Chapter 7 - Perubahan

Hadasa dan paman berbadan besar itu lalu sampai ke suatu toko yang sepertinya adalah milik dari paman tersebut, pria berbadan besar itu pun lalu berbalik dan mengatakan suatu hal,

"Kita sudah sampai. Nah, masuklah."

Mengarahkan tangan kanannya ke arah tokoh tersebut, paman itu lalu menunjukkan toko miliknya dan menyuruh Hadasa untuk masuk.

"Ini adalah toko-ku, aku menjual berbagai hal di sini. Kalau kau ingin membeli sesuatu, datang saja ke sini."

Paman itu berpose seperti orang-orang yang ada di iklan televisi, bahkan lengkap dengan tulisan-tulisan yang sangat banyak berada di dekat-nya.

Hadasa yang mendengar-nya lalu menunjukkan wajah kesal sambil mengatakan suatu hal,

"Hey Paman, asal kau tahu saja aku ini tidak punya uang loh..."

Mengatakan hal itu sambil menghela nafas-nya, Hadasa lalu kembali mengatakan sesuatu yang sepertinya akan menyakiti hati seseorang yang lembut.

"...Singkatnya tempat ini seperti Minimarket kan?"

Berbicara kembali sambil mengangkat tangan kiri-nya yang sedang membawa kantung plastik, Hadasa mengatakan suatu hal yang sepertinya membuat paman berbadan besar itu terkejut.

Paman berbadan besar yang sebelumnya selalu membalas perkataan Hadasa itu tiba-tiba saja diam, diam bergeming tidak membalas perkataan yang tertuju padanya.

Sederhananya mungkin paman itu terlihat seperti orang yang menyadari suatu hal yang janggal dan memikirkan-nya sendiri dalam kepalanya.

Menyadari hal tersebut, Hadasa lalu ikut terdiam sambil memikirkan kemungkinan-kemungkinan di masa depan yang akan terjadi padanya karena mengatakan hal tersebut.

"...A--apa jangan-jangan aku tidak boleh mengatakan hal itu?! Tidak-tidak, tidak mungkin karena mengatakan hal sesederhana seperti itu bisa memicu plot berbahaya dalam cerita. Yah itu benar, tidak mungkin plot berbahaya akan muncul hanya karena membicarakan hal-hal yang tidak penting seperti Minimarket."

Melipat kedua tangannya di dada, Hadasa berusaha menenangkan dirinya dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.

Namun, dirinya kembali menyadari suatu hal yang menganggu pikirannya.

Ia lalu memegang dagunya dengan tangan kanannya dan berpikir mengenai hal yang baru saja ia sadari dengan jelas.

"...Ti--tidak, biasanya hal-hal sederhanalah yang akan membuat sebuah konflik dalam cerita menjadi lebih tegang...a--apa jangan-jangan dia adalah Raja Iblis? Dia datang lebih dulu menghampiriku disaat aku masih "Bebek" untuk mengalahkan-ku lebih dulu disaat aku masih belum bisa apa-apa? Be--benar-benar curang...tidak, mungkin saja hal seperti ini sudah biasa bagi orang-orang yang sudah dipanggil ke dunia lain. Kalau hal itu benar-benar akan terjadi...se--sepertinya aku telah memicu konflik yang sepertinya sangat berbahaya! Ba--bagaimana ini, bagaimana ini? Te--tenanglah diriku, dinginkan kepalamu, dinginkan kepalamu. Untuk memikirkan hal selanjutnya, aku harus mendengarkan perkataan Paman ini dengan seksama karena biasanya hal-hal kecil-lah yang akan memicu suatu konflik."

Menyadari suatu hal dengan jelas, Hadasa lalu melihat ke arah wajah paman itu. Dengan seksama ia memperhatikan wajah Paman itu yang sepertinya akan mengatakan sesuatu jika dilihat dari wajahnya.

"I--ini dia. Perhatikan baik-baik! Jangan sampai melewatkan satu kata pun."

Paman berbadan besar itu lalu terlihat seperti mengeluarkan sebuah aura dari tubuhnya, mungkin seperti aura-aura kegelapan yang mirip seperti Komik Bola Naga.

Mulut paman itu sedikit bergerak, menandakan jika ia akan segera berbicara. Matanya terlihat tertutupi oleh bayangan-bayangan, benar-benar terlihat seperti aura sang Last Boss.

"...Ke--."

Mengatakan satu kata misterius "Ke" sebenarnya apa yang ingin dikatakan paman tersebut? Hadasa yang mendengar hal itu lalu kembali berpikir untuk mencari kemungkinan-kemungkinan yang berbeda.

"Ke? Apa maksudnya? Hah?! Apa jangan-jangan dia ingin mengaktifkan kekuatannya dengan semacam mantra yang akan menghangusbumi-kan satu desa ini?

Berspekulasi kembali mengenai hal tersebut, perlahan-lahan terlihat beberapa keringat di wajah Hadasa.

"...--Keren sekali kata-katamu yah bocah. Aku bahkan sampai terdiam karena kata-katamu, kau tadi bilang 'Minimarket' kan? Iyah...ini adalah pertama kalinya aku mendengar kata-kata keren seperti itu..."

Mengatakan hal itu dengan wajah polosnya, paman ini sepertinya baru pertama kali mendengar kata itu. Yah mendengar kata 'Minimarket' saja seharusnya sangat asing bagi orang-orang yang ada di dunia lain, jadi tidak menutup kemungkinan bagi paman ini tidak tahu akan hal seperti itu.

Hadasa yang mendengar lanjutan dari perkataan paman itu hanya diam, diam menghadap langit di atas tanpa membalas perkataan paman itu seperti biasanya.

Sederhananya mungkin Hadasa terlihat diam dengan berbagai macam bayangan yang menutupi wajah dan bagian tubuhnya yang lain.

Mulutnya lalu terlihat ingin mengatakan sesuatu, seperti paman itu yang sebelumnya terlihat seperti Hadasa sekarang ini.

"...Ka--."

Paman berbadan besar yang mendengar Hadasa lalu membalasnya dengan santai dan tertawa seperti orang normal seperti biasanya saat sedang bersenang-senang akan suatu hal.

"Ka? Apa itu? Apa itu kata keren yang lainnya? Haha, tunjukkanlah lagi kata-kata keren seperti "Minimarket" itu."

Tertawa dan bersikap santai saat mengatakan hal itu, Hadasa yang mendengarnya tiba-tiba langsung maju mendekat ke arah paman itu lengkap dengan shadow di wajahnya.

"Kau ngajak ribut SIALAN?!"

Menarik bagian leher baju paman itu dengan tangan kanannya, Hadasa sepertinya marah akan suatu hal yang baru saja terjadi.

Menarik baju paman itu dengan wajah marah sambil mengeluarkan air mata dari wajahnya, Hadasa bergumam akan suatu hal.

"Apa-apaan Raja Iblis?! Apa-apaan kata yang sederhana akan membuat konflik besar?! Apa-apaan semua itu?!"

Menarik-narik baju paman berbadan besar itu sambil mengeluarkan air mata tangisan dari wajahnya, Hadasa meneriak-neriaki paman itu berulang-ulang.

"Apa-apaan itu? Raja Iblis, mana ada Raja Iblis yang muncul diawal cerita!!!"

"Hoi-hoi tenanglah! Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi tenanglah terlebih dahulu!"

Menenangkan Hadasa sambil berusaha mendorong Hadasa dengan lembut agar tidak menyakitinya, paman itu lalu secara tidak sengaja mendorong Hadasa dengan sangat keras.

"Sudah kubilang tenanglah terlebih dahulu!"

Hadasa pun jatuh ke tanah di jalanan desa karena terdorong paman itu dengan keras, paman berbadan besar yang menyadari hal itu pun lalu mendekati Hadasa dan berteriak meminta tolong.

"Ho--hoi apa kau baik-baik saja? Ambulan! Seseorang tolong panggilkan Ambulan!"

Paman itu lalu berteriak meminta tolong kepada orang-orang di sekitar, tapi setelah itu ia lalu menyadari suatu hal yang ia lupakan.

"Tu--tunggu, daripada meminta tolong orang, bukankah lebih baik aku angkat saja dia sendirian?"

Mengangkat Hadasa ke pundaknya hanya dengan satu tangan, ia lalu pergi masuk ke dalam toko-nya dan menaruh dua buah kursi di dekat-nya.

"Be--bertahanlah bocah cengeng!"

...Singkat cerita akhirnya Hadasa duduk di suatu kursi menghadap ke paman berbadan besar yang menyilangkan kedua tangannya di dada.

Situasi yang tegang, Hadasa yang sedang duduk itu lalu menghadap ke arah bawah untuk mengalihkan pandangannya dari paman itu sambil bergumam akan suatu hal.

"...Aku...tidak akan berpikir mengenai hal-hal aneh lagi...lain kali, aku tidak akan berpikir mengenai hal-hal aneh lagi..."

Mengatakan penyesalannya sambil menutup matanya dengan kedua tangannya, Hadasa memberitahu penyesalan-penyesalan yang ia tutupi.

"Ho--hoi kenapa kau mengatakannya dua kali?"

Melihat Hadasa yang tidak menatap wajahnya secara langsung membuat paman berbadan besar itu bingung akan hal apa yang sedang terjadi, ia pun menghela nafasnya dan mengatakan sesuatu,

"Kalau sudah begini, lebih baik kita langsung saja melakukannya ya..."

Setelah berkata seperti itu, paman berbadan besar itu pun lalu berbalik dan berjalan menuju ke suatu pintu di tokonya.

Hadasa yang menyadari jika paman itu sepertinya ingin menagih biaya uang karena sudah memakai keran air miliknya tanpa seizin-nya dengan cepat langsung membalas perkataan paman berbadan besar itu.

"Hoi Paman sudah kubilang jika aku tidak punya uang kan?"

Meluruskan segala hal dan mencoba agar membuat dirinya tidak bersalah, Hadasa melakukan hal itu. Tapi sepertinya paman berbadan besar itu tidak mendengar perkataan Hadasa dan pergi meninggalkannya.

Hadasa yang menyadari jika paman itu meninggalkannya tanpa mendengarkan perkataannya sama sekali merasa kecewa akan hal itu.

Mengarahkan pandangannya ke bawah, ia lalu menyesali semua hal yang telah ia perbuat sambil menyalahkan hal-hal yang ada di dunia ini.

"Semua orang sama saja, tidak di dunia lain maupun dunia asalku. Mereka yang memiliki hak tidak akan mendengarkan orang yang berada di bawah, beberapa orang mungkin seperti itu. Tidak ada yang akan berubah meski sudah berada di dunia lain sekalipun. Ya, semuanya masih sama saja."

Berpikir mengenai dunia, hal yang sangat luas. Mungkin saja Hadasa tidak pantas untuk memikirkannya sendiri.

Namun tiba-tiba saja wajah Hadasa terasa hangat, sepertinya hal ini dikarenakan sentuhan dari seseorang.

Ternyata paman berbadan besar itulah yang menyentuhnya, meskipun bukan dengan tangannya. paman itu menggunakan kapas dan menaruhnya di wajah Hadasa yang penuh dengan luka untuk mengobatinya.

"Kau ini habis dirundung kan?"

Menanyakan hal itu pada Hadasa, paman berbadan besar itu sepertinya bersimpati padanya. Sebenarnya paman itu bukan ingin menagih biaya atas pemakaian air-nya melainkan ia sebenarnya ingin mengobati seorang anak remaja yang telah dirundung.

Hadasa yang menyadari hal itu lalu mengarahkan pandangannya pada pria berbadan besar itu, ia lalu tersenyum dan memikirkan suatu hal yang sangat penting yang ada di dunia ini.

"...Ya...tidak peduli itu dunia lain ataupun dunia asalku sekalipun, kasih sayang tetaplah masih sama. Semua orang pasti setidaknya merasakan kasih sayang semasa hidupnya, meskipun hal-hal buruk itu tidak berubah, pasti hal-hal baik juga tidak berubah,

"Benar seperti lagunya, 'Kasih Sayang Ibu Sepanjang Masa' yah meskipun dia bukanlah seorang Ibu, dia hanyalah seorang pria berbadan besar berotot yang aneh, misterius dan sering membuatku salah paham. Yah, aku baru saja bertemu dengannya sih. Setidaknya ada satu hal yang bisa kupastikan, orang-orang tidak berubah, semuanya masih sama saja."

To Be Continued