Waktu berlalu begitu cepat, sudah satu minggu setelah rapat bangsawan di adakan. Semua orang mulai ribut akan keputusan Kaisar yang begitu tiba-tiba, sudah beberapa kali mereka menolak untuk menerima kenyataan bahwa si kembar akan mendapatkan hak mereka.
Padahal selama ini mereka bisa menekan hal itu tapi hanya karena pertemuan yang hancur seminggu lalu semuanya berakhir. Tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan, jelas faksi dari Putra Mahkota harus menerima fakta ini dengan lapang dada.
Dan mereka juga harus bisa menerima jika nantinya si kembar akan bertarung tahta dengan Putra Mahkota. Semua keputusan ada di tangan Kaisar dan mereka tidak bisa mengubah hal itu begitu saja. Tapi bukan berarti Duke Lawton akan menyerah begitu saja.
Posisinya jelas akan tersingkirkan jika Putra Mahkota kalah dalam pertarungan tahta. Dia bukannya tidak percaya dengan Putra Mahkota tapi mengingat apa yang sudah di lakukan si kembar membuatnya takut. Takut jika mimpi buruk itu datang padanya.
Manik merah mudanya menujukkan sebuah kemarahan menatap ke arah pria yang berdiri diam di hadapannya. Pria itu terlihat kaku dengan raut wajah datar menatap tepat ke arah Duke Lawton. Anak berumur dua belas tahun itu sudah tidak tertarik dengan apa pun yang akan di lakukan Duke Lawton.
Ingatan soal ucapan Rimonda membuatnya sadar sekarang, dia jelas paham apa yang di maksud si kembar. Walau dia adalah anak dari keluarga yang hancur tapi dia tetaplah dia yang tidak mau di manfaatkan untuk hal tidak berguna. Wajah Duke mengeras melempar sebuah buku dan mengenai dahi pria itu.
"Kau sangat tidak berguna..!!"
Nafas Duke mulai terengah-engah, dia jelas sangat marah sampai emosinya tidak bisa dia sembunyikan lagi. Apalagi rapat yang terjadi seminggu lalu, rapat yang sangat buruk dengan kabar yang sangat buruk pula.
Maniknya menatap tajam ke arah Dion yang masih diam di tempatnya. Dahi Dion terluka dengan darah yang mengalir melewati sebelah matanya. Manik Dion berkedip beberapa kali mencoba menghiraukan rasa sakit di dahinya. Dia tidak boleh terlihat lemah sekarang karena dia adalah seorang pria.
"Apakah Tuan kecewa?"
Dion berucap pelan menatap ke arah Duke yang terlihat makin kesal "apa kau tidak tau situasimu sekarang..!!"
Dion terdiam, dia jelas tau situasi yang dia hadapi sekarang sangat buruk tapi dia tidak bisa terus menjadi boneka pria di hadapannya ini. Mungkin dia terlalu bodoh karena begitu percaya dengan orang ini, jelas sekali jika keluarga Duke akan hancur sebentar lagi.
Si kembar sudah mengetahui semua apa yang Duke Lawton lakukan, jadi tidak ada alasan untuknya mempercayai apa yang akan Duke Lawton lakukan. Dia hanya perlu meninggalkan pria tua itu dan hidup dengan baik nantinya. Apalagi si kembar bukanlah anak biasa, seperti yang di katakan oleh Duke sendiri.
Mereka seperti sebuah pedang yang tertutupi sarung, jika sarung itu terlepas maka mereka akan menusuk siapa saja yang menghalangi jalan mereka. Itulah yang di lihat Dion dari pertemuan dengan si kembar, dan dia tidak mau menjadi korban dari mereka berdua.
"Saya tau bahwa anda membawa saya karena ingin menjadikan saya penerus keluarga ini tapi apa anda tau bahwa saya lebih tidak menyukai hal itu, saya ingin bebas tanpa ada tali pengekangan yang ada ikatkan pada saya. Saya hanyalah sebuah alat untuk anda dan saya menolak menjadi alat itu"
Dion mengatakannya, dia jelas mengatakan semua yang ada di pikirannya sekarang. Semua rasa sakitnya dia katakan tanpa peduli jika dia akan mati sekarang, jika hal itu terjadi maka rumor tentang Duke Lawton yang membunuh keponakannya sendiri akan membuat nama keluarga Duke akan tercemar.
Jelas hal itu sangat bagus dan entah kenapa dia menantikan hari di mana keluarga ini hancur. Entah itu karena si kembar atau karena kebodohan dan ketamakan Duke sendiri.
"Kau ingin mati!!"
Sebuah kursi terlempar mengenai tubuh Dion yang langsung terhuyung ke belakang. Maniknya berkedip mencoba menyesuaikan rasa sakit di tubuhnya yang terasa ngilu. Duke Lawton bergerak mencengkram bahu Dion yang meringis merasakan rasa sakit di bahunya.
Maniknya menatap tajam ke arah Duke Lawton dengan pandangan merendahkan, dia bukan orang lemah yang bisa dengan mudah di bunuh begitu saja. Dan Dion langsung tertawa menatap mengejek ke rah Duke Lawton.
"Kau..!!" Duke langsung menampar pipi Dion tanpa pikir panjang.
Dion bisa merasakan darah mengalir di sudut bibirnya, sepertinya tamparan Duke cukup kuat. Dion bangkit dengan tubuh yang mulai terhuyung, Dion masih tertawa dan dia langsung mencengkram kerah Duke Lawton yang terkejut sekarang.
"Apa sekarang anda berniat menujukkan taring anda? Sepertinya anda melupakan sebuah fakta bahwa nama anda akan hancur setelah aku mati!!"
Duke Lawton terdiam dengan nafas memburu, dia jelas sudah melewati batas tapi dia tidak akan membiarkan satu anak kecil menghentikan semua rencanannya. Rencana yang sangat sempurna untuk bisa menguasi seluruh Kekaisaran, dia jelas sudah melakukan semuanya.
Tapi kenapa sekarang dia harus merasakan perasaan takut, perasaan yang begitu menjijikkan. Dia berteriak membanting tubuh Dion yang langsung terlempar mengenai sebuah sofa di sana. Sepertinya semuanya sudah selesai sekarang, atau tidak sama sekali. Entah dia juga tidak tau apa yang akan terjadi padanya setelah ini.
Pintu terbuka memperlihatkan seorang gadis yang tidak percaya akan apa yang baru saja dia lihat "ayah..! Dion..!!"
Gadis itu berlari menuju ke arah Dion yang sudah di ambang batasnya, Dion tersenyum kecil menatap manik merah muda Giselle yang khawatir padanya. Hubungan saudara sepupu yang ada di antara mereka hanyalah sebuah status saja selama ini. Tapi Dion tidak pernah menyangka bahwa Giselle akan khawatir padanya.
Selama ini keduanya selalu bersikap tidak peduli dan hanya menyapa di saat penting saja, hanya itu yang Dion ingat tapi sekarang dia melihat Giselle khawatir padanya. Apakah sepupu cantiknya itu tengah mengkhawatirkan dirinya atau hanya tengah terkejut saja, apa pun itu dia tidak peduli.
"Ayah!! Apa yang ayah lakukan?!"
Duke langsung mendekati Giselle yang jelas terkejut akan apa yang dia lihat saat ini. Tubuh sepupunya yang terluka parah dan ayahnya yang marah besar "Giselle, kau harus menjadi Ratu. Kau ingat itu kau harus menjadi Ratu di Kekaisaran ini, karena kau salah satu-satunya harapan ayah"
Giselle sepertinya tau apa yang terjadi tapi dia tidak percaya bahwa ayannya tidak mengjelaskan semuanya dan mengalihkan pembicaraan seperti ini. Gila!! Apakah ayahnya memang seperti ini, ayah yang dia hormati sejak kecil itu bertindak seperti seorang psikopat.