Angie sudah menjadi pemeran utama wanita drama terbaru di kantor selama satu minggu. Si wanita yang biasanya datang ke kantor sendiri, kini ada seorang pria bule yang keren dan tampan bahkan murah senyum, yang membukakan pintu mobil untuknya di depan pintu lobi. Kemudian meniupkan ciuman jauh sebelum kembali ke mobil dan pergi. Sungguh membuat meleleh orang yang melihatnya.
Dan pria bule yang keren nan tampan menurut versi orang kantor adalah Hans. Dia memaksa untuk mengantar jemput Angie setiap hari. Dan setiap pagi, sebelum berangkat kerja, selalu terjadi perang dunia antara Hans dan si kembar. Seperti hari ini.
"Om bule, mamaku bisa berangkat sendiri, kenapa om repot-repot menjemput kemari?"desak Andre jengkel melihat Hans duduk santai di atas kap mobil nya yang terparkir di depan rumah mereka.
Hans yang sedang memainkan ponsel nya hanya melirik sekilas ke arah Andre lalu kembali fokus ke ponsel nya. "Cih, aku seorang playboy harus bertengkar setiap hari dengan bocah, sungguh melukai harga diriku,"rutuknya dalam hati.
"Please deh om, mama bukan anak TK yang diantar dan dijemput tiap hari. Om, juga bukan pacar mama. Kalau om begini terus, nanti mamaku tidak laku-laku."
"Kalau begitu, om akan jadi pacar mamamu."
"Tidak mau. Aku tidak sudi om jadi pacar mama. Lagian om bukan tipe pria kesukaan mama."
"Oya? Seperti apa tipe pria yang disukai mamamu?"tanya nya penasaran.
"Yang pasti bukan om."
Cup.. Andre menoleh ke arah mamanya yang mencium pipinya dari sebelah kiri yang kemudian merangkul nya.
"Jangan berisik di depan rumah. Didengar orang, tidak baik. Mama akan mencari cara agar om bule tidak mengantar jemput lagi,"bisik Angie di telinganya sambil menarik Andre menjauh dari Hans.
Drama yang kejar tayang setiap pagi, benar-benar menguras tenaga dan emosi. Itu baru Andre. Jika Andrew yang menghadapi Hans, lain lagi ceritanya. Kejadian kemarin pagi, Hans datang menjemput dan duduk menunggu di teras. Andrew yang menerima kedatangan Hans, ikut duduk di sebelah om bule itu.
Lima menit..
Sepuluh menit... berlalu
Lima belas menit pun berlalu
Hening.. diam.. sunyi.. senyap..
Krik-krik-krik..
Tidak seperti Andre yang berisik, dengan Andrew, Hans harus mengalami yang namanya perang dingin. Tatapan matanya tajam sanggup membuat ayam jantan bertelur. Hans yang ditatap mata dingin Andrew, membuatnya menggigil dan merinding dan berdiri semua bulu di sekujur tubuhnya. Angie yang mengintip dari jendela, tergelak pelan melihat Hans yang mengalihkan pandangan terus menerus, tidak sanggup membalas tatapan Andrew.
Urusan sore hari juga sama ribetnya. Saat menjemput, Hans selalu duduk manis menunggu waktu pulang Angie di sofa lobi kantor. Angie keluar dari lift dan mendapati Hans dikelilingi lima rekan kerjanya yang genit. Dua duduk mengapit di kanan kiri Hans. Satu duduk di meja kopi hingga lutut Hans bersinggungan dengan lutut wanita yang memakai rok pendek itu. Dua lainnya bersandar di belakang kursi dan membungkuk di atas bahu Hans. Dari kejauhan pun, Angie bisa melihat keduanya sengaja menyentuhkan dadanya yang penuh melimpah ke pundak Hans.
"Dasar genit,"umpat Angie. Lalu seolah tersadar dengan apa yang dikatakannya, Angie menepuk keningnya. "Aku seperti pacar yang cemburu saja,"omel Angie pada dirinya sendiri, saat melihat Hans yang dikerumuni wanita genit setiap kali menjemputnya. "Dasar pria, mata keranjang semua."
Suasana romantis yang mengelilinginya, sungguh membuat Angie kesal. Tiap hari selalu saja ada wanita kurang kerjaan yang mampir ke mejanya dengan berbagai macam alasan yang konyol bahkan tidak masuk akal. Tujuannya hanya satu, mencari informasi siapa pria bule yang sempurna itu.
Dan saat Angie berkata bahwa Hans hanya seorang teman, mereka langsung mengatai Angie yang tidak-tidak. Mulai dari wanita yang tidak punya mata, bodoh, idiot, tidak punya selera bagus soal pria dan masih banyak lagi.
Kini Angie sedang melotot kesal pada gerombolan wanita yang mengerumuni nya di toilet. "Mulai hari ini, jika ada yang bertanya lagi soal Hans, aku akan memukulnya dengan alat pel ini,"ucap Angie geram sambil mengangkat alat kebersihan yang sebelum nya sudah diraihnya. "Mengerti?"
Tiga wanita di hadapan Angie, kompak langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya sambil menggeleng-gelengkan kepala, yang kemudian segera berganti mengangguk-anggukkan kepala. Ketiganya saling melirik. "Pertanyaan terakhir ya Angie. Boleh minta nomer kontak Hans?"
Pertanyaan yang diajukan dengan cepat itu membuat kepala Angie berasap tebal dan langsung mengayunkan alat pel yang masih dipegangnya ke arah ketiganya.
"Kyaaaa.. "
"Jangan Angie."
"Sudah kubilang kalau aku akan memukul jika ada yang bertanya lagi."
"Letakkan alat itu Angie, bahaya,"teriak salah satunya sambil memegang kepalanya dengan panik. "Ayo keluar semua."
"Kyaaaa.."
Angie mengejar ketiganya hingga keluar pintu toilet sambil mengacungkan alat pel itu. Gerakan Angie terhenti di pintu masuk toilet wanita saat berpapasan dengan Aaron yang baru saja keluar dari toilet pria. Dirinya diam bengong melihat Angie yang keluar dari toilet sambil membawa alat pel.
"Pak Aaroon.. kyaaaa..."
"Selamatkan kami, pak."
Aaron bingung melihat tiga wanita yang bersembunyi di belakang punggungnya. "Kenapa mereka?"tanyanya pada Angie yang menatap tajam ke arah belakang Aaron.
"Kalian ini..,"geram Angie membanting alat kebersihan itu ke tembok. "Pergi kalian semua."
Aaron mengangkat alis melihat ketiga rekan kerja wanitanya lari kabur menghindari Angie. "Kenapa hari ini kamu galak sekali?"komentarnya menjajari Angie dan berjalan kembali ke ruang legal.
"Jangan tanya,"sembur Angie kesal.
"Soal pria bule itu?"tanya Aaron cuek. "Aduuuuh,"keluhnya melolong setelah kakinya yang hanya terbalut kaos kaki hitam dan sandal jepit, diinjak keras oleh sepatu hak tinggi Angie. Aaron langsung bersandar pada tembok sambil mengangkat kakinya yang berdenyut-denyut. "Kamu kasar, Angie."
"Siapa suruh bapak tanya macam-macam?"
"Loh, aku kan cuma bertanya satu macam saja, Angie. Kenapa kamu marah?" Aaron bertanya dengan nada ringan, padahal dalam hatinya menggerutu sebal dengan adanya gosip bahwa Angie diantar jemput seorang pria bule yang tampan dan murah senyum.
"Bapak mau kuinjak lagi kaki satunya?" Aaron menggeleng cepat dan bergeser menjauhi Angie. "Bertanya sekali lagi soal Hans, besok bapak tidak akan bisa berjalan,"ancam Angie geram sambil membuka pintu legal dan membantingnya.
----------
Hari ini sama seperti dua tiga hari yang lalu, Angie makan siang sendirian di kafe dekat kantor. Kafe yang dulu dimana Angie pernah makan siang bersama Aaron. Angie menghindari makan siang di kantin. Tidak masalah jika harus makan siang sendirian. Terlalu banyak gosip tidak baik untuk hati dan telinga.
"Halo Hans, sore ini tidak usah menjemput. Aku ada lembur,"kata Angie di ponselnya saat makan siang.
"Tidak masalah. Jam berapa pun aku tunggu."
"Dengar Hans, aku tidak mau merepotkan. Aku bisa pulang sendiri."
"Tidak merepotkan my Angie. Seperti yang aku bilang, aku tidak ada pekerjaan sekarang dan aku senang berteman denganmu."
"Tapi.."
"Aku akan menjemputmu lebih lambat dari biasanya. Jam enam sore tepat, aku sudah stand by disana. See you, honey."
Klik. Sambungan terputus.
Bersambung...