Sekarang ini, Hadasa sedang berada di dalam posisi yang sulit. Ia duduk di suatu kursi menghadap seseorang yang misterius dan berbadan besar yang duduk tepat di depannya.
"Baiklah, ini adalah cerita yang lumayan panjang. Jadi, biarkan aku menceritakan kronologinya padamu sekarang..."
...Terlihat jika Hadasa sedang membersihkan wajahnya menggunakan air yang berasal dari keran air yang sepertinya milik dari seseorang yang tinggal di tempat itu.
Ia lalu mengangkat tangan kanannya dan menunjuk dirinya sendiri dengan jempolnya bersama dengan senyumannya.
Tapi dari kejauhan, seseorang menghampirinya. Seorang pria berbadan besar yang sepertinya adalah orang yang memiliki keran air yang baru saja dipakai oleh Hadasa.
Hadasa lalu menunjukkan wajah kebingungan, sederhananya mungkin seperti wajah seorang pria yang polos saat ditanyai, "Kapan nikah?" yah, mungkin tidak seperti itu juga. Tapi yah mirip-mirip lah.
"Siapa?"
Dengan wajah bingungnya, Hadasa bertanya pada pria berbadan besar yang sedang melihatnya tersebut.
"Siapa? Mbahmu! Harusnya aku yang berkata seperti itu."
Seorang pria berbadan besar menghampirinya dengan wajah yang sepertinya menunjukkan kemarahan.
"O--orang ini kelihatannya sedang marah, entah karena apa penyebabnya. Apa mungkin karena aku memakai keran air miliknya tanpa seizin-nya? Yah, air itu memang mahal sih, aku juga pasti akan marah jika seseorang yang tak kukenal memakai air milikku tanpa seizin-ku."
Karena merasa takut dengan hal apa yang akan terjadi selanjutnya jika ia tetap berada di sana, Hadasa lalu membuat langkah mundur.
Sederhananya, mungkin Hadasa mundur sekitar dua langkah setengah.
"Ga--gawat, sepertinya orang-orang yang ada di dunia lain ini memiliki karakteristik yang sangat keras kepala. Semoga saja aku tidak akan diperas olehnya."
Begitulah pikirnya. Tapi Hadasa, sepertinya dirimu salah akan beberapa poin yang ada.
Menatap dengan tajam ke-arah Hadasa, pria itu lalu maju satu langkah mendekat ke Hadasa.
Reflek karena hal itu, Hadasa pun ikut mundur satu langkah ke belakang.
Setelah melangkah mendekat ke Hadasa, pria itu lalu terlihat sedikit terkejut. Ia lalu melihat ke sekitar tubuh Hadasa ( maksudnya lihat dari atas ke bawah gitu ).
"Hoi bang ( saya sebenarnya bingung cara pemanggilan orang yang tidak dikenal itu bagaimana, jadi ya nikmati saja hasil pikiran saya )."
Pria itu memanggil Hadasa, Hadasa pun terlihat sedikit terkejut karena hal itu.
"A--apa?"
Sedikit gugup dalam membalas panggilan pria itu, Hadasa membalasnya dengan wajah yang kurang meyakinkan.
Mengangkat tangan kanannya dan menunjuk ke arah belakang, pria itu lalu mengatakan sesuatu.
"Kemarilah, ikuti aku."
Mendengar perkataan pria berbadan besar itu, Hadasa sontak kaget karenanya. Jauh di didalam otaknya ia berpikir,
"Apa maksudnya, kemarilah? Apa mungkin jika aku menurutinya, mungkin aku akan dibawa ke suatu tempat penjualan budak. Lalu akan dijual untuk menjadi salah satu budak di sana, tapi dikarenakan aku hanya manusia biasa, tidak sempurna, dan ada salah, namun dihatiku hanya satu. Sebentar, bukankah itu lagu? Tidak-tidak, ini bukanlah waktunya untuk bercanda. Oke mari lanjut, dikarenakan aku hanyalah manusia normal, aku lalu dijual dengan harga yang murah. Tapi dikarenakan hal itu juga yang adalah seorang manusia yang normal, tidak ada orang yang akan membeliku. Kemudian, karena aku terlalu lama berada di sana, akhirnya aku terkena suatu penyakit yang aneh dan penyakit itu akan membuatku mati dalam suatu jangka waktu. Namun, saat aku berada di dalam kondisi yang sekarat, aku akan dibeli oleh seseorang yang baik, mungkin dia adalah pahlawan atau semacamnya, akan lebih baik jika ia adalah seorang perempuan. Singkat cerita ia lalu menyembuhkan-ku dari penyakit yang berbahaya dengan kekuatannya yang spesial. Pada awalnya aku akan menurut padanya, namun ia akan berkata....--------------------."
"---------------KEPANJANGAN WOIII!!!!"
Pria itu memotong perkataan Hadasa, dengan sigap ia lalu membenarkan hal yang sepertinya disalah pahami oleh Hadasa.
"Aku tidak akan melakukan hal itu, maka dari itu, ikutlah saja. Ayo cepat!"
"Ba--bagaimana dia bisa tahu apa yang sedang kupikirkan, jangan-jangan telepati?!"
"Telepati mbahmu, suara hatimu keluar tahu."
"Ti--tidak, ada kemungkinan jika paman ini sedang berbohong."
Menyuruh Hadasa untuk mengikutinya menuju suatu tempat, Hadasa pun akhirnya mengikutinya karena sepertinya ia tidak punya pilihan lain.
Berjalan menuju suatu tempat dari tempat keran air yang sedang ia pakai, Hadasa lalu berjalan mengikuti pria itu.
""Ma--maaf, sebenarnya kita mau kemana? Apakah masih jauh?"
Menanyakan hal itu, Hadasa lalu berjalan lebih mendekat ke pria itu.
"Oh, iya masih jauh."
Pria itu pun menjawab perkataannya, merasa tidak puas akan jawabannya, Hadasa pun bertanya kembali padanya.
"Se--sejauh apa?"
Dengan cepat pria itu lalu menjawab, "Jaaaaauuuuuuuuuuuuhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh.....--"
"Ke--kelihatannya sangat jauh sekali."
"--uuuuuuuuuuhhhhhhhhhhhhhhhhh, PAKAI HELEM."
Mendengar jawaban dari pria itu, Hadasa pun terdiam. Ia lalu berhenti berjalan dan berdiam diri di tempat.
Perlahan-lahan sedikit getaran muncul dari tubuhnya, dengan wajah menghadap ke bawah ia lalu berteriak dengan keras,
"KAU NGAJAK RIBUT SIALAN?!"
Menarik baju pria itu dengan tangan kanannya, dengan wajah galaknya Hadasa memaki-makinya dengan kata-kata yang sepertinya harus di sensor.
Sepertinya kita tidak harus menunjukkan kata-kata yang ia sebutkan, nah mari kita lanjut saja.
"Te--tenang-tenang, tempatnya tidak jauh kok. Kita hanya perlu berjalan ke depan sana."
Menenangkan Hadasa dengan menunjuk arah tujuan mereka yang sebenarnya, pria itu lalu menunjuk ke arah bagian depan bangunan dari keran air yang baru saja Hadasa pakai.
"Ka--..."
"Ka?"
"KALAU BEGITU KENAPA DARI TADI KITA JALAN JAUH-JAUH SIALAN?!"
Meneriaki pria berbadan besar itu tanpa memedulikan jika pria itu lebih kuat darinya, Hadasa dengan cepat kembali menarik bagian leher baju nya dengan lebih keras.
"Sudah-sudah tenanglah."
Menenangkan orang yang baru saja memakai propertinya dan memarahinya, pria itu sepertinya memiliki alasan karena melakukan hal itu.
"AKU TIDAK PEDULI JIKA KAU ADALAH ORANG PENTING, AYO KITA BERANTEM SEKARANG."
Mengatakan hal itu dengan percaya diri, Hadasa lalu menaikkan kedua lengan bajunya satu persatu.
Masih merasa marah karena hal sebelumnya, Hadasa lalu maju mendekat ke arah wajah pria berbadan besar itu dengan wajah kemarahannya.
Ia lalu mundur beberapa langkah dengan cepat, dengan kedua kakinya Hadasa lalu membuat pose petinju dan melakukan pose-pose petinju yang pernah ia tonton sebelumnya.
"AYO MAJULAH, BEGINI-BEGINI AKU TAHU GERAKAN-GERAKAN BROCK LESNAR LOH!"
Meninju udara dengan tangan kirinya, ia lalu melompat-lompat sambil memasang pose tangan seorang petinju.
"Sepertinya aku salah ya..."
"APA?! KAU AKHIRNYA MAU BERTARUNG YA?! AKU MEMANG BELUM PERNAH TAWURAN, TAPI MENURUTKU AKU ADALAH PETARUNX YANG HANDAL LOH! AYO MAJULAH UNDERTAKER!"
Dengan cepat, bahkan belum lewat 3 detik Hadasa langsung melesat ke arah pria berbadan besar itu dengan tinjunya yang ia arahkan tepat ke wajah prua itu.
"Atas nama dari penggemar Smackdown atau biasa dibilang sebagai WWE entah apalah itu, kau akan dihukum!!! TERIMALAH INI, PENALTI PUNCH!"
Mengarahkan tinjunya ke pria berbadan besar itu, dengan mudah pria berbadan besar itu menahan pukulan Hadasa dengan satu tangannya.
Hadasa yang terkejut akan hal itu lalu mengarahkan pandangannya kebawah dan langsung berubah menjadi diam seketika begitu saja.
mengarahkan pandangannya kebawah, pria berbadan besar itu lalu menunjukkan wajah seperti ayah yang merasa tenang, pria itu lalu mendekat ke Hadasa dan menaruh tangannya ke pundak Hadasa.
"Sudah kubilang, ikuti saja aku. Oke?"
Menyadari jika pria itu menaruh tangannya ke pundaknya yang lemah. Entah karena apa, tiba-tiba saja Hadasa terlihat sangat tenang seperti sebuah api yang tiba-tiba dipadamkan dengan air.
Sederhananya mungkin seperti orang yang sedang marah-marah, tiba-tiba saja menjadi tenang karena menerima kabar yang sangat baik
Yah sebenarnya, ini bukan dikarenakan pria berbadan besar itu memiliki kekuatan misterius atau semacamnya. Sebenarnya Hadasa hanya takut saja dengan pria itu, maka dari itu ia langsung menurut dan diam seketika.
Karena bingung akan hal yang baru saja terjadi, dengan spontan Hadasa pun membalas perkataannya.
"O--oke."
"Nah, begitu dong dari tadi."
Pria itu pun lalu kembali berjalan, dengan Hadasa yang mengikutinya dari belakang.
Mengikuti pria itu dari belakang, Hadasa masih merasa bingung dengan hal yang baru saja terjadi. Ia lalu mengangkat tangan kanannya dan melihat-lihatinya sambil memasang wajah kebingungan, ia pun berpikir,
"Apa yang baru saja terjadi? Padahal emosiku tadi sedang tidak terkendali, tapi tiba-tiba saja...apa mungkin..."
"Hoi, suara hatimu bocor lagi."
Mendengar perkataan pria berbadan besar itu, dengan cepat Hadasa langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
Hadasa lalu mengarahkan pandangannya pada pria itu, menatapnya dengan tajam dan mengenggam tangannya dengan erat.
Merasa jika suasananya sudah tidak terlalu canggung, Hadasa lalu mendekat ke pria itu dan berkata,
"Hei paman, asal kau tahu saja...aku ini lagi bokek loh."
Mengutarakan pendapat jika ia tidak punya uang agar dirinya bisa bisa lolos dan pergi dari paman itu, Hadasa lalu mendekati paman itu.
"Sudahlah, ikuti saja aku."
Mendengar jawaban yang mirip dengan sebelumnya, kali ini Hadasa benar-benar berpikir jika,
"Se--SEPERTINYA AKU BENAR-BENAR AKAN DIJUAL!"
Mengeluarkan air mata dengan kedua matanya, tangisan lalu membanjiri kedua wajahnya.
Paman berbadan besar yang menyadari jika Hadasa bertingkah aneh pun langsung menenangkannya kembali.
"Wo--woi, bukankah sudah kubilang kalau aku ini bukan orang yang seperti itu?"
To Be Continued