Banyak hal yang ditakuti banyak orang, tak terkecuali perpisahan dalam sebuah hubungan.
Sebelum itu, namaku adalah Amanda.
Well, hingga sekarang aku masih memegang status pacaran dengan Zell, jadi secara harfiah aku tak berbohong pada Rainata.
Setelah reoniku dengan Zell yang tiba-tiba dihentikan Yuuki, aku dan Rainata sedikit terdiam satu sama lain di depan kamarnya sebelum Hpku bergetar.
Aku juga memberikan senyum hangat kepada Rainata saat pulang lebih dulu daripada dia yang hanya bisa terpaku di depan kamar Zell saat itu.
Haah....
Sembari aku berjalan pulang, aku mengingat semua apa yang sudah terjadi.
Jika dari sudut pandang orang lain, aku di sini hanya sebagai tokoh antagonis yang muncul entah dari mana, tapi kenyataan sedikit berbeda.
Well, mau nggak mau aku akan menceritakannya.
Sekitar tiga tahun yang lalu, banyak hal yang terjadi dalam kehidupanku, salah satunya adalah jatuh cinta dengan sosok itu.
Aku kira, perasaan itu akan menghilang saat aku berusaha keras untuk melupakannya, tapi lihatlah ini sudah bertahun-tahun dan aku sudah menyerah.
Soo, bukannya sombong, tapi dari awal aku adalah seorang gadis yang digolongkan sebagai gadis tercantik di SMP dulu.
Entah apa yang terjadi, dibanyaknya cowo di sekolah itu aku malah memilih Zell.
Memang aneh, tapi itulah kenyataannya.
Hanya saling lirik sudah membuatku semakin nyaman dengannya bahkan tanpa bicara satu sama lain.
Kejadian saling lirik-melirik itu terjadi beberapa lama, dan dalam waktu itu Zell sedikit berubah dan akhirnya menembak ku.
"Aku menyukaimu, tolong jadilah pacarku."
Suasana yang sangat ramai di kelas, Zell mengatakan keras itu meskipun hanya sedikit yang mendengarnya.
Berapa lama sudah itu yah? Aku masih mengingatnya.
Setelah itu, banyak hal simpel membahagiakan terjadi.
Biasanya aku dan Zell menghabiskan waktu di kelas kosong sambil menatap keluar jendela saat pulang sekolah.
Ah... Kira-kira apa Zell masih melakukannya ya? Jujur saja selama ini aku tak bisa menghentikan kebiasaan itu dan saat aku berpaling sesekali bayangan Zell masih terlintas jelas.
Anyway dalam sosoknya itu, meskipun sedikit dingin aku suka sikap perhatiannya yang selalu memperhatikan orang lain di sekelilingnya.
Well, Zell adalah tokoh yang suka membantu meskipun dia sendiri tak menyukainya.
Meskipun begitu aku adalah orang yang bisa menghentikan sikapnya itu, mungkin saja itu adalah salah satu sebab Zell semakin nyaman denganku, sama seperti sebaliknya.
Walaupun hubungan kami menggemparkan sekolah karena tokoh Zell dan aku bersama, hubungan kami terjalin dengan sangat lancar.
Banyak hal berharga yang setiap harinya terjadi dan selalu kusimpan dalam memori kenangan indah.
And, itu adalah fakta tentang siapa sebenarnya diriku.
Tentu saja, setelah melihat Zell dan Rainata saat patahnya kaki Zell di rumah sakit itu, aku menghentikan langkah kaki untuk menjenguknya.
Aku pikir Zell sudah menemukan sosok lain dalam hidupnya.
Tapi, perasaan ini tak pernah hilang.
Jika hanya seorang Rainata, aku bisa mengalahkannya dengan mudah.
Kembali ke masa lalu di mana semuanya mulai suram.
Well, ini adalah awal perpisahan ku.
Kehidupan sekolahku memang berjalan dengan sangat lancar, tapi berbeda dengan keluargaku.
Keadaan semakin rumit antara kedua orang tua ku, karena saat itu aku tak begitu mengerti aku hanya bisa diam.
Tanpa tunggu lama, Papa dan mama ku akhirnya berpisah.
Aku yang sebisa mungkin menutupi masalah keluargaku kepada orang-orang tak terkecuali Zell bahkan tak sempat memberitahunya.
Tiba-tiba aku langsung dibawa keluar kota oleh papaku.
Mungkin karena emosi, papa menghapus semua komunikasi dengan teman lamaku dan menjual HP lamaku juga.
Meskipun berkepribadian keras, pada akhirnya dia kembali membelikan HP baru setelah beberapa saat.
Alhasil, aku kehilangan kontak dengan masa laluku.
Di cerita lain, aku adalah seseorang yang hanya datang lalu pergi, mirip seperti antagonis bagi seseorang.
Lalu, beberapa tahun berlalu.
Aku mulai terbiasa dengan kehidupan SMA di tempat papa meskipun belum bisa menghilangkan masa laluku.
Dalam kesempatan yang masih aku harapkan, tiba-tiba saja papa menikah dengan perempuan yang sepertinya juga sudah lama dia kenal.
Cukup muda jika dibilang harus membandingkan dengan papa, perempuan itu juga sepertinya masih memiliki jiwa anak muda.
Setelah pernikahan berlangsung, dan penyelarasan antara aku dan situasi baru di rumah ini, akhirnya aku memutuskan untuk memanggilnya sebagai "ibu."
Dalam mendekatkan satu sama lain, aku memang banyak bercerita tentang kehidupanku dan masa lalu papa.
Well, saat inilah mungkin ibu baruku ini bisa kumanfaatan.
Entah bagaimana cara ibu menghasut papa, tak disangka-sangka dia memberikanku nomer telpon mama.
Lalu saat aku hanya berduaan dengan ibuku, tepatnya setelah papa pergi kerja, aku akhirnya menelpon nomer yang diberikan oleh papa.
"Halo, mama?"
"....."
Setelah terdengar bahwa telpon itu terangkat lalu berbicara, yang terdengar sebagai balasan adalah tangisan.
"A, Amanda!!"
Well, tak perlu aku jelasin lagi gimana rasanya bisa ngomong sama orang tua setelah sekian lama.
CLIK
Suara dari pintu yang baru saja kubuka bersama dengan dengik dari pintu rumah yang sedikit berubah ini, aku berjalan masuk menghampiri seseorang yang duduk santai sambil mengusap layar HPnya.
Dia adalah orang yang menghubungkan ku kembali dengan orang-orang itu.
"Ah, ka udah pulang, sini cepet."
Dan orang itu langsung menghadap kepadaku setelah menyadari kedatanganku.
Sebagai jawaban dari rasa penasaran kalian, mari kita kembali dan melanjutkan cerita tadi.
Setelah reuni, meskipun hanya sebatas suara dan banyak hal yang mama tanya dan banyak cerita dariku, akhirnya sampai bagiku sedikit membicarakan hal lain.
"Mama sekarang gimana?"
"Mama sekarang udah nikah lagi, kamu juga punya adik tiri lho, kalo nggak salah kalian dulu pernah satu sekolah waktu SMP."
Memang saat itu aku tak menyangka, tapi daripada disebut kebetulan aku lebih suka menyebutkan takdir.
"Hemm, emang siapa namanya."
"Mirai, dia lagi duduk di sebelah mama nih, mau ngomong?"
Well, mana mungkin dia kenal Zell kan? Bahkan jika ada 1000 orang di sekolah, aku yakin hanya 5-10 orang yang bisa mengenalnya.
Tapi, tanya aja lah.
Saat itu terdengar jelas suara telpon yang berganti tangan sembari aku menunggu.
"Ha, halo, ka Amanda ya?"
"Iya, Mirai kan?"
Mungkin karena seperti orang asing yang harus terlihat dekat, Mirai dengan nada kaku mengucapkan kalimat apa yang memang seharusnya.
"Aku boleh nanya, apa kau tau sama Zell?"
Anyway, tentu saja aku nggak mau berharap banyak tentang ini, kalian mengerti tentang pengibaratan ku tadi kan? Sangat hebat!
"Maksud ka Amanda, kakanya Yuuki?"
"Heh? Kau kenal?"
"Iya, aku pernah ketemu satu kali, kata Yuuki dia izin nggak sekolah buat jagain kaka nya yang kecelakaan."
Saat mendengar itu, entah mengapa seolah sedang dirasuki, aku berlutut di bawah kaki ibu tiriku ini setelah menutup telpon tadi.
"Iya, iya, ibu ngerti, nanti coba kamu ngelakuin kayak gini ke papa."
Dalam sekilas, itu benar-benar terjadi.
Aku memohon dengan keinginan yang belum pernah aku rasakan.
Kemudian berakhir di sini.
"Gimana ka? Udah ketemu sama ka Zell nya?"
"Udah."
Yah, meskipun ini sudah kali kedua aku kesini, tapi aku hanya bisa bertemu dengannya kali ini.
Jika ditanya mengapa, tentu saja aku sedikit syok saat melihat pacarku sedang berduaan di ruangan rumah sakit saat insiden kecelakaan itu.
Padahal aku sudah ada di depan pintu kamar rumah sakit itu, tapi entah mengapa aku sempat kehilangan kepercayaan diriku.
"Liat nih ka, hari selasa sama hari rabu nantikan libur, gimana ajakin ka Zell buat ketemuan? Oke? Oke ya, aku telpon Yuuki bentar."