Kedua tangan Aaron mengepal di kedua sisi tubuhnya, mendengar suara pria menelpon mengatakan akan menunggu Angie. Aaron cemburu dan marah besar.
Ting.. Pintu lift terbuka.
"Pak, saya pulang dulu."
Aaron mendengar Angie pamit dan langsung masuk dalam lift. Aaron menatap nanar pintu lift yang tertutup itu. Aaron berjalan berbalik arah dan mendekati jendela kaca. Dari jendela ini, Aaron dapat melihat Angie masuk ke mobil pria bule itu, yang diparkir di halaman depan lobi.
"Apa Angie benar-benar berkencan dengannya?"geramnya memukul tembok dan dahinya dibenturkan pada kaca jendela. "Brengsek."
Dengan langkah gontai, Aaron menuju area parkir dan mengambil mobil. "Sial,"umpatnya sambil memukul setir mobil. "Aku sudah sering mengatakan padanya jika aku tertarik padanya, tapi dia seakan tidak peduli padaku,"rutuknya sambil membuka kancing kerah kemeja dan mengendurkan dasinya. "Apa dia sedang mempermainkan ku?"
Kemudian dinyalakan mesin mobilnya dan menatap tajam ke depan. Sudah diputuskan. Aaron akan bertanya langsung. Aaron menginjak gas dan mobil itu langsung melesat cepat, meninggalkan parkiran kantor.
Aaron memarkir mobil di satu blok sebelah, lalu berjalan menuju rumah Angie. Senja telah turun menjadi malam. Aaron masuk ke teras rumah Angie dan mengambil tempat tersembunyi menunggu Angie datang.
Duduk lama dan berdiam diri membuat emosi Aaron mereda. "Apa yang harus aku tanyakan? Apa aku pantas bertanya sedang aku tidak punya status selain rekan kerja,"keluhnya seorang diri. "Lalu apa yang sebenarnya aku lakukan disini?"
Lampu sorot mobil yang sekilas menyorot mengenai matanya, membuyarkan lamunan nya. Ada sebuah mobil berhenti di depan pagar rumah Angie. Aaron berdiri dan menyipitkan mata, memperhatikan mobil itu.
Rasanya hampir satu abad berlalu, sebelum akhirnya pintu mobil terbuka dan keluarlah seseorang dari dalam mobil.
"Angie..,"gumam Aaron geram, kedua tangan nya terkepal erat.
Angie melambaikan tangan dan menunggu mobil itu hingga melaju pergi. Dengan menghela nafas, Angie berbalik dan berjalan pelan menuju rumah. Kaki Angie hendak menaiki tangga teras saat lengan nya tiba-tiba ditarik oleh seseorang dan tubuhnya dihempaskan cukup keras ke dinding samping rumah yang gelap.
"Aduuuhhh,"seru Angie tertahan.
Matanya terbelalak mendapati Aaron yang menyergap nya dan menutup mulut nya dengan telapak tangan.
"Apa yang kamu lakukan disini?"pekik Angie tertahan. Jantung nya nyaris copot akibat ulah Aaron. Ditarik lepas tangan Aaron yang menutupi mulutnya. "Kupikir aku diculik penjahat."
Aaron menatap Angie dengan menahan marah. Aaron memukul dinding dengan telapak tangan dan mengurung Angie dengan tubuhnya. Hanya sesenti jarak antara tubuh Aaron dan tubuh Angie.
"Pergi kemana sampai pulang selarut ini?"desak pria itu dengan mata menyala marah.
Angie terdiam dan tertegun mengamati wajah Aaron yang tegang. Rambutnya berantakan, kening nya berkerut, matanya seakan ingin melahap Angie bulat-bulat, dan bibirnya merapat menahan emosi.
"Kurasa itu bukan urusan bapak." Jawaban menghindar Angie membuat Aaron bertambah marah.
"Apa kamu berhubungan serius dengan pria bule itu? Aku perhatikan kalian berdua begitu mesra,"ucap Aaron sinis dan pelan namun berbahaya.
"Pak, sekarang sudah malam, lebih baik bapak pulang saja,"jawab Angie yang malas membalas pertanyaan tidak penting itu. "Tidak baik dilihat orang."
"Jawab saja pertanyaanku!"bentak Aaron geram. Angie dapat merasakan hembusan napas Aaron yang hangat di wajahnya. Aaron menghimpit Angie dengan tubuhnya, mendesak nya hingga merapat ke dinding. "Apa kamu berkencan dengannya?"
"Ti..tidak. Aku tidak berkencan dengan Hans." Angie mulai merasa gugup dan takut melihat sisi Aaron yang gelap, seperti pemangsa yang sedang mengintai buruannya.
"Bohong. Kamu bohong, Angie,"tuduh Aaron tetap dengan suara rendah, membuat Angie semakin meringkuk takut. "Dan.. Hans.. huh!! Mesra sekali kamu memanggilnya. Dia kekasihmu kan?"
"Dia bukan kekasihku." Angie berusaha mendorong dada Aaron dengan kedua tangannya. "Biarkan aku pergi."
Aaron menangkap kedua tangan Angie dan menariknya ke samping kepala Angie serta menahannya disana. Angie tidak bisa berkutik.
"Pak, kumohon jangan begini. Lepaskan aku,"rintih Angie takut. Pergelangan tangan nya sakit karena benturan ke tembok dan juga karena cengkraman Aaron yang kuat.
"Apa kamu tidak menyukaiku? Apa kekurangan ku dibanding pria itu? Kenapa kamu berkencan dengan orang lain?" Aaron menatap tajam mata Angie, mencari kebohongan dan kejujuran disana.
"Sudah kubilang, aku tidak berkencan." Angie mendapati dirinya terbanting lagi ke dinding karena Aaron mengguncang tubuhnya dengan marah.
Tiba-tiba saja bibir Aaron menyambar bibir Angie dengan rakus. Aaron melumat bibir Angie dengan brutal, menerobos masuk dan melilitkan lidah nya ke lidah Angie. Bibir Angie terasa perih tergores gigi Aaron. Angie tidak bisa bergerak karena tangan ditahan Aaron, hanya bisa meronta-ronta.
"Balas ciumanku,"perintahnya marah.
"Hmpt.. hmp.. eng.." Angie kehabisan nafas. Aaron tidak melepaskan bibir Angie sedetik pun. Angie tidak punya pilihan selain membalas ciuman Aaron. Angie kewalahan mengimbangi ciuman Aaron yang bernafsu.
Tangan Aaron melepaskan cengkraman nya di pergelangan Angie dan berpindah memegang kuat kedua sisi kepala Angie. Gairah dan amarah nya yang tersulut, harus segera diredakan.
"Hah.. hah.. hah.."
Keduanya terengah-engah saat Aaron akhirnya melepaskan ciumannya. Aaron memandang Angie yang berantakan. Rambut yang acak-acakan, mata sembab, dan bibir yang bengkak.
Aaron mundur selangkah. Tangan nya kembali bersandar pada dinding di samping kepala Angie terkulai lelah. Amarahnya pun sudah menguap digantikan dengan perasan lelah.
"Maafkan aku Angie,"sesal Aaron sambil mengusap wajah dengan tangannya yang lain. "Aku cemburu kamu dekat dengan pria itu,"kata Aaron lirih sambil mengangkat kepala dan memandang Angie yang masih terlihat shock.
Aaron memiringkan kepalanya lagi dan ingin mengecup bibir Angie yang bengkak. Namun Angie memalingkan wajahnya sehingga bibir Aaron hanya mengenai pipinya.
"Hentikan pak,"isak Angie sambil mengusap kasar bulir air matanya yang turun deras.
Melihat Angie yang terisak, Aaron meraih tubuh Angie yang gemetar dan mendekap nya erat. Mengelus punggung nya dan mengayun-ayun menghibur Angie.
"Lepaskan aku."
Aaron melepaskan pelukan nya namun tidak menjauhkan tubuhnya dari Angie. Diletakkan dahi nya pada dahi Angie. "Aku menyukaimu Angie. Kenapa kau tidak peduli padaku?"desak nya lirih.
"Jangan begini. Ingat, bapak sudah punya Lisa." Hati Angie sakit saat mengatakannya. "Aku tidak mau merusak hubungan orang lain."
Angie mendorong Aaron menjauh dan keluar dari kungkungan Aaron. Angie menggeleng dan mengulurkan tangan mencegah saat Aaron berusaha mendekat.
"Angie, Lisa tidak berarti bagiku,"bantahnya lirih.
Angie menggeleng sedih. "Pulanglah Aaron. Hiduplah baik-baik dengan Lisa. Jangan usik aku lagi."
"Tapi.."
"Kita hanya rekan kerja. Tidak lebih."
"Angie.."
Cklek... Blam...
Angie masuk ke dalam rumah dan menutup pintu, meninggalkan Aaron yang mengerang frustasi.
Bersambung...