Chereads / Cinta Angie / Chapter 27 - Bab 26 : Menolak

Chapter 27 - Bab 26 : Menolak

Siang berlalu dengan cepat dan berganti senja. Waktunya pulang kantor. Angie yang sudah tidak ada hal yang dikerjakan lagi, segera berkemas. Jam dinding di atas meja Sinta menunjukkan jam lima lebih lima belas menit. Tadi siang Angie mengatakan pada Hans bahwa dirinya akan lembur.

"Aku tunggu atau kabur? Menurutmu mana pilihan terbaik?"tanyanya pada bayangan wajahnya di layar monitor yang sudah gelap. Angie duduk menopang dagu dan mendesah lelah.

"Apa yang sedang kamu lakukan?"

Angie tersentak kaget dan mendapati Aaron sedang berdiri di depan mejanya. Keningnya berkerut saat menatap Angie yang sedang duduk bengong.

"Lagi melamun pak,"jawabnya asal.

"Jawaban macam apa itu?" Aaron menarik kursi dari meja Sinta dan duduk di depan meja nya. "Melamun? Berani sekali kamu? Apa kamu tidak tahu disini ada makhluk tak kasat mata?"katanya semakin pelan sampai berbisik seakan takut jika ada yang ikut mendengarkan.

Angie menggeleng dan duduk tegang.

"Ck.. ck.. Kuberitahu ya,"lanjutnya menatap Angie serius. "CCTV di ruang ini pernah menangkap gerakan pada waktu tengah malam. Kursi yang sedang kamu duduki sekarang ini, tiba-tiba bergerak sendiri, berputar-putar dan mengelilingi ruangan. Padahal tidak ada orang sama sekali."

Sontak Angie langsung berdiri dan menjauhi kursinya. Matanya melotot memandangi kursi itu kemudian menatap Aaron dengan skeptis. Sedangkan Aaron menggigit bagian dalam mulutnya untuk menahan tawa melihat tingkah Angie yang panik.

"Bapak menipuku ya?"

"Mana ada tipu menipu,"elak Aaron dengan wajah serius. "Bagaimana kalau sekarang kita melihat rekaman CCTV yang aku ceritakan tadi?"

"Aku pulang saja." Angie mengambil tas dan langsung keluar dari ruangan.

"Kutemani ya." Aaron melangkah lebar dan menjajari Angie. "Menjaga princess dari makhluk tak kasat mata."

Angie melirik sebal ke arah Aaron yang tersenyum manis. "Kalau malam hari, mungkin ada yang namanya makhluk tak kasat mata. Tapi kalau sore nan cerah begini... yang ada makhluk mesum kayak bapak,"dengus Angie cemberut.

"Ha.. ha.. ha.." Aaron tertawa geli melihat mata cantik Angie yang melotot kesal ke arahnya. "Kamu bisa bercanda juga,"celetuknya usil.

Angie membuang muka dan berjalan cepat menuju lift. Setelah menekan tombol, Angie berdiri menunggu.

Aaron berjalan mendekati Angie dengan bersiul ringan. "Angie, kenapa kamu buru-buru? Takut dengan makhluk astral atau takut berduaan... denganku?"tanyanya sambil berjalan mendesak Angie ke dinding lift, kemudian mengurung Angie dengan tubuh kokohnya. Aaron tersenyum miring memandang Angie yang mendadak gugup dan panik. "Mau mencoba seberapa mesum nya aku?"

"Ja.. jangan macam-macam, pak."

"Sudah kubilang kan, aku ini hanya satu macam saja. Satu macam pria yang tertarik padamu."

Angie menoleh ke kanan kiri dengan panik. Aaron ngomong sembarangan, bagaimana kalau ada orang yang dengar. Bisa-bisa Angie menjadi viral gara-gara berbuat mesum dengan sang bos.

"Aku.." Drrrtt...Drrrtt.. Angie menunduk melihat benda penyelamatnya di genggaman tangannya. "Pon.. ponsel ku bunyi pak,"kata Angie gugup. Aaron mengangguk mempersilahkan lalu mundur menjauhi Angie. "Halo?"

"My Angie, aku sudah ada di lobi. Santai saja tidak perlu buru-buru, aku akan menunggu dengan setia. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat,"kata lawan bicara Angie yang terdengar keras karena Angie tidak sengaja menekan loadspeaker nya akibat kegugupannya tadi.

Angie yang terkejut mendengar suara nyaring dari Hans, melirik ragu ke arah Aaron. Raut wajah bosnya berubah menjadi tegang, suram, menahan marah, dan tidak bisa dibaca.

Ting.. Pintu lift terbuka.

"Pak, saya pulang dulu." Angie segera kabur dari monster mesum yang menyamar menjadi atasan nya.

----------

Angie masuk ke mobil Hans. "Kita mau kemana?"tanya Angie sambil mengambil sabuk pengaman. Dan klik. Terpasang. Angie menatap Hans dengan raut wajah yang dipasang seceria mungkin. Jantungnya masih sedikit berdebar karena godaan sang bos.

"Hari ini kita dinner agak terlambat, tidak pa-pa?" Hans menoleh ke arah Angie, meminta persetujuan.

"Tidak masalah."

"Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Jam pertunjukan nya sebentar lagi. Kita harus bergegas,"kata Hans segera melajukan mobilnya.

Angie menatap Hans dengan penasaran. "Tempat istimewa apa itu?"

"Nanti kamu juga akan tahu."

Hampir setengah jam perjalanan menuju tempat yang ingin didatangi Hans. Ternyata sebuah planetarium. Mata Angie berbinar saat mobil yang mereka tumpangi memasuki lahan parkir.

"Darimana kamu tahu kalau aku suka pergi ke tempat ini?"

"Sumber informasiku sangat terpercaya, my Angie,"jawabnya percaya diri sambil menepuk dadanya.

Angie menatap lembut Hans yang mematikan mesin mobil. Pasti Addy yang merupakan sahabat pria ini, yang memberitahunya bahwa tempat ini adalah tempat favorit Angie. Namun sejak mamanya meninggal beberapa tahun yang lalu, Angie sudah tidak pernah kemari lagi. Karena planetarium selalu mengingatkan nya pada almarhum mamanya.

"Terima kasih mengajakku kemari. Aku sudah lama tidak kemari."

"Sama-sama. Aku ingin melihatmu rileks dan bahagia. Beberapa hari ini, wajahmu selalu tegang, seakan kamu sedang berdiri di seutas tali tipis diatas tebing."

Angie langsung memajukan bibirnya. "Ck, gara-gara siapa juga, aku jadi sewot begini,"gerutu Angie dalam hati.

Tidak berubah, sejak terakhir kali Angie kemari. Suasana gelap penuh dengan kerlip hamparan bintang di langit malam, Angie merasa kecil dan tak berdaya di tengah luasnya antariksa. Perasaan galau dan beban berat seakan terlepas hanyut dalam gugusan rasi bintang yang terbentang tak terbatas.

Makan malam yang terlambat itu diselingi dengan canda tawa. Angie masih tertawa kecil saat berjalan menuju lahan parkir restoran bebek penyet. Hans benar-benar teman yang menyenangkan.

"Kamu senang hari ini?"tanya Hans lembut sambil bersandar pada pintu mobil, sambil menghirup dalam-dalam udara malam hari yang sejuk dan menikmati langit malam yang cerah.

Angie yang juga bersandar pada mobil pun, mengangguk mantap.

"Angie, apa kamu punya impian?"

"Impian?"

"Apa kamu tahu mengapa aku menjadi chef?" Angie menggeleng dan menatapnya penasaran. "Aku ingin keliling dunia dengan bekal seni memasakku. Aku tidak ingin membuka restoran seperti Addy. Aku ingin menantang semua chef di dunia, untuk membuktikan bahwa aku yang terbaik."

"Wow, itu impian yang luar biasa."

"Dan impian keduaku adalah ingin mengajakmu keliling dunia bersama ku,"ucap Hans lembut. Angie terpana mendengar pengakuan cinta Hans.

Hans menyentuh pipi Angie yang tertegun menatap matanya. Menyibakkan anak rambut di keningnya dan tangannya meraih tengkuk Angie. Perlahan dimiringkan kepalanya dan untuk mengecup bibir Angie.

Hans hanya mengecup bibir Angie ringan, tanpa paksaan. Hans mengangkat kepala dan melihat Angie seakan meminta izin untuk melanjutkan lebih dalam.

"Jangan Hans.."

"Kenapa Angie?"

"Kita berteman dan.."

"Aku tidak mau hanya berteman. Aku menyukaimu."

Angie memandang Hans dengan sendu. Jika dirinya mengenal Hans sebelum Anton, mantan kekasih yang melukai anaknya, mungkin Angie dapat mempertimbangkannya. Angie masih trauma dengan pria, tidak mau terlalu dekat dengan pria.

Selain itu, saat ini hatinya juga sangat bimbang. Perasaan cemburu yang selalu menguasai hati dan pikirannya saat Aaron dekat dengan Lisa, pacarnya. Angie tidak tahu apakah dirinya mencintai Aaron atau hanya posesif karena dia papa si kembar. Bertemu setiap hari membuat perasaan cinta nya tumbuh subur dan berbuah.

"Maaf Hans,"jawabnya lirih. Angie berbalik dan memunggungi Hans.

Tiba-tiba Hans memeluknya dari belakang. Kepala Hans dibenamkan pada lekukan leher Angie, kedua lengannya memeluk pundak Angie dengan posesif. "Kita coba dulu ya,"pintanya pelan.

Angie melepaskan tangan Hans dan menjauhinya. "Maaf Hans. Aku tidak bisa."

"Baiklah,"jawab Hans sedih sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana. "Masuklah, aku akan mengantarmu pulang."

"Aku tidak akan menyerah, my Angie,"janjinya dalam hati.

Bersambung...