Pria berbadan besar itu lalu mengulung-gulungi perban pada wajah Hadasa hingga hampir menutupi seluruh wajahnya.
Hadasa hanya diam menatap wajah pria berbadan besar itu dengan pandangan tidak enak.
"Hoi Paman. Sekali lagi, aku hanya ingin memastikan hal ini. Apa kau sengaja melakukan ini?"
Setelah mengatakan itu Hadasa dan Paman itu pun diam tidak mengatakan apa-apa.
Setelah beberapa saat berlalu, Paman itu pun mengatakan sesuatu sambil tertawa kecil.
"...Bicara apa kau ini bocah, tentu saja tidak...tahu..."
Mendengar balasan dari Paman itu, Hadasa pun ikut tertawa dengannya.
"...Be--benar juga ya..."
Setelah pembicaraan ini selesai mereka pun tertawa puas bersama-sama sampai...
"Nah kalau begitu biarkan aku melanjutkannya ya!"
Melanjutkan hal yang belum selesai, Paman itu lalu kembali menggulungkan wajah Hadasa dengan perban sampai menutupi seluruh wajahnya sambil tertawa lepas.
"Hahahaha...."
Mengetahui hal itu Hadasa pun langsung berdiri dan menarik baju Pria berbadan besar itu dengan tangan kanannya sambil mengatakan sesuatu dengan nada kecil.
"...Sudah kuduga kau memang sengaja kan...?"
Menyadari jika ada sesuatu yang salah Paman itu lalu memalingkan wajahnya kebelakang dan kembali mengatakan sesuatu maaf pada Hadasa.
"...Maaf, sebenarnya aku memang dengan sengaja melakukannya."
Mendengar perkataan Paman itu, Hadasa lalu menarik tangannya dari baju Paman itu.
Setelah itu mereka pun kembali duduk bersama di kursinya masing-masing.
"...Jadi langsung saja, kita belum memperkenalkan diri masing-masing kan? Namaku Keris, dan namamu?"
Memberitahukan namanya pada Hadasa untuk saling berkenalan, Keris lalu menjulurkan tangannya pada Hadasa untuk menunjukkan jika sekarang merupakan waktunya untuk Hadasa memperkenalkan dirinya.
"Cuma itu saja? Daripada itu Aku lebih tertarik pada gadis kecil yang dari tadi melototiku. Hoi gadis kecil. Kemarilah, aku sudah sadar kok."
Menyadari jika ada seorang gadis yang memperhatikannya, Hadasa lalu mempertanyai keberadaan gadis itu.
Seorang gadis yang dari tadi memperhatikan Hadasa pun keluar dari persembunyiannya, gadis kecil itu terlihat memiliki rambut berwarna hitam di tengah-tengah rambutnya dengan bagian sekitarnya yang dicat berwarna kuning dengan sebuah antena berwarna kuning yang mengarah kebawah. Gadis kecil itu juga memiliki kedua mata berwarna kuning dengan pakaian khas ala-ala dunia lain dengan tinggi kurang lebih 150cm.
Note: Rambut Ahoge
Gadis kecil itu lalu keluar dari persembunyian dan memperkenalkan dirinya.
"...Ma--maaf atas ketidaksopanannya. Namaku Yoruka, maaf karena dari tadi Aku melototimu!"
Memperkenalkan dirinya dengan ciri khas ala-ala Dandere, gadis itu lalu mengatakan namanya dengan nada kecil.
Mendengar perkataan Yoruka, Hadasa lalu terlihat diam tidak menjawab seperti orang yang kelihatannya tidak terlalu peduli. Meskipun terlihat seperti itu, sebenarnya Hadasa sedang berpikir jika: "...Ga--gawat, ada gadis cantik, ada gadis cantik mau lewat...! Te--tenanglah diriku, tenanglah! Meskipun ia adalah gadis cantik, tapi kalau dilihat-lihat lagi, aku rasa dia masih belum cukup umur!"
Melototi Yoruka dengan matanya yang hampir keluar dari tempatnya dengan wajah yang aneh, Hadasa tidak mengatakan apa-apa.
"A--ano, bisakah kamu mengatakan sesuatu? Kalau hanya Aku yang berbicara, Aku...merasa sedikit malu."
Mengatakan hal itu dengan wajah malu-malu, Yoruka lalu terlihat memegang-megangi dadanya yang...itu.
Hadasa yang mendengar dan melihat perkataan Yoruka itu lalu terlihat seperti sedang kesakitan. Ia lalu memegang-megangi dadanya dimana di sanalah posisi jantungnya berada.
Jauh di dalam pikirannya, Hadasa sekarang ini pun sedang mensucikan pikirannya: "...Te--tenanglah diriku! Dia masih anak smp, dia masih anak smp, tidak...apa jangan-jangan dia masih duduk di sekolah dasar...?! Kalau memang benar begitu...kalau memang benar begitu..."
Setelah mensucikan pikirannya, Hadasa pun lalu mendekati Yoruka sambil memasang 'Gay Face' nya di depan Yoruka.
"Hai Yoruka, perkenalkan...namaku adalah Hadasa Haato..."
"Ha--Hadasa Haato?"
"Ya benar! Hadasa Haato. Kau bisa memanggilku Hadasa."
Menatap mata satu sama lain pada waktu yang lumayan lama, Hadasa lalu memalingkan wajahnya kebelakang dan membuat pose memegang pistol di tangannya sambil memasang 'Gay Face'.
Menyadari jika membalas perkataan Yoruka dengan cepat akan membuat dirinya tidak memikirkan hal-hal yang membuatnya jauh dari surga, Hadasa lalu meminta maaf pada Tuhan atas perbuatannya itu: "Tolong maafkan aku ya Tuhan!"
Beberapa menit kemudian...
"Jadi Hadasa, apa yang sebenarnya kau lakukan sebelumnya?"
"Aku dipalak oleh beberapa preman di sekitaran gang sana. Aku pikir meskipun aku sudah memberikan barang-barang yang kupunya, mereka akan tetap meminta yang lebih sampai aku akhirnya berakhir dengan dipukuli masa, maka dari itu aku menyerang mereka terlebih dahulu untuk mencegah hal itu terjadi. Yah...kalau dipikir-pikir lagi tindakanku itu wajar-wajar saja...aku yang merasa sudah menang dari mereka menjadi sombong dan lengah, dikarenakan hal itu akupun terkena pukulan salah satu preman itu dan berakhir seperti ini."
Mengatakan kejadian yang berlalu sebelumnya, Hadasa mengatakannya seperti seseorang yang menyesal akan sesuatu dengan wajah yang menghadap ke kedua tangannya yang sedang ia mainkan.
"Begitu...yah kalau aku ada diposisi-mu mungkin saja aku akan melakukan hal yang sama.."
Bersimpati pada Hadasa, Paman berbadan besar itu lalu menundukkan kepalanya karena perihatin dengannya.
Mendengar perkataan Paman berbadan besar itu, Hadasa lalu mengarahkan pandangannya padanya.
Paman itu lalu berjalan ke arahnya dan menaruh tangan kanannya pada kepala Hadasa.
"Dengar ya bocah, menurutku tidak semua hal bisa diselesaikan dengan kekerasan. Maka dari itu, mungkin seharusnya kau bisa bicara baik-baik dengan mereka...meskipun aku bilang seperti ini bukan berarti jika kau bisa bicara baik-baik dengan semua orang. Terkadang...kekerasan dibutuhkan dalam sesuatu."
Mendengar perkataan Paman berbadan besar itu, Hadasa lalu menyingkirkan tangan Paman itu dengan tangannya.
Ia lalu pergi mengambil kantung plastik miliknya yang berisi makanan yang ia taruh di suatu meja di warung Paman itu.
"...Aku rasa sudah cukup ceramahnya...hoi Paman, apa kau punya air panas?"
Mengeluarkan 2 buah bungkus Lop Mie dari kantung plastiknya, ia lalu menaruhnya ke meja yang ada di sana dan mengajak Yoruka dan Paman berbadan besar itu untuk makan sejenak.
Mereka pun lalu memasak Lop Mie itu dan memakan beberapa makanan yang ada di kantung plastik Hadasa itu.
"Hoi bocah, makanan macam apa ini?"
"Ngomong-ngomong Yoruka, kamu ini sebenarnya siapa? Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Tidak sopan berkata seperti itu tahu, aku ini adalah...-"
"--Heh?! Kamu anak Pria berotot ini?!"
"...Hoi kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?"
Begitulah beberapa potongan pembicaraan mereka.
Singkat cerita mereka pun akhirnya selesai makan.
Paman berbadan besar itu kini sedang berada di dalam rumahnya, dan di sana hanya tertinggal Hadasa dan Yoruka saja.
Hadasa lalu terlihat diam dengan kedua tangan yang merapat ke bawah tubuhnya, di dalam keadaan seperti itu ia lalu berpikir: "...Wa--Wadaw!!! Aku ditinggal berdua dengan seorang perempuan cakep...! Yah, meskipun dia sepertinya masih di bawah umur sih."
Karena takut jika hubungan mereka akan jauh karena hanya berdiam diri saja, Hadasa pun memulai pembicaraan duluan.
"...Hei Yoruka, apa kamu tidak takut dengan Pria berbadan besar itu? Bisa-bisa saja kamu dimakan olehnya loh!"
Berkata seperti itu sambil mengangkat kedua tangannya keatas mendekatinya, Hadasa berusaha untuk menakut-nakuti Yoruka.
"Tidak boleh seperti itu tahu...meskipun ayah terlihat menyeramkan seperti itu, tapi beliau tetaplah ayahku."
Mendengar balasan dari Yoruka yang seperti itu, Hadasa lalu berpikir jauh dari dalam lubuk hatinya seperti ini: "...Ce--cewek idaman...! A--apa ini?! Iyah dia mengakui jika Pria berbadan besar itu menyeramkan sih, tapi apa-apaan ini?! Ce--cewek idaman telah muncul...muncul...muncul..."
Untuk mengalihkan dirinya dari perbuatan hal tabu, Hadasa lalu menaruh tangannya pada sakunya seperti sedang mengambil sesuatu dari saku celananya sambil bergumam: "Tenanglah diriku...tenanglah diriku..."
Tanpa ia sadari, ternyata ia telah mengambil sebuah pil yang berbentuk bulat dan berwarna ungu gelap yang ia dapat dari seorang Nenek Peramal sebelumnya.
"...Ini kan?"
Menaruh pil yang berbentuk bulat itu pada tangan kanannya, ia lalu memperhatikan pil itu dengan kedua matanya dengan seksama.
Yoruka yang melihat Hadasa sepertinya sedang melakukan sesuatu lalu bertanya padanya.
"Haato, benda apa itu?"
Menunjuk pil yang ada di tangan Hadasa dengan tangannya yang mulus itu, Yoruka lalu mendekat padanya.
"Ah ini? Aku sebenarnya juga tidak terlalu tahu. Tapi hal yang bisa kukatakan adalah...benda ini benar-benar mencurigakan, sebuah pil yang berwarna ungu dan berbentuk bulat yang diberi oleh seorang peramal tanpa sebab. Bagaimana itu bisa tidak mencurigakan?"
Menghela nafas saat mengatakannya, Hadasa lalu melihati sekujur bagian pil itu sampai ujung-ujungnya. Anehnya ia tidak berhasil menemukan apapun dari pil itu.
Tidak berhasil menemukan apapun dari pil itu, Hadasa lalu terlihat kecewa akan hal itu.
"Kalau dipikir-pikir lagi...kurasa ini hanya obat pil biasa."
Yoruka yang mengatakan itu dengan santainya lalu semakin membuat Hadasa semakin berada di dalam kekecewaan.
"...Tidak, masih ada satu cara lagi!"
Mendengar perkataan Hadasa yang tidak pantang menyerah, Yoruka lalu semakin bingung mengenai hal apa yang harus ia lakukan dalam situasi ini.
Karena merasa tidak ada pilihan lain lagi selain memakan pil itu secara langsung, Hadasa dengan cepat langsung memakan pil itu.
"Tu--tunggu Haato!"
Hadasa yang dengan cepat langsung menelan pil itu ke dalam tenggorokannya, lalu langsung diam seketika seperti tidak ada efek yang menimpanya.
"Apa...apa kamu tidak apa-apa?!"
Mengkhawatirkan Hadasa yang baru saja bertindak nekat, Yoruka lalu mendekat pada Hadasa untuk mengecek kondisinya.
Yoruka yang mendekat pada Hadasa lalu melihat sekujur tubuh Hadasa untuk memastikan jika tidak terjadi apa-apa padanya.
"....Ti--tidak terjadi apa-apa ya..."
Namun tiba-tiba saja, Hadasa langsung batuk-batuk tidak jelas sampai-sampai ia jatuh dari kursi yang ia duduki.
Hadasa yang batuk-batuk tidak jelas itu lalu terlihat menutup mulutnya dengan salah satu tangannya, ia lalu menjauh dari Yoruka dan menghadapkan dirinya pada dinding agar tidak bisa dilihat oleh Yoruka.
Yoruka yang kaget akan hal itu lalu langsung mendekat ke bagian belakang Hadasa dengan cepat.
"...Ha--Haato?"
Menepuk punggung Hadasa dengan pelan, perlahan-lahan Hadasa lalu berputar ke arah Yoruka.
Mengetahui hal itu, Yoruka semakin takut dan bingung dengan keadaan yang sedang terjadi.
Lalu tiba-tiba saja, Hadasa...
"...Tapi boong...HAHAY" LOL
Yoruka yang mendengar perkataan Hadasa itu lalu terlihat lega karena Hadasa ternyata baik-baik saja, ia lalu mundur dan kembali menuju ke kursi yang ia duduki sebelumnya.
"...Kamu buat aku khawatir tahu...ya ampun..."
Mengetahui hal itu, Hadasa lalu terlihat kebingugan akan situasi yang terjadi, jauh dalam pikirannya ia lalu berpikir: "...Apa-apaan ini? Kenapa dia tidak marah seperti karakter-karakter perempuan yang ada di dalam video games?"
Setelah itu Hadasa pun mulai berjalan kembali menuju kursi untuk duduk, tapi...
...Tiba-tiba saja Hadasa menghentikan langkahnya, wajahnya lalu terlihat panik akan sesuatu.
Ia lalu berjalan mendekat menuju Yoruka dan memegang pundaknya dengan erat sambil berkata: "...Hoi Yoruka, toilet...dimana toilet terdekat dari sini...?"
Yoruka yang kaget akan hal itu pun bingung, dikarenakan sebenarnya ayahnya sedang memakai toilet yang ada di tokonya.
"...A--anu...toiletnya sedang dipakai..."
Mendengar hal itu, wajah Hadasa lalu semakin terlihat buruk, ia lalu semakin menguatkan pegangan tangannya pada pundak Yoruka.
"...Ka--kamu terlalu kuat..."
Kaget akan hal itu, Yoruka lalu langsung melepaskan pegangan tangan Hadasa dengan cepat dan pergi menjauh darinya menuju suatu pintu yang ada di sana.
"...Tu--tunggu sebentar yah!"
Mengetahui hal itu, Hadasa yang semakin tak tahan lalu berdiri dari kursi sambil memegangi perutnya.
"...Ga--gawat...bisa-bisa keluar nih!"
To Be Continued