Lelucon kecil itu membuat Ai Zhiyi sedikit lebih rileks. Tadinya ia ingin berpura-pura cemberut, namun gagal seolah hatinya baru saja ditaklukkan, sehingga membuat kedua pipinya memanas. Jadi, agar Chu Weixu tidak memergokinya tersipu malu, Ai Zhiyi hanya bisa tersenyum diam-diam dan kembali memakan supnya dengan tenang. Chu Weixu memang paling tahu bagaimana cara menggodanya.
Begitu mereka selesai, Ai Zhiyi membereskan meja, sementara Chu Weixu mencuci peralatan makan mereka. Setelah itu, barulah mereka duduk di ruang tengah sebelum turun untuk menyiapkan bahan di rumah teh dan membukanya untuk pelanggan.
Rumah mereka tidak begitu luas, namun itu sudah lebih dari cukup untuk mereka berdua. Ada satu ruang tengah, satu ruang tamu, satu kamar tidur dengan kamar mandi, dan dapur, semuanya memiliki luas sederhana dengan gaya minimalis, dan dibeli atas nama mereka berdua, menggunakan uang jerih payah yang mereka kumpulkan selama hampir lima tahun, di mana mereka melakukan banyak pekerjaan kasar dengan membanting tulang mulai pagi hingga malam, hanya untuk menjanggal perut mereka yang kelaparan dan menyisihkan sebagian besarnya sebagai tabungan.
Waktu itu mereka berbagi nasi dalam satu mangkuk dan sangat jarang memakan daging. Walaupun Chu Xinian diam-diam memberi uang kepada Ai Zhiyi, pada akhirnya Chu Weixu mengetahuinya dan mengembalikan semuanya.
Jika orang-orang melihat kehidupan mereka sekarang, dan kemudian mendengar bagaimana perjuangan mereka untuk bertahan hidup di masa lalu, orang-orang yang tidak benar-benar mengenal mereka akan tidak menyangka atau bahkan menganggap mereka membual.
Akan tetapi, Ai Zhiyi dan Chu Weixu tidak pernah peduli apakah orang-orang akan mempercayai mereka atau tidak sama sekali. Bagi mereka, orang-orang tidak perlu tahu untuk merasa kasihan dan tidak perlu membahas masa lalu yang memang sulit dipercayai dengan hanya sekedar kata-kata.
Mereka berdualah yang merasakan bagaimana sakitnya lima tahun itu dan tahu bagaimana menderitanya mereka waktu itu. Terlebih lagi, dalam waktu lima tahun lalu adalah saat-saat paling menyakitkan bagi mereka dan membekas di tulang mereka seperti ukiran sejarah masa lalu yang kelam, yang menjadi pengingat untuk mereka hari ini.
Ai Zhiyi tersenyum begitu mengingat hal pahit di kepalanya. Sambil mengeringkan rambut Chu Weixu menggunakan handuk, ia merasa terlalu sering bernostalgia dengan masa lalu yang menyakitkan itu, tapi ia juga tidak bisa berhenti melakukannya seolah-olah diputar otomatis di kepalanya. Seberapa gigih ia berjuang untuk tidak memikirkan kenangan-kenangan itu, masa lalu seakan-akan meledakkan kepalanya, bahkan rasa pahit di hatinya seperti virus yang menggerogoti setiap sel di tubuhnya. Mustahil baginya untuk tidak mengingat semua itu.
Sementara Chu Weixu duduk di lantai, memeluk Ai Zhiyi yang duduk di sofa. Ia berbaring di atas paha Ai Zhiyi yang kurus, menikmati bagaimana Ai Zhiyi menyentuh kepalanya dengan lembut, seperti seorang anak yang sedang dimanjakan oleh ibunya. Chu Weixu merasa nyaman dalam posisi ini.
"Weixu, apa kau sudah meminum obatmu?" Ai Zhiyi bertanya dengan suara kecil.
"Belum."
"Kenapa? Pergilah meminum obatmu." Walaupun Ai Zhiyi merasa jengkel, nada suaranya masih terdengar lembut. "Tolong, berhentilah bersikap keras kepala untuk hal seperti ini. Sampai kapan aku akan terus mengingatkanmu seperti ini? Bagaimana jika saja aku tidak ada, apa kau akan meminum obatmu dengan inisiatif sendiri atau malah membiarkan dirimu begitu saja?"
Ada jeda yang lama sebelum Chu Weixu membalas dengan mengeluh, "Xiaoyi, kau tidak tau rasanya menjadi diriku, di mana kau harus meminum obat setiap hari selama seumur hidupmu. Aku hanya ingin hidup normal seperti orang-orang, tanpa ketergantungan obat. Aku lelah mengonsumsi obat-obatan itu. Lidahku sudah seakan kehilangan indera pengecapnya karena mengonsumsi obat-obatan itu selama bertahun-tahun." Chu Weixu terdiam, lalu bertanya dengan dalam, "Menurutmu, kapan aku bisa hidup normal?"
Chu Weixu membenamkan wajahnya di perut Ai Zhiyi, mengeratkan pelukannya, merasakan bagaimana dalamnya ia mengatakan kata-kata itu dengan sungguh-sungguh langsung dari lubuk hatinya.
Mendengar hal ini, Ai Zhiyi tidak bisa menahan untuk tidak memeluk Chu Weixu. Ia merasa kasih sayangnya kepada Chu Weixu bertambah dua kali lipat dan merasa iba di saat yang sama. Ai Zhiyi tahu bahwa hemofilia bukanlah sesuatu yang bisa disembuhkan sepenuhnya, tetapi ia percaya dengan sebuah keajaiban.
"Jangan pernah membandingkan sesuatu dengan kata 'normal'. Semua orang normal, hanya sikap dan keadaan yang membedakan kita dengan yang lainnya. Kata 'normal' itu terlalu kejam untuk membandingkan ketidaksempurnaan seseorang. Lagipula, bagaimanapun keadaanmu, aku akan selalu ada untukmu, jadi kau juga harus selalu ada untukku," Ai Zhiyi membalas dengan penuh kasih sayang pada nada suaranya. "Besok, aku libur dan kau juga. Aku akan menemanimu untuk melakukan terapi profilaksis di rumah sakit. Kau sudah bolos selama sebulan, Dokter Dong akan memarahimu."
Menarik napas dalam diam, Chu Weixu mengangkat wajahnya, memandang wajah Ai Zhiyi dalam waktu yang lama sebelum mengangguk setuju. Segaris senyuman tulus muncul di wajah Chu Weixu, dan merasa tersentuh di hatinya. Ia berkata, "Aku juga akan selalu ada untukmu."
Mereka saling bertatapan dalam waktu yang cukup lama, hingga Chu Weixu membuka suara, memecah keheningan yang intim di antara mereka, "Karena aku sudah menjadi anak yang patuh, bolehkah aku mendapatkan hadiah ciuman?"
Ai Zhiyi tersenyum. Ia tidak dapat menolaknya, jadi ia dengan pelan memejamkan matanya, membungkuk sedikit dan memberikan sebuah ciuman dari bibir ke bibir. Dalam keintiman yang lama tiba-tiba hancur oleh sebuah cairan basah dan amis masuk ke dalam mulut Ai Zhiyi. Dengan segera Ai Zhiyi pun membuka mata dan memisahkan bibir mereka berdua.
Chu Weixu menyadari hal itu. Ia pun segera menyeka darah di bibir Ai Zhiyi sebelum ia membersihkan darah yang keluar dari hidungnya sendiri dengan punggung tangannya.
Ai Zhiyi sudah terbiasa dengan ini, begitupun Chu Weixu. Tetapi, Ai Zhiyi tidak pernah berhenti untuk mengkhawatirkan keadaan Chu Weizu. Ia menyentuh wajah Chu Weixu dengan lembut, lalu bertanya dengan tulus, "Apa ada yang sakit?"
Chu Weizu menggenggam tangan Ai Zhiyi di wajahnya, mengaitkan jari-jari mereka, lalu menciumnya. "Tidak ada."
"Kalau begitu, pergilah meminum obat untuk menghentikan mimisanmu," sambil berkata, Ai Zhiyi mengulurkan tangan untuk meraih kotak tisu yang berada di atas meja. Ia mengeluarkan beberapa lembar tisu, lalu segera menyeka darah yang berada di sekitar hidung dan juga bibir Chu Weixu.
Perlakuan ini membuat Chu Weixu tersenyum dan merasa begitu menyayanginya. Ia berkata dengan suara berat dan dalam, "Tapi, sepertinya tidak buruk juga menderita hemofilia. Aku senang jika kau peduli denganku seperti ini."
Ai Zhiyi tersenyum. "Hei, apa yang kau katakan? Bagaimanapun juga, aku akan selalu peduli padamu. Jadi, sekarang, pergilah meminum obatmu."
Setelah kata-kata Ai Zhiyi, Chu Weixu pun segera berdiri. Ia mengambil beberapa lembar tisu untuk menahan darah yang terus menerus keluar dari hidungnya sebelum ia masuk ke kamar tidur mereka untuk mengambil obat, lalu keluar tak lama kemudian.
Ai Zhiyi duduk dengan tenang di sofa, mengamati sosok tinggi dan kekar itu dari kejauhan, seperti seorang ibu yang mengawasi anak kecilnya yang sedang meminum obat, dan tanpa sadar tersenyum. Ia selalu gembira saat Chu Weixu menuruti kata-katanya tanpa harus memaksanya terlebih dulu. Bagaimanapun juga, hal seperti ini tidak sepatutnya diperdebatkan, namun Chu Weixu bukanlah seseorang yang selalu ingin menjadi penurut secara terus menerus jika menyangkut kondisinya sendiri.