Keesokan harinya di sekolah pada waktu jam istirahat, Vania yang buru buru menyusul Vivi dan Dara ke kantin pun secara tak sengaja menabrak Arin.
"Heh?! Lo kalo jalan lihat lihat dong. Pake mata. Jangan main nyelonong aja!" Ketus Arin pada Vania.
"Iya iya aku salah. Aku minta maaf ya," sahut Vania merasa sangat bersalah, dan dia tidak tau kalau yang dia tabrak adalah Arin mantan pacarnya Raka.
"Maaf maaf. Enak aja minta maaf," jawab Arin dengan nada yang sedikit meninggi.
"Ya terus? Aku harus bagaimana lagi?" sahut Vania polos.
Arin pun langsung terbelalak mendengar ucapan Vania. Ia berpikir, sebenarnya gadis ini pura pura bodoh atau bagaimana?
Raka dan teman temannya pun melihat kejadian tersebut langsung menghampiri Arin dan Vania yang sedang cek-cok itu.
"Ada apaan sih ini ribut ribut?" tanya Dimas yang penasaran.
"Nih, cewek resek gak tau diri nabrak gue," Ucap Arin dengan nada tinggi dan terlihat sangat kasar.
"Rin, kok kasar banget sih ngomong nya?" Raka terheran heran dengan kelakuan Arin sekarang yang sangat tidak terkontrol.
"Kenapa? Nggak suka lo? Ya suka suka gue lah, hidup hidup gue. Ngapain lo ikut campur?!" ketus Arin yang semakin menjadi jadi.
"Dih? Kok lo ngegas sih, Rin. Di tanya baik baik juga. Aneh banget sih lo," sahut Dimas yang tak kalah ketus dengan Arin .
"Ya emang kenapa? Baru tau lo kalo gue anaknya suka nge gas?" sinis nya.
Gadis itu dengan santainya bersendekap dan tersenyum miring melihat Raka dan teman temannya itu.
"Rin... Jangan jahat jahat kenapa sih? Sayang banget tau nggak sih kelakuan kamu jadi berubah drastis kayak gini," lirih Raka masih merasa tidak yakin kalau itu adalah Arin.
"Gausah Sok dramatis deh lo, Ka. Dan gausah sok jadi orang yang tersakiti. Gue ninggalin lo kan karena perlakuan lo sendiri ke gue kayak gimana. Lo itu egois, Ka. Lo cuma menting in ego Lo sendiri. Dan lo sama sekali nggak ngertiin perasaan gue. Jadi, nggak usah lo berlaku seolah olah gue yang bersalah," ucap Arin panjang lebar sambil menegaskan kata kata nya yang membuat Rizki dan Dimas melongo.
"Rin, kamu itu ibarat bunga mawar ya. Cantik, tapi sayang kalo pegang nya nggak hati hati bisa bikin luka. Kaya kamu, aku nggak hati hati saat aku sayang sama kamu. Jadi, kamu dengan mudah nya bisa ngelukain aku kayak gini," sahut Raka yang tak menyangka bahwa Arin akan berkata seperti itu pada nya.
Tanpa memperdulikan ucapan Raka, Arin langsung pergi meninggalkan mereka semua, dan mereka pun tak menghiraukan Arin lagi, dan menuju kantin Mpok Ipeh.
Raka kembali memperhatikan Vania yang sedari tadi diam menyimak pertengkaran antara Raka dan mantan kekasihnya itu.
"Lo nggak apa-apa kan?" Tanya Raka pada Vania. Terdengar penuh perhatian.
Vania tersenyum tipis dan menggeleng pelan. "Aku baik-baik saja. Tidak apa-apa," sahutnya.
"Mau ke kelas atau kemana?" Tanya Raka lagi.
"Ke kantin. Nyusul Dara sama Vivi," jawab Vania jujur.
"Mau di anterin?" Tawar Raka dan hanya di tanggapi gelengan dari Vania.
"Ya udah, kalau gitu hati-hati." sambung Raka sambil tersenyum tipis.
Vania pun mengangguk kecil dan berlalu meninggalkan Raka dan kedua temannya itu. Sedangkan Raka dan kedua temannya itu terdiam memandangi punggung Vania yang berjalan semakin menjauh.
Sesaat kemudian, pandangan mereka buyar mengingat kejadian menegangkan tadi.
"Kok si Arin jadi kayak begitu sih, Ka?" ucap Dimas seraya menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
"Gak tau gue. Gue sendiri aja nggak percaya Arin bakalan berubah jadi kayak gitu. Sekarang gue udah mutusin buat move on dari dia!" Tekad Raka.
"Emangnya lo bisa?" celetuk Rizki meremehkan perkataan Raka.
"Bisa. Kalo gue sungguh sungguh nih ya, gue pasti bisa kok!" Raka berusaha meyakinkan Rizki yang tidak terlalu percaya dengan apa yang dikatakan oleh dirinya.
"Gue dukung lo, Ka. Cewek kayak gitu udah nggak pantes buat di perjuangin lagi," sahut Dimas mendukung Raka sepenuhnya.
"Kok gue agak nggak yakin ya kalo lo bisa move on dari Arin," Rizki masih ragu dengan keputusan Raka. Cowok cungkring itu menatap temannya sambil tersenyum cengengesan.
"Lo tuh ya. Temen nya mau ngilangin rasa sakit hati nya malah lo bilang kayak begitu. Emang dasar oon banget sih lo, Ki. Heran gue," Dimas kesal dengan sikap Rizki yang tidak mendukung Raka, tapi malah meragukannya. Dengan kasar Dimas menonyor kepala sahabatnya itu karena terlanjur gemas kesal.
"Ya nggak gitu Dim maksud gue. Kan lo juga tau gimana Raka biasanya sama si Arin. Jadi, dalam pikiran gue itu, kayak nya bakalan susah banget nglupain kenangan kenangan kayak gitu Dim. Faham nggak sih lo?" Rizki masih banyak bicara menjelaskan maksud dari keraguannya pada Raka yang akan bertekad untuk move on dari Arin.
"Iya iya gue paham. Gue paham banget ya curut Afrika. Tapi, lo sebagai temen nya itu harusnya dukung. Bukan malah buat dia down. Ahh, gemes gue lama kelamaan sama lo, Ki " Ucap Dimas sambil mengepalkan tangannya geregetan.
"Udah udah kalian kok malah ribut berdua sih, sebenernya yang di bilang Rizki itu ada benarnya juga. Tapi, kalo nggak gue coba. Mau sampai kapan gue kayak gini terus?" Raka menghela nafas sambil memegang botol minum nya yang tinggal setengah.
"Jadi gini bruh... Move on yang paling gampang itu... Jatuh cinta lag!" Dimas mencoba mengeluarkan kemampuan nya dalam bermain kata,
"Maksudnya? Gue harus jatuh cinta lagi gitu? Sama orang lain?" Raka menatap Dimas sambil menautkan kedua alisnya.
"Yo i, kalo lo bisa jatuh cinta lagi, secara otomatis posisi Arin bakalan ada yang gantiin dan lu juga nggak akan kepikiran Arin terus. Kan lo sendiri tau kalo Arin bisa semudah itu nglupain lo karena di jatuh cinta sama si Marvel. Iya kan?" Dimas menegaskan kata terakhir nya .
Raka hanya terdiam dan melamunkan apa yang dikatakan oleh temannya itu. Tapi bagi Raka, ia adalah tipe orang yang susah untuk jatuh cinta pada seseorang. Dia hanya tau setia dan sayang dengan tulus dengan satu orang saja. Dia hanya berfikir bahwa apapun yang di lakukan seseorang akan mendapatkan balasannya sendiri. Namun, saat ia melakukan sebuah kesetiaan yang ia dapatkan adalah pengkhianatan.
***
Pelajaran matematika di kelas 11 IPA - 1 sedang berlangsung. Vania memang sangat pandai hampir di semua mata pelajaran, tapi dia sangat lemah di pelajaran Menghitung. Vania tidak suka dengan angka angka rumit yang di gabungkan dengan x dan y dalam berbagai rumus matematika yang sangat banyak. Ditambah lagi matematika itu pelajaran yang sangat pasti jawabannya, bukan seperti pelajaran kegemarannya yaitu bahasa Indonesia yang bisa di jawab menggunakan logika yang tepat.
Terlihat Vania sangat pusing dengan buku dan tulisan rumus rumus matematika yang ada di depannya itu. Raka pun mencoba untuk bertanya kepada Vania apa yang dia tidak mengerti.
"Van... Nggak ngerti ya?" Tanya Raka secara tiba tiba.
"Ahh iya, aku nggak bisa ngertiin rumus rumus matematika kayak gini. Aku nggak suka berhitung," Vania menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan menyisihkan rambutnya yang panjang itu ke telinga kanannya.
"Mau gue ajarin? Kebetulan gue ahli nya matematika," Raka menawarkan bantuan kepada Vania yang kebingungan itu.
"Yang bener? Yaudah jelasin yang ini ya, aku nggak paham." Vania tersenyum kegirangan karena Raka perduli padanya.
Raka pun membantu Vania untuk memahami rumus rumus yang tidak dia mengerti. Sesekali Vania tidak memperhatikan penjelasan dari Raka, ia justru menatap wajah Raka yang terlihat sangat tampan ketika dari samping.
"Van.. Lo dengerin nggak sih dari tadi?" Tiba tiba Raka menoleh ke arah Vania yang sedang memperhatikan dirinya.
"Eh, iya iya aku dengerin kok," sahut Vania gugup.
Vania sangat malu dengan apa yang barusan terjadi. Bisa-bisanya ia tidak fokus dengan pelajaran hanya karena memperhatikan Raka.
"Duh, kok aku jadi deg deg'an begini sih tiap ngelihatin Raka? Masa iya aku beneran suka sih sama dia? Inget dulu sama sekolah kamu Vania, kejar cita cita kamu. Belajar yang bener. Jangan cinta-cintaan dulu." Batin Vania dengan rasa yang tidak bisa ia mengerti sendiri.
Pelajaran pun telah usai, sambil menunggu pergantian mata pelajaran lain yang gurunya Belum datang anak anak biasanya berkumpul dengan teman-teman yang lain untuk menggosip atau untuk sekedar berbincang saja.
Ada juga yang sibuk dengan ponselnya, ada yang tidur, membaca buku dan ada juga yang pergi ke kantin.
"Van, lo suka ya sama Raka?" Tukas Dara langsung to the point pada Vania.
"Haa? Enggak kok. Biasa aja," Ucap Vania mengelak dari pertanyaan Dara.
"Udah jujur aja, gue tau lagi dari tingkah lu tiap ngelihatin Raka," Dara mendesak Vania agar mengakui perasaannya,
Vania hanya diam tak menjawab.
"Ehh, tapi kalo suka sama Raka itu banyak makan hati loh Van. Hati hati ," Kata Vivi dengan serius.
"Nah iya bener itu kata Vivi, soalnya Raka itu banyak fansnya. Dan yang suka sama dia itu nggak cuma 2 atau 3 orang , tapi hampir semua cewek cewek alay dan rempong di sekolah ini suka sama dia. Jadi, misalnya lo suka sama dia, lo juga harus siap dengan segala resikonya. Termasuk kalo suatu saat lo bakalan di labrak sama orang yang nggak di kenal," ucap Dara panjang lebar mencoba memperingatkan Vania jika memang Vania suka sama Raka.
"Kalian tuh ya, memangnya aku ada bilang kalau aku suka sama Raka?" Tanya Vania kepada kedua temannya itu .
Dara dan Vivi hanya menggelengkan kepalanya sambil menyengir kuda.
"Enggak kan? Udah deh, aku sama Raka itu cuma temen nggak lebih ya Dara.. Vivi.. Kalian paham sampe di sini?" Vania menatap mata Vivi dan Dara secara bergantian.
"Awas jatuh cinta nanti!" Peringat Vivi spontan .
***