๐ ๐ ๐
Jakarta
Seorang gadis baru saja keluar dari mobil dan menginjakkan kakinya di Ibukota setelah 2 tahun meninggalkannya, gadis itu menghirup udara sambil merentangkan kedua tangannya.
Gadis itu menatap bangun berlantai dua di depannya ini dengan senyum terus merekah di bibirnya, akhirnya selama 2 tahun dia bisa juga kembali.
"Ayo!" ucap Papanya, gadis itu bersama keluarganya melangkah mendekati pintu utama rumah ini.
Tok tok tok
Pintu utama terbuka lebar menampakkan 3 orang di dalamnya yang sudah sedari tadi menunggu kedatangan mereka.
"Selamat datang!" Pekik seorang cowok seumuran dengan gadis itu, keluarga yang bersama gadis itu tersenyum kecil.
"Ayo silahkan masuk!" ucap wanita paruh baya yang sudah berumur itu.
Gadis beserta keluarganya melangkah memasuki rumah besar itu, mereka berjalan menuju ruang keluarga.
Mereka meletakkan kopernya dan bercipika-cipiki melepas rindu.
"Ziva ada kabar?" Tanya Aruna, si wanita paruh baya.
"Alhamdulillah baik Oma," ucap Gadis itu, Zivana.
"Ayo silahkan duduk!" Mereka duduk bersama di ruang keluarga.
"Mau dibikinkan minum?" Tanya Adrian Atmaja, Oma dari Zivana.
"Boleh, El haus." ucap Eleana, kakak Zivana.
"Baiklah, bi Tuti!" Panggil Aruna kepada pembantunya, tak lama kemudian datanglah seorang wanita menuju ke arah mereka.
"Iya nyonya?"
"Buatkan minum untuk mereka!"
"Baiklah nyonya," bi Tuti pergi kembali ke dapur.
"Key apa kabar?" Tanya Aruna kepada gadis kecil berusia 8 tahun, Keyla.
"Baik Oma," balas gadis kecil itu.
"Seneng gak ketemu Oma?"
"Seneng banget!"
"Kalo gitu, sini peluk!" Keyla berlari kecil ke pelukan Aruna.
"Bagaimana kabar Evan dan Zenatta menantu?" Tanya Adrian.
"Alhamdulillah baik Pa," ucap Elina, Mama dari Ziva.
"Alif, bagaimana pekerjaanmu?"
"Baik juga Pa," ucap Alif Atmaja, Papa dari Ziva. Adrian mengangguk dan tak lama kemudian datanglah Bu Tuti dengan membawa nampan berisi minuman dan beberapa cemilan.
"Silahkan nyonya, tuan!" ucap bi Tuti meletakkan minuman dan cemilan itu di atas meja.
"Terimakasih bi," ucap cowok itu.
"Sama-sama," bi Tuti berlalu kembali ke dapur melanjutkan pekerjaannya yang lain.
"Ayo diminum!" Eleana mengangguk dan mengambil segelas jus lalu meminumnya begitupun dengan Ziva.
"Bagaimana kabar kamu Zayan?" Tanya Elina kepada cowok itu.
"Baik Ma," ucap cowok itu, Zayan.
"Bagaimana dengan sekolahmu?" Tanya Alif.
"Baik juga Pa," ucap Zayan.
"Pa!"
"Iya?"
"Boleh Zaa bawa Zii ke belakang?"
"Kenapa harus meminta izin dia adikmu,"
"Hehe," Zayan menyengir membuat Alif terkekeh geli.
"Zii ayo!" ucap Zayan kepada Zivana, kedua remaja itu berlalu meninggalkan keluarganya.
"Kalian akan menetap di sini?" Tanya Aruna.
"Tentu saja Oma," ucap Eleana membuat Aruna tersenyum.
Sementara di taman, kedua remaja itu sedang berada di tepi kolam dengan kaki di celupkan ke dalam air.
"Hah rindunya," ucap Ziva menghirup udara segar, sedangkan Zayan hanya terkekeh kecil.
"Bagaimana menurut mu Jakarta setelah 2 tahun meninggalkannya?" Tanya Zayan menolehkan kepalanya ke samping menatap adik kembarnya itu.
"Bagaimana bisa aku menilainya, sementara hanya jalanan saja yang ku lihat." ucap Ziva memutar bola matanya malas, sementara Zayan meringis mendengar ucapan adiknya itu.
"Baiklah baiklah, kapan-kapan aku akan mengajakmu jalan-jalan." ucap Zayan mengelus sayang rambut panjang Ziva.
"Hmmm," gumam Ziva, setelah itu hening seketika sebelum Zayan membuka suaranya.
"Aku sangat merindukanmu," ucap Zayan masih menatap Ziva, gadis itu menoleh menatap Zayan.
"Entah mengapa beberapa hari sebelum kau datang perasaanku tidak enak, aku khawatir ada sesuatu yang terjadi padamu." Ucap Zayan menyingkirkan sehelai rambut yang menutupi mata Ziva.
Oh ayolah, sekuat itukah ikatan batin saudara kembar? Yang di rasakan Zayan itu memang benar, beberapa hari sebelum ke Jakarta Ziva mengalami kecelakaan dan untungnya tidak ada luka serius di tubuhnya hanya ada sedikit goresan di lengannya karena terseret aspal.
Ziva tersenyum dan mengambil tangan Zayan lalu menggenggamnya.
"Aku gak papa kok," ucap Ziva, Zayan tersenyum dan membawa tubuh Ziva kedalam pelukannya, sesekali mencium pucuk kepalanya.
"Kok jadi mewek sih," ucap Ziva melemas pelukannya dan menghapus setetes air mata di sudut matanya.
"Kamu yang nangis kok, aku mah enggak." ucap Zayan terkekeh.
"Ayo! Aku mau lihat kamarku," ucap Ziva.
"Ayo ayo!" Ziva berdiri dan membantu Zayan untuk berdiri.
Kedua remaja itu melangkah masuk ke dalam rumah, saat sampai di ruang keluarga hanya ada Eleana yang sedang bergelut dengan laptopnya.
Ziva dan Zayan menghampiri Eleana yang entah apa yang sedang ia kerjakan.
"Kakak ngapain?" Tanya Zayan, Eleana mendongakkan kepalanya.
"Eh ini ada kerjaan sedikit," ucap Eleana.
"Bukannya kakak cuti ya?" Tanya Ziva, Eleana tersenyum.
"Walaupun libur tapi kerjaan tetap jalan dek," ucap Eleana kembali fokus pada layar laptopnya, kedua remaja itu manggut-manggut.
"Yang lain kemana?" Tanya Ziva.
"Lagi keluar," ucap Eleana tanpa menatap Ziva.
"Ya udah kita keatas dulu," ucap Zayan.
"Hmmm," Ziva dan Zayan menaiki tangga menuju ke lantai dua rumah ini.
Ziva memasuki kamarnya diikuti Zayan di belakangnya, Ziva mengedarkan pandangannya menatap setiap sudut ruangannya.
Ziva tersenyum, tak ada yang berubah semuanya masih sama saat terakhir dia meninggalkan kamar ini. Entah kopernya sekarang sudah berada di dalam kamar itu.
"Kau tau, aku selalu membersihkan kamar ini." ucap Zayan yang sekarang sedang duduk di tepi kasur milik Ziva.
"Benarkah?" Tanya Ziva tak percaya, dengan cepat Zayan mengangguk.
Ziva berjalan mengelilingi kamarnya, langkahnya terhenti di dekat meja belajarnya. Mata coklatnya menatap sebingkai foto yang terpajang di meja itu, matanya langsung memanas dan nafasnya mulai memburu. Ziva memejamkan matanya, sekelebat bayangan 2 tahun lalu menghampirinya.
Zayan tau dengan cepat dia menghampiri Ziva dan memegang kedua bahu gadis itu, Ziva tersadar dari lamunannya.
"Tarik nafas dan hembuskan," instruksi Zayan, dan Ziva mengikutinya.
Zayan mengusap pelan bahu Ziva, perlahan nafas Ziva mulai teratur. Ziva melepaskan tangan Zayan dari bahunya lalu menggenggamnya.
"Kau pasti capek, ayo istirahat!" ucap Zayan membawa Ziva ke tempat tidur.
Ziva mulai merebahkan tubuhnya, Zayan menutup tubuh Ziva menggunakan selimut.
"Semua akan baik-baik saja," ucap Zayan mengecup kening Ziva membuat Ziva memejamkan matanya.
"Tidurlah aku akan keluar," ucap Zayan, Ziva mengangguk dan mulai memejamkan matanya.
Zayan mengusap kepala Ziva dengan sayang, sebelum pergi Zayan menatap kembali bingkai foto di meja Ziva.
Zayan mengambil foto itu lalu membawanya keluar dari kamar Ziva,ย setelah menutup kembali pintu kamar Ziva dan pergi ke kamarnya yang berada di sebelahnya.
Zayan sekarang sedang duduk di tepi kasur kamarnya sambil memandangi bingkai berisikan foto kedua remaja yang sedang tertawa bahagia.
Zayan meneteskan air matanya biarlah dia dikatakan cowok cengeng, namun yakinlah bahwa jika kalian menjadi kembaran Ziva pasti kalian akan menjadi cowok cengeng. Dulu adiknya adalah gadis yang ceria namun setelah kejadian itu dunia seakan membalikkan semuanya.
Dalam doanya Zayan selalu meminta agar Tuhan mengembalikan adiknya seperti dulu.
๐ ๐ ๐
Jangan lupa Vote dan komennya ya:)