidak men-" ucapan Rose terhenti saat melihat orang yang ada di belakangnya, "Bb-Bian? Tt-tuan Bian?" tanya Rose terbata karena kaget.
"Mayang? Aku sudah mengira wanita yang kulihat itu kamu. Aku benar, wanita berpakaian serba hitam dan misterius itu kamu," Bian langsung mengutarakan yang selama ini terus ia pikirkan.
"Wanita apa yang Tuan maksud?" tanya Rose yang telah menjadi tenang dan lembut layaknya Mayang. Namun di balik itu semua, ia khawatir identitasnya terbongkar.
"Jangan menyangkalnya Mayang, aku bisa memastikannya sendiri kalau kamu mau aku membuktikannya padamu," ucap Bian yang semakin mendekat dan memajukan wajahnya tepat beberapa senti di depan wajah Mayang.
Mayang yang canggung menjulurkan tangannya untuk mendorong Bian agar sedikit menjauh darinya. Kedekatan itu membuat Mayang tidak nyaman dan bingung. Apa lagi setelah kecurigaan Bian akan dirinya yang telah terungkap.
"Apa maksud Tuan? Aku sama sekali tidak mengerti apa yang Tuan bicarakan. Dan pembuktian? Pembuktian tentang apa?" Mayang kembali menyangkal dan terus berusaha mendorong dada Bian yang semakin mendekatkan dirinya.
Bian memegang erat pergelangan tangan Mayang dan menarik tubuhnya hingga kini Bian berhasil merengkuh pinggang Mayang yang sedari tadi mendorongnya. Menatap Mayang dengan lekat hingga Mayang terpaku dengan sorot mata tajam lelaki tampan tersebut.