Sesampainya di kediaman Jiang Feng, Qin Lang dan Xiu Lan terkejut dengan kondisi perumahan itu. Sangat berbeda dengan kehidupan mereka sehari-hari di lautan bebas, pria itu sangat manis dan lembut ketika menyapa setiap pekerjanya.
"A Ning!"
Jiang Feng berteriak memanggil nama seorang anak kecil.
"Apa kau senang?" Lelaki itu memeluk putrinya yang masih berusia sekitar delapan tahun.
Gadis kecil itu mengangguk dan tersenyum.
"Kutebak, kau pasti sudah merindukan ayah, kan?"
Jiang Feng kembali menyapa putrinya dan gadis cantik bermata cokelat terang itu mengangguk dan terus tersenyum manis memamerkan keindahan giginya yang putih dan rapi.
Beberapa menit saling berpelukan dan menatap, akhirnya tatapan gadis kecil itu beralih ke dua manusia lainnya yang ikut bersama ayahnya.
"Ah, benar. Aku sampai lupa memperkenalkan mereka. Mereka adalah teman ayah, bisa juga menjadi temanmu."
Dengan anggukan cepat, gadis itu memberikan lampu hijau kepada dua teman barunya.
Jiang Feng menatap dua anak itu dan tanpa dikomando mereka mengerti apa yang harus dilakukan.
"Halo, Nona, aku Qin Lang," sapa remaja itu dengan senyuman ramah.
Walau mereka bajak laut, bukan berarti tidak tahu cara tersenyum dan bertata krama yang baik.
Gadis itu mengangguk lagi dan tersenyum.
"Halo, aku Xiu Lan," kata lelaki remaja yang lebih kecil sambil membuat gerakan isyarat.
"Huh?" Jiang Feng agak heran bagaimana anak itu bisa tahu bahasa isyarat.
"Apa aku bisa berteman denganmu?" tanya Xiu Lan dengan bahasa isyarat.
Gadis kecil itu mengangguk lalu membalasnya dengan gerakan yang sama. Maksudnya, dengan menggunakan bahasa isyarat juga.
"Tentu saja boleh. Namaku Jiang Ning," balas gadis itu senang.
Selama ini dia hidup sendirian kalau ayahnya tidak ada dan baru hari ini dia menemukan seseorang yang mengerti bahasa isyarat tanpa bertanya apa dan mengapa. Kebanyakan orang lain akan membahas mengapa dia bisu dan bagaimana dia bisa sembuh. Xiu Lan berbeda, dia bahkan sama sekali tidak tampak terkejut mengetahui gadis itu tidak bisa bersuara.
Qin Lang juga sama. Dia tidak pernah menghina atau mengejek orang lain.
"Baiklah, Nona Jiang, senang berkenalan denganmu," ucap Xiu Lan sambil berucap dan menggunakan juga bahasa isyarat.
"Dia bisa mendengar, tidak perlu kau menggunakan bahasa itu," ucap Jiang Feng.
"Ah, maafkan aku Tuan, aku hanya senang melakukannya."
Xiu Lan menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan merasa malu mendadak karena ucapan tuannya itu.
"Ayah, tidak apa-apa, Ning senang," sanggah gadis kecil itu tidak suka ayahnya memarahi teman barunya.
"Eh, kau baru mengenal dia dan sudah berani memarahi ayahmu ini? HAHAHAHA ini kejadian sangat langka!"
Jiang Feng tertawa terbahak-bahak karena senang. Dalam kondisi seperti itu barulah dia terdengar seperti bajak laut yang sangat kuat dan gagah perkasa.
"Ayah, bolehkah aku bermain dengan Gege itu?"
Jiang Ning tanpa malu-malu meminta kepada ayahnya dan lelaki paruh baya itu langsung mengangguk setuju. Bagaimana pun juga, kebahagiaan anaknya adalah prioritas utama dalam hidupnya.
Jiang Feng menjadi bajak laut dan hidup dengan penuh kekerasan dan tantangan semua demi putrinya tersayang.
Selepas diizinkan, Jiang Ning membawa Xiu Lan ke taman belakang. Di sana banyak bunga dan juga beberapa kelinci.
Dari kejauhan mereka terlihat sangat bahagia, terutama gadis kecil itu.
"Aku tidak pernah melihat gadisku lebih bahagia dari saat ini setelah kematian ibunya," ucap Jiang Feng terdengar lirih dan menyakitkan.
Qin Lang duduk di sebelah pria itu di sebuah pendopo tidak jauh dari taman belakang. Mereka bisa menyaksikan dua manusia yang tengah bahagia bermain bersama di seberang sana.
"Aku rasa mereka cocok," ucap Qin Lang memulai pembicaraan pada tuannya itu.
"Huh? Apa katamu?"
Jiang Feng tahu bahwa suatu saat putrinya akan menikah, tetapi tidak secepat itu juga. Itu terlalu terburu-buru.
"Maaf, aku hanya mengatakan apa yang kupikirkan," ucap Qin Lang dengan sopan.
Ucapannya terdengar tulus.
Jiang Feng tersenyum untuk mengurangi kecanggungan di antara mereka.
"Tidak apa-apa. Aku setuju, aku hanya terkejut. Kau tahu, berapa pun usia anak-anak tidak akan pernah cukup bagi ayah mereka untuk melepasnya."
Mendengar penjelasan itu mata Qin Lang mendadak berair dan dia sepertinya akan siap menangis. Dia menarik napasnya untuk menyelaraskan pikirannya kembali normal. Sejenak ingatan masa lalu yang sangat pahit tadi datang menerjang.
"Maafkan aku, pria tua ini sama sekali tidak bermaksud untuk menyakiti perasaan atau mengungkit masa lalumu."
Kali ini, Jiang Feng yang menjadi pelaku kesalahan.
"Tidak apa-apa Tu-, maksudku Paman. Aku hanya teringat masa lalu. Kupikir Anda memang benar. Pada umumnya, semua orang tua akan seperti itu. Hanya ayahku saja yang berbeda. Dia tidak pantas menjadi orang tua."
Ucapan Qin Lang terdengar menyedihkan dan pahit. Meski rasa kebencian sudah menghilang dari benaknya, tetapi kepedihan masih ada di jauh di dalam lubuk hatinya.
"Tidak apa-apa, setiap kita memiliki masalah sendiri," ucap Jiang Feng.
Qin Lang mengangguk dan tersenyum lalu meneguk kembali tehnya.
Tatapan keduanya kembali fokus ke arah dua anak yang bermain di taman belakang.
"Kakak, apa Kakak pernah memelihara kelinci?"
Jiang Ning terlihat kembali bertanya pada Xiu Lan.
"Tidak pernah, tapi aku menyukai mereka."
Xiu Lan dengan sabar dan wajah tenang membalasnya.
"Kenapa?" tanya gadis itu lagi.
Dia penasaran, mengapa Xiu Lan bisa mengatakan bahwa dia menyukai kelinci tetapi tidak pernah memeliharanya.
"Kau tahu, Kakak ini dulu sangat miskin. Bahkan, untuk makan saja sudah sangat susah. Jadi, tidak ada waktu untuk memelihara kelinci," jelas Xiu Lan dengan jujur.
Dia dan Qin Lang sering memakan makanan sisa demi menyambung hidupnya. Jelas saja memelihara kelinci tidak akan bisa dia lakukan.
"Aku turut bersedih. Di sini Kakak bisa makan sepuasnya," ucap gadis itu.
Xiu Lan tersenyum dan merasa tersanjung dengan ketulusan putri Jiang Feng itu.
"Aku mengerti. Terima kasih dari kakak ini," ucap Xiu Lan senang.
Gadis itu mengangguk dan mereka kembali bermain dengan beberapa kelinci.
Tak lama kemudian, makanan sudah tersedia dan pelayan memanggil keduanya untuk makan malam.
"Mari makanlah yang banyak lalu beristirahat," ucap Jiang Feng selaku tuan rumah.
Keduanya mengangguk dan makan dengan tenang.
Jangan pikir bahwa bajak laut tidak memiliki etika dalam makan, justru mereka sangat teratur dalam melakukan berbagai kegiatan. Tentu saja karena itu adalah Jiang Feng adalah tuan mereka.
"Ayah, apa aku boleh belajar dengan kakak?"
Jiang Ning kembali bertanya pada ayahnya setelah selesai makan. Sepertinya, anak itu benar-benar sudah menyukai teman barunya.
"Tentu saja," balas ayahnya pasrah.
Baru kali ini dia kembali pulang dan anaknya lebih tertarik pada orang lain. Diam-diam hati seorang ayah bisa cemburu walau masih pada porsi yang aman dan wajar.