Chereads / You and My Destiny / Chapter 6 - Kenangan

Chapter 6 - Kenangan

Raka termenung di dalam kamarnya. Ia mengingat tentang Arin yang sudah berubah 180° itu. Ia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Semuanya mereka lewati bersama, padahal dulu pun mereka pernah bertengkar tapi tidak sampai seperti ini. Raka benar benar belum bisa melupakan kenangan 2 tahun selama bersama Arin.

Cowok itu pun memutuskan untuk keluar rumah saja menghibur diri. Orang tua Raka juga tidak ada di rumah. Mereka selalu sibuk dengan urusan pekerjaan mereka sendiri dan tidak pernah perduli dengan Raka. Selama ini hanya Arin yang menemani hari hari Raka. Itulah yang menyebabkan Raka sulit melupakan Arin.

***

Di sebuah taman yang tidak jauh dari rumahnya Raka berjalan sendirian menyusuri jalanan taman yang saat itu tidak terlalu ramai. Tak sengaja, Raka bertemu dengan Vania yang sedang duduk di bangku taman sendirian membaca sebuah buku. Tak berfikir lama, ia pun segera menghampiri Vania yang duduk sendirian itu.

"Sendirian aja nih?" pertanyaan dari Raka berhasil mengejutkan Vania.

"Ya ampun Raka, aku pikir siapa. Iya aku sendirian aja kok. Kamu sendiri kok bisa ada di sini?" Vania bertanya kembali pada Raka,

"Iya lagi nyari udara seger ... Suntuk banget di rumah," sahut Raka sambil tersenyum.

"Oooh," Vania mengangguk kan kepalanya.

"Lagi baca apaan sih? Serius banget kayaknya?" Tanya Raka dengan sedikit penasaran.

Cowok itu pun mendudukkan pantatnya di sebelah Vania yang memegang sebuah buku tersebut.

"Nggak ada. Ini buku bahasa Indonesia. Aku suka aja baca buku pelajaran ini. Kalo nggak gitu ya sejarah," Vania menunjukkan buku yang dia pegang.

"Jadi, lo suka pelajaran bahasa Indonesia?"

"Iya suka banget. Aku di sekolah yang dulu juara debat bahasa Indonesia tingkat provinsi loh," Ucap Vania sambil melihat bacaan di buku yang dia pegang.

"Oh ya? Seriusan? Hebat dong. Padahal kelihatannya lu orangnya pendiem deh kayaknya. Masa iya juta debat bahasa Indonesia?" Raka sedikit tidak percaya dengan Vania, karena memang Vania tipe orang yang berbicara di saat tertentu saja. Alias bukan gadis yang cerewet.

"Nggak percayaan banget ya? Emang sih aku orangnya jarang ngobrol, tapi kalau udah sama teman yang deket banget gitu aku juga lumayan banyak ngomong sih. Hehe ... " Vania sedikit menjelaskan tentang dirinya.

"Tapi ya nggak apa apa kan kalo cerewetnya berguna . Bisa jadi juara debat begitu, jadi ada faedahnya. Daripada cerewetnya cuma ngegosip doang," Ucap Raka.

Vania hanya tersenyum tidak menjawab obrolan Raka.

Tiba tiba ada sepasang kekasih yang berjalan di depan Raka. Seketika ia ingat dengan Arin. Raka pun kembali melamun.

"Kamu kenapa sih banyak nglamun nya? Hati hati nanti kesambet lho," Vania menunjuk hidung Raka.

"Ah enggak, siapa juga yang nglamun," Elak Raka tak mau mengakuinya .

"Kamu kalo ada masalah bisa cerita ke aku kok. Mungkin kalau kamu cerita dan aku faham masalahnya aku bisa kasih jalan keluar nya," sahut Vania seraya menatap sepasang manik Raka .

Entah mengapa, setiap Vania melihat mata Raka ada sesuatu yang berdebar-debar di dalam hati nya. Apakah Vania benar mulai menaruh hati pada Raka?

"Beneran gue boleh cerita sama lo?" Raka berbalik menatap Vania,

"Iya cerita aja. Aku dengerin kok," Vania membuang muka nya yang memerah karena di tatap oleh Raka.

"Gue baru aja putus dari pacar gue. Namanya Arin, dia kelas 11 IPS - 2 di SMU kita juga. Padahal gue tuh sayang banget sama dia, dia dulu yang selalu ada di samping gue, yang selalu dukung gue, yang nyemangatin gue. Dimana ada pertandingan gue, dia selalu ada. Tapi gue nggak nyangka dia bisa dengan mudah ninggalin gue dan pacaran sama musuh gue sendiri. Ini tuh bener bener kaya mimpi buruk buat gue. Dan gue susah banget buat ngelupain ini semua. Terlalu banyak kenangan yang gue buat sama Arin. Gue gak tau lagi harus gimana. Gue masih sayang banget sama dia," Curhatan Raka yang bener bener tulus dari hatinya .

"Aku tau, nglupain orang yang paling kita sayang itu nggak mudah. Dan aku juga pernah ngerasain hal itu saat aku di tinggal pergi mama aku untuk selamanya. Berat kan?" Vania menanggapi curhatan Raka dengan kisahnya.

Raka hanya terdiam tidak tau harus berkata apa.

"Tapi, asal kamu tau. Tuhan itu maha adil, dia nggak akan pernah ngebiarin hambanya terjebak dalam kondisi yang buruk terus. Kalau kamu memang benar benar sayang sama Arin. Jika kamu bisa, coba kamu perjuangkan lagi cinta kamu," sambung Vania memberikan saran yang cukup baik untuk Raka.

"Jangankan untuk merjuangin cinta gue lagi. Dia ngomong sama gue aja udah nggak mau. Dia itu udah bukan Arin yang dulu gue kenal. Dia udah berubah 180°, dan percuma juga gue merjuangin cinta gue. Sebenernya gue juga sakit hati banget dengan perlakuan dia ke gue saat ini. Tapi gw nggak tau kenapa gw masih aja kebayang bayang sama kenangan yang dia tinggalin buat gue," Raka tidak tahan lagi dengan beban dalam hatinya , dia mengungkapkan semua perasaan yang ada di batinnya saat ini kepada Vania.

"Sabar Raka. Aku tau ini nggak mudah, tapi aku yakin kamu pasti bisa kok nglupain kenangan kenangan kamu sama Arin. Mungkin nggak sekarang, tapi kalau memang kamu bertekad, suatu saat nanti kamu pasti akan berhasil menghilangkan kenangan itu." tutur Vania berusaha menenangkan diri Raka.

Raka diam dan menatap mata Vania sedalam mungkin. Sedangkan Vania merasakan detak jantung nya menjadi lebih cepat dan tidak normal seperti biasa nya.

"Kamu ngapain ngelihat aku begitu?" ucap Vania salah tingkah.

"Enggak. Gue cuma mau bilang makasih, karna lo udah mau dengerin curhatan gue," sahut Raka sambil tersenyum tulus.

"Iya sama sama. Namanya juga teman, harus saling membantu," Vania tersenyum,

"Gue nggak tau deh, mungkin kalo waktu itu gue nggak ketemu sama lo, sekarang gue kebingungan nyari teman buat curhat," Ucap Raka.

"Namanya juga takdir, nggak ada yang tau kan kita mau ketemu siapa, mau pisah sama siapa. Cuma tuhan yang tau, kita hanya bisa ngejalanin aja. Kalau ikhlas pasti dapat yang lebih baik lagi,"

Vania selalu tersenyum ketika selesai berbicara, dan itu membuat Raka yang melihat nya sedikit penasaran apa yang membuat Vania selalu tersenyum ketika dia selesai berbicara .

"Kok lo senyum terus sih tiap selesai ngomong apa gitu," Ucap Raka sambil sedikit tertawa,

"Memang kenapa? Senyum itu sedekah tau. Senyum terus biar dapat pahala. Kamu nggak tau?"

"Iya tau. Tapi jangan terlalu banyak senyum," sahut Raka sambil tersenyum cengengesan.

"Kenapa nggak boleh?" Tanya Vania. Gadis itu mengerutkan keningnya bingung.

"Tidak baik untuk kesehatan jantung ku. hehehe,"

Demi apapun, Vania benar benar menjadi salah tingkah karena ucapan Raka. Gadis itu langsung memalingkan wajahnya tidak mau Raka tau kalau wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus.

"Eh, by the way udah hampir jam 8 malem ini . Lo nggak pulang? Atau lu mau gue anterin pulang aja gimana?" Raka menawarkan tumpangan untuk kedua kalinya.

"Enggak usah, aku tadi kesini sama supir aku kok. Ada di sana, jadi gak perlu di anterin pulang," Jawab Vania kembali menolak tawaran Raka untuk kedua kalinya.

Raka mengangguk pelan sambil tersenyum.

"Yaudah kalo gitu, hati hati ya di jalan," ucap Raka sambil memegang lengan Vania.

"I-iya. Aku pergi duluan ya. Bye..." Pamit gadis manis itu.

Vania pergi dengan perasaan tidak karuan. Wajah nya memerah seperti kepiting rebus. Sepertinya gadis benar benar menyukai Raka.

***