Chereads / The Scent of Life (1) / Chapter 2 - BAB 1 HATIKU ADALAH MILIKKU

Chapter 2 - BAB 1 HATIKU ADALAH MILIKKU

Pagi masih ranum, cahaya matahari bagai kuasan warna lembut. Tiga bocah hampir seumuran bermain kejar-kejaran di sebuah taman berumput. Kedua orangtua mereka tertawa bahagia melihat keceriaan ketiga anaknya sambil duduk di atas tikar piknik.

Yang tertua anak laki-laki berumur sepuluh tahun bernama Kang Min Hyuk. Yang kedua anak laki-laki berumur enam tahun bernama Kang Seo Woo, dan yang ketiga seorang gadis kecil lucu masih berumur lima tahun bernama Oh Man Se. Gadis itu anak angkat keluarga Kang.

Kedua anak laki-laki mengejar Man Se, tapi gadis kecil itu selalu mampu menghindar dengan gesit. Sampai akhirnya kedua anak laki-laki berhasil memegang ekor kuda Man Se secara bersamaan. Man Se menjerit kesakitan karena rambutnya tertarik.

"Mamaaa!"

Man Se dewasa terbangun dari mimpinya. Gadis cantik berambut hitam lurus itu bangkit dari tempat tidur, lalu melihat jam. Setelah menyalakan musik, dia menggerakkan badan sebentar, lalu ke dapur untuk menyiapkan sarapan.

Gadis itu memasak air panas di teko. Sambil menunggu air mendidih, dia pergi mandi. Ketika terdengar suara siulan dari teko menandakan air telah mendidih, dia keluar dari kamar mandi. Setelah sarapan dan meminum kopi, dia berganti baju, memakai t-shirt, celana dan jaket, tak lupa sepatu sport. Minggu pagi ini jadwalnya untuk latihan wushu dan memanah.

Terpancar aura percaya diri pada gadis itu. Lalu terdengar suara gawainya berbunyi ketika di depan pintu.

"Halo? Woo jin, Ya! Sampai ketemu di sasana," ucap Man Se menjawab telepon Woo Jin, Pelatih wushunya.

Sambil melewati halaman, Man Se menelepon Min Ji, sahabatnya. Karena tak diangkat, Man Se mengirim sebuah pesan singkat menyuruh Min Ji menyiapkan bekal makan siang untuk Woo Jin. Hari ini ulang tahun Woo Jin. Man Se tahu Min Ji tergila-gila pada Woo Jin. Dia selalu saja menempel pada Woo Jin di manapun pelatih wushunya berada, sampai kadang Woo Jin merasa risih kepada Min Ji.

***

Sesampainya di sasana, Man Se, dan Woo Jin berlatih. Saling tendang, saling pukul, menghindar, sampai akhirnya Man Se kalah, dan hilang keseimbangan. Secepat kilat Woo Jin menarik tangan Man Se agar tak terjatuh. Mata Man Se terbelalak, karena terkejut, lalu mukanya memerah. Woo Jin tiba-tiba gugup, lalu melepaskan pegangannya. Man Se malu, dan berlalu dari tempat itu. Setelah berganti baju, dia keluar gedung. Ternyata Woo Jin sudah menunggu di luar.

"Man Se ... tunggu. Aku minta maaf atas kejadian yang tadi. Akuuu ...."

Belum selesai Woo Jin berkata, Man Se langsung berhenti berjalan dan memandang Woo Jin lurus-lurus.

"Sudahlah," ucap Man Se.

Keheningan menyela, dan mereka saling pandang. Tak lama kemudian terdengar suara panggilan yang mereka kenal.

"Woo Jiiin!" teriak Min Ji.

Woo Jin yang tahu Min Ji datang langsung memutar badannya hendak kabur, tapi dia terhalang tembok di belakangnya. Dia bentur-benturkan kepalanya ke tembok merasa kesal mengapa Min Ji datang tepat ketika dia mau menyampaikan perasaannya kepada Man Se.

"Min Jiii!" panggil Man Se menyambut riang temannya itu.

Min Ji mendekat dan langsung memeluk lengan Woo Jin.

"Ayo, ikut aku," ajak Min Ji pada Woo Jin.

Muka Woo Jin agak kesal, Man Se tertawa nyengir. Mereka saling melambaikan tangan. Man Se memandang kedua sejoli itu sampai mobil mereka menghilang di tikungan. Man Se menghela napas panjang, lalu terdengar gawainya berdering. Man Se mengangkatnya.

"Ya, Kak," jawab Man Se.

"Di mana? Mampir ke apartemen, ya. Kutunggu hadiahnya," ujar laki-laki yang dipanggil kakak oleh Man Se.

"Ya," jawab Man Se lalu menutup panggilan.

Man Se tersenyum sambil membuka tasnya. Ada sebuah kado kecil di dalamnya. Sebuah dasi yang dia beli kemarin untuk hadiah ulang tahun Seo Woo.

***

Man Se berjalan ke tempat pemberhentian bus. Dilihatnya orang-orang lalu lalang. Udara musim gugur malu-malu memberikan hawa hangatnya hari ini. Sambil menunggu bus datang, pikiran Man Se menerawang jauh ketika masih anak-anak, dan saat remaja. Seiring berjalannya waktu, dia tumbuh di tengah Kang bersaudara.

Man Se bersyukur dia mempunyai orangtua angkat yang baik. Man Se tahu orangtua kandungnya meninggal, Nyonya Kang yang menceritakan hal itu kepadanya setelah lulus SMA. Ayahnya bekerja sebagai sekretaris pribadi Tuan Kang, sedangkan ibu Man Se bekerja di pabrik milik Tuan Kang. Man Se masih berumur setahun waktu itu. Pabrik mengalami kebakaran besar, karena korsleting listrik, dan ibu Man Se terjebak di dalam.

Ayah Man Se tahu kabar ini dan segera pergi menuju pabrik. Dia nekat masuk untuk menyelamatkan istrinya, padahal Tuan Kang sudah melarang. Lalu, terjadilah tragedi yang mengerikan itu. Pabrik meledak, dan memakan korban jiwa termasuk ayah, dan ibu Man Se. Kedua orangtuanya hanya mewariskan sebuah rumah dua tingkat, dan sejumlah uang dalam tabungan untuknya. Selepas SMA, Man Se pindah ke rumah orang tuanya sendiri, dan menggunakan uang warisan untuk biaya kuliah.

Bus datang membuyarkan lamunannya. Man Se naik bus ke apartemen Seo Woo. Apartemen pemuda itu tergolong mewah. Apalagi dia anak kedua pemilik Grup Kang yang bergerak di bidang fashion, hiburan, obat-obatan, dan makanan. Man Se naik lift ke lantai dua puluh lima. Sesampainya di atas, dia menyusuri lorong. Setelah sampai di depan pintu, Man Se menekan tombol kunci.

Man Se masuk ke dalam. Sebuah apartemen khas lelaki dengan warna dominan hijau zaitun. Man Se mendengar suara Seo Woo yang sedang mandi. Man Se langsung menuju dapur dan membuka lemari untuk mencari makanan, tapi dia tak menemukan apa pun. Man Se membuka kulkas dan mengambil air minum.

"Itu minumanku," ucap seseorang di dekat telinga Man Se.

Man Se terkejut, karena tiba-tiba Seo Woo sudah ada di belakangnya. Bau harum sabun mandi masih tercium segar. Man Se gugup. Dia mengangguk-angguk cepat lalu menjauh dari Seo Woo.

"Kau benar-benar mengejutkanku," ujar Man Se lalu duduk di kursi dapur, Seo Woo mengikutinya.

Dia berdiri tepat di depan Man Se. Seo Woo mendekatkan wajahnya ke wajah Man Se.

"Mana hadiah untukku?" tanya Seo Woo lembut membuat Man Se merasa terintimidasi dan gugup. Man Se merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah hadiah untuk Seo Woo.

"Terima kasih," ucap Seo Woo.

Tanpa berucap apa-apa Man Se mengangguk-anggukkan kepala. Man Se gugup, mukanya terasa panas, jantungnya berdebar, dia belum pernah sedekat ini dengan seorang laki-laki. Lalu, terdengar bunyi bel pintu. Man Se menghela napas lega, karena sudah terselamatkan oleh bunyi bel. Seo Woo meninggalkan Man Se untuk membuka pintu. Tak lama kemudian datang Seo Woo diikuti seorang laki-laki di belakangnya.Dia adalah Kang Min Hyuk, kakak angkat pertama.

"Kau di sini?" tanya pemuda itu.

"Apa kabar," sapa Man Se.

Kang Min Hyuk berjalan ke arah Man Se, dan Seo Woo masuk ke kamarnya. Min Hyuk mengambil botol minuman di tangan Man Se, lalu meminumnya sampai habis. Man Se bengong karena minuman itu bekasnya.

"Anda semakin tampan, Mr. CEO," ucap Man Se sambil memandang kakaknya.

Min Hyuk tersenyum lebar.

"Dan, kau semakin cantik, Nona Oh."

Man Se tersipu malu. Min Hyuk mencondongkan badannya ke arah Man Se.

"Akan kukalahkan kau hari ini," cetus Min Hyuk dengan muka berubah serius.

Man Se tersenyum nyengir. Hari ini mereka akan ke klub panahan. Pertandingan bulan lalu Min Hyuk kalah, dan sekarang saatnya dia balas dendam atas kekalahan kemarin.

"Yang menang kali ini boleh minta apa saja kepada yang kalah, dan yang kalah tak boleh menolak," ujar Min Hyuk.

"Benarkah?" tanya Man Se dengan percaya diri dan yakin dia pasti akan menang lagi kali ini.

Min Hyuk mengangguk yakin. Mata mereka saling beradu. Lalu keheningan sesaat itu pecah saat Seo Woo keluar kamar.

"Ayo berangkat, akan kukalahkan kalian berdua hari ini," seru Seo Woo.

Min Hyuk dan Man Se hanya nyengir. Man Se berjalan di belakang kedua pemuda itu. Dalam pandangan Man Se, sosok Min Hyuk adalah seorang lelaki dewasa dan pelindung baginya. Sejak kecil Man Se lebih suka menempel kepada Min Hyuk. Kakak pertamanya yang sering membela, dan menghibur jika ada yang menyakiti. Min Hyuk juga yang menemani Man Se belajar, dan mengantar jemput ketika masih di sekolah dasar. Bagi Man Se, dia kakak yang terbaik.

Seo Woo, bagi Man Se dia tak kalah hebat dari Min Hyuk. Seo Woo lebih sering menggoda, dan menjahilinya dibanding Min Hyuk. Keduanya membuat kagum para wanita, dan Man Se bersyukur memiliki keduanya.

Sejak Man Se tahu kalau mereka bukanlah kakak kandungnya, Man Se merasa ada sesuatu di antara mereka bertiga yang tak biasa. Min Hyuk dan Seo Woo tak lagi memandang Man Se sebagai seorang adik, tapi seorang perempuan.

Man Se tersenyum lebar dan menggandeng kedua tangan kakaknya, ketika keluar pintu gedung apartemen, sambil berkata dalam hati. "Kak, terima kasih, walau aku bukan siapa-siapa kalian pada akhirnya, kalian tetap menjagaku sampai saat ini. Aku tahu kalian sekarang tak lagi menganggapku adik seperti dulu, tapi kalian menganggapku sebagai perempuan yang kalian cintai. Tapi maaf, demi menjaga perasaan Papa dan Mama, hatiku adalah milikku, aku berhak menentukan siapa kelak pemilik hatiku."