Hembusan angin masuk melalui celah-celah dinding, mengantarkan rasa dingin yang menusuk hingga ketulang bersama suara rintik hujan yang mulai memenuhi kamar itu. Chika menarik selimut hingga kepinggang dengan sebelah tangan yang masih erat menggenggam pulpen, matanya fokus menatap tiap baris kata yang tersusun di buku. Jelas pandangannya terkunci rapat pada tulisan yang belum juga memenuhi selembarpun kertas putih itu, namun pikirannya Seakan berlarian ketempat lain.
"Aku gak tau gimana selanjutnya" gumamnya pada diri sendiri. Diliriknya jam yang melingkar anggun ditangan, waktu sudah menunjukkan 10 malam. Dengan gerakan cepat chika menutup buku dan membalikkan badan berbaring diatas kasur, ia mencoba memaksa diri untuk tertidur ditemani rintik hujan dan semilir angin yang kian terasa. Diusianya yang ke 25 tahun dengan gelar sarjana yang telah ia pegang sejak 4 tahun lalu seakan terdapat kebanggaan tersendiri pada dirinya karena bisa mendapatkan gelar yang bahkan tak satupun kakak kakaknya miliki, namun bersamaan itu kehidupan seakan menamparnya dengan keras menyadarkannya bahwa ia juga adalah seorang pengangguran selama lebih 4 tahun. Ambisinya untuk tidak bekerja pada orang lain, mengantarkannya pada kehidupan menyedihkan yang ia bangun sendiri.
Hidup hanya dengan mengandalkan diri sendiri tanpa adanya kehadiran kedua orang tua yang memang telah lama meninggal, tinggal di dalam rumah seorang diri dan membiayai hidup hanya dengan menulis. Ya, menulis, salah satu kegemaran yang memang ia geluti sejak kecil dan kini menjadi salah satu cara ia untuk bertahan hidup. Ia memiliki 3 kakak perempuan yang sudah berkeluarga, dan kenyataan ini juga yang membuatnya semakin menyedihkan di usianya yang telah dewasa ini yaitu Jomblo. Sebutan untuknya yang belum sekalipun memiliki pasangan.
'Ahh sial' gerutunya dalam hati sembari kembali merapatkan selimut agar tak ada hawa dingin yang merasuk kesela sela selimutnya. Perlahan demi perlahan chika terlelap dalam tidurnya dengan alis berkerut dan deru nafas yang berhembus secara beraturan.
~~~~¤~~~~¤~~~~¤~~~~¤~~~~~
{8 tahun lalu}
"Chik, ngapain kok diam disini aja?" Ucap ani sembari menyentuh pundak chika. Ani mengedarakan pandangan ke sekeliling lingkungan sekolah, matanya tertuju tepat pada seseorang yang sedari tadi menjadi fokus perhatian chika. Dengan wajah mengiba ani kembali memfokuskan matanya pada chika dan seulas senyum kecil terbentuk di kedua bibirnya. "Berapa tahun? Satu? Dua? Atau malah dari awal kita masuk SMA?" Cecarnya dengan berbagai pertanyaan membuat chika terpaksa mengalihkan pandangan setengah tak rela kearah ani.
"Apanya? Kalau nanya yang jelas gitu loh, aku mana ngerti" chika menggaruk ujung alisnya seakan menerka-nerka pertanyaan ani yang terasa aneh untuknya. Dengan langkah santai ia berlalu meninggalkan ani yang masih menatap lurus kearah chika tanpa berkedip.
"Aish, masa kamu gak ngerti? Kamu itu..hahh.." ani terdiam sembari memiringkan sedikit kepalanya dengan frustasi "kamu suka sama dia kan? Dari kapan? Bentar lagi kita lulus loh,, mau dilewatin gitu aja, Serius?" Seiring dengan rentetan pertanyaan ani yang berakhir, langkah kaki chika terhenti tepat didepan pintu kelas. Arah pandangannya menusuk tajam kearah ani dengan ekspresi wajah kaku tak terbaca.
Chika mengembuskan nafas dengan kasar sambil kembali melangkahkan kaki memasuki kelas, ia tak habis pikir dengan tingkah ani yang tanpa berpikir panjang melemparkan berbagai pertanyaan padanya tepat di depan pintu kelas, meskipun dengan suara pelan yang menyerupai bisikan, tetap saja pertanyaan itu tidak seharusnya di tanyakan ani mengingat akan ada orang yang bisa saja mendengarnya.
Bel bunyi masuk kelas terdengar ke seluruh area sekolah menandakan jam pelajaran yang akan segera dimulai, chika mengangkat kepala tepat saat pandangannya beradu dengan sesosok pria yang sebelumnya iya lihat secara diam-diam.
"Mengantuk?" Ia hanya terdiam tidak berkedip maupun menjawab pertanyan dari arka "ini masih pagi loh, yang semangat lagian besok udah libur panjang" lanjutnya tanpa menghiraukan chika yang masih terdiam di tempatnya semula. Berbanding terbalik dengan arka yang sudah duduk disamping chika dan memfokuskan pandangannya kearah guru yang berada didalam kelas.
"Aku bukannya ngantuk..." kepalanya tertunduk dengan pandangan tertuju pada bross kecil yang terhias anggun di jilbabnya. "Aku bukannya ngantuk tapi lagi mikir liburan mau ngapain aja" lanjutnya sembari mengangkat kepala menatap arka dengan suara yang lebih ceria dan senyum tipis menghiasi sudut bibirnya.
Ia terus menatap arka menunggu respon dari kata-kata yang diucapkan chika namun hanya senyum tipis yang terukir di wajah arka sedangkan pandangan matanya masih fokus kearah depan tanpa sedikitpun melihat chika yang tampak gusar. 'Dasar dingin' rutuknya dalam hati sembari menyunggingkan seulas senyum kesedihan.
Chika menatap rintik hujan melalui jendela yang berada di sampingnya, tak sedikitpun ia mendengar apa yang sedari tadi di sampaikan oleh guru yang berada didepan kelas, karna chika tau itu hanya akan seperti pidato penutup yang mengantarkan mereka pada libur panjang, hanya serangkaian kalimat untuk menjaga kesehatan dan tidak melupakan pentingnya belajar karena sebentar lagi akan pergantian semester.
Jam pelajaran berakhir tepat saat bel berbunyi dan guru menutup salam. Semua teman-temannya sudah berlarian keluar kelas hanya tersisa chika, yang masih tenang menatap sisa-sisa hujan, Ani, ana dan dina yang sesekali melirik kearah chika dengan pandangan menyelidik dari arah tempat duduknya dan juga arka yang terdiam disamping chika dengan wajah yang tak terbaca. Suara bunyi whatsapp masuk membuat chika memutuskan pandangannya dari luar jendela dan merogoh laci meja. "Aish!! Ap-" matanya memicing menatap samping tempat duduknya dengan alis yang saling bertautan dan tangan yang masih setia menekan dada.
Detak kencang jantungnya yang bertalu seakan menunjukkan keterkejutan senada dengan ekspresi wajah chika yang terlihat menahan kekesalannya.
"Segitu kagetnya?" Tanya arka, senyum tipis yang melekat di wajahnya seakan tak pernah luntur, terus menampilkan keramahan yang selama ini menjadi salah satu hal yang di sukai orang disekelilingnya, baik pria maupun wanita. Matanya sesekali mencuri pandang kearah chika yang terus mengotak atik ponselnya tanpa perduli.
"Hem" sahut chika santai, seiring dengan tatapannya yang sekilas tertuju pada arka. Berbeda dengan sikap yang terlihat cuek, jantungnya masih terus bertalu entah karena keterkejutannya atau karena kenyataan arka yang masih menatapnya lekat dari arah samping, ditambah pesan singkat yang menyatakan arka terus menatapnya secara diam-diam yang ternyata dikirim dina.
"Tadi rencananya aku mau ngajak kamu pulang bareng, tapi..." ucapan arka terhenti bersama pandangannya menatap kearah ani, ana dan dina yang duduk ditempatnya dan seketika terlihat salah tingkah karena ditatap secara tiba-tiba oleh arka dan chika. "Emm... aku bisa minta nomor mu?" Kini pandangannya kembali terfokus pada wajah chika, beberapa detik berlalu keduanya hanya saling memandang tanpa bersuara.
"Untuk apa?" Ujar chika memutuskan pandangan dan mulai merapikan alat tulis meletakkan nya kedalam tas mencoba menyibukkan diri menutupi rasa harap harap cemasnya. "Ada yang mau kubicarakan,, emm cuma berdua, lagipula 3 tahun kita sekelas aku sama sekali gak punya kontakmu" chika terdiam beberapa saat hingga tangannya terulur memberikan ponsel yang menampilkan nomor hp nya.
"Makasih" arka berlalu setelah menyimpan nomor, meninggalkan chika dengan perasaan bingung dan penuh harap.