Chereads / The Scent of Life (1) / Chapter 4 - BAB 3 DI PESTA

Chapter 4 - BAB 3 DI PESTA

Semburat saga mengantar matahari masuk ke peraduan, berganti dengan bulan, dan bintang memandang Man Se yang sudah berdandan cantik. Gadis itu sedang berdiri di balkon rumah. Baju merah membalut badannya yang sempurna, seakan Man Se lukisan hidup yang mendebarkan siapa saja yang memandangnya.

Tak lama kemudian bel berbunyi, membuyarkan lamunan Man Se yang sedang menikmati keindahan kota Seoul di awal malam.

Itu pasti kakak, pikir Man Se.

Segera dia berlari kecil, sambil mengambil mantel bulu putih dan tas tangannya. Dia bercermin sebentar, lalu membukakan pintu untuk Min Hyuk. Ada gurat kecewa di wajah Man Se saat membuka pintu, ternyata Min Ji yang datang.

"Kenapa kau terlihat kecewa seperti itu?" tanya Min Ji yang bisa membaca raut wajah Man Se.

"Min Ji," desah Man Se.

"Apa kau tak lihat SMS dari Min Hyuk? Aku disuruh menjemputmu. Dia minta maaf tak bisa menjemputmu karena Tuan Kang menyuruhnya menjemput Tuan Kim di bandara," jelas Min Ji.

Man Se diam, di pikirannya pasti Min Hyuk saat ini bersama Min Sook di bandara.

"Pasti Nenek Sihir itu sedang bersama Min Hyuk saat ini," ujar Min Ji yang seakan tahu apa yang ada dalam pikiran sahabatnya itu.

"Ayo berangkat," ajak Man Se.

Sepanjang jalan Man Se hanya diam. Min Ji sesekali meliriknya, masih dilihatnya kegelisahan di raut Man Se yang cantik.

"Tak usah dirisaukan Min Hyuk dengan siapa hari ini. Apakah sebaiknya kau ungkapkan perasaanmu pada Min Hyuk?" tanya Min Ji.

Man Se melirik Min Ji.

"Apa kau gila, akan menjadi rumor yang tak sedap apabila kami menjalin hubungan. Biarkan saja kupendam apa yang kurasakan saat ini. Aku tahu kakak juga ada rasa padaku, tapi suatu saat dia akan tahu konsekuensi rasa sukanya padaku. Dia seorang CEO sebuah perusahaan yang sukses, kupikir dia akan membutuhkan seorang yang akan menguatkan posisinya di perusahaan, bukan perempuan yang tak punya apa-apa seperti diriku," jelas Man Se.

Min Ji hanya diam dan merenungkan perkataan Man Se. Mobil merah milik Min Ji meluncur menembus udara musim gugur kota Seoul, membuat kaca mobil sedikit berembun. Sebentar lagi musim dingin. Seperti hati Man Se yang berlahan semakin berkabut, karena cintanya kepada Min Hyuk seakan tak mungkin menjadi kenyataan.

***

Seorang laki-laki tinggi dan tampan berdiri di bagian Arrival bandara Incheon. Min Hyuk, ditemani seorang sopir. Laki-laki yang berjas rapi itu mondar-mandir menunggu kedatangan seseorang, sambil sesekali melihat gawainya. Pesannya pada Man Se masih tertunda. Dia tak bisa menjemput Man Se, karena harus menyambut kedatangan Tuan Kim sebagai investor pada proyek perusahaan Grup Kang. Akhirnya dia mengirim pesan kepada Min Ji untuk menggantikannya menjemput Man Se.

Tak lama kemudian datang sebuah mobil limusin di pelataran parkir bandara. Sopir keluar, lalu membukakan pintu untuk seseorang yang duduk di belakang. Min Sook keluar dengan high heels merahnya. Bajunya elegan dan mewah. Min Sook berjalan bak sosialita, menarik perhatian orang-orang yang lalu lalang. Memang cantik, tapi cara berjalan dengan dagu diangkat menandakan dia orang yang tinggi hati. Min Hyuk melihat Min Sook datang, lalu dia membungkukkan badan, tanda menghormat.

"Kak Min Hyuk," sapa Min Sook.

Min Hyuk hanya tersenyum.

"Papa belum datang. Apakah kau sudah lama menunggu?" tanya Min Sook.

"Tidak, sekitar sepuluh menit," jawab Min Hyuk singkat.

Terdengar suara pengumuman bahwa pesawat dari Perancis sudah mendarat.

"Ah, itu pasti pesawat Tuan Kim," ujar Min Hyuk.

Mereka mendekat ke pintu Arrival, tak lama kemudian datang seorang laki-laki setengah baya berkacamata bersama beberapa orang di belakangnya.

"Papa! sambut Min Sook sambil melambaikan tangan pada ayahnya.

"Anak gadisku!" jawab Tuan Kim tersenyum cerah melihat anak gadisnya.

"Apa kabar, Tuan Kim," sapa Min Hyuk dengan hormat.

"Aah, kau pasti Kang Min Hyuk. Terima kasih sudah menjemputku. Hari ini ulang tahun Kang Seo Woo. Sudah lama aku tak melihatnya. Aku juga ingin tahu kabarnya," ujar Tuan Kim.

Min Hyuk membungkukkan badan menghormat.

"Ya Tuan Kim, mari saya antar," ujar Min Hyuk.

Mereka keluar bandara menuju kediaman Tuan Kang.

***

Mobil Min Ji telah sampai di kediaman rumah Tuan Kang. Man Se dan Min Ji turun dari mobil dan disambut oleh para pelayan. Man Se langsung berjalan ke dapur. Dia pikir pasti akan sibuk sekali di dapur, siapa tahu mereka membutuhkan bantuannya. Dilihatnya Madam Ma sedang sibuk menyuruh pelayan untuk mengantarkan makanan ke ruang makan dan menyiapkan pesta kecil di taman dekat kolam. Madam Ma melihat kedatangan Man Se.

"Ya ampun, gadis cantikku, kenapa kamu kemari?" tanya Madam Ma.

"Kupikir kalian akan membutuhkan pertolonganku," jawab Man Se.

"Aaah, sudahlah, sebaiknya Nona ke depan saja. Nona cantik sekali hari ini," ucap Madam Ma sambil mendorong-dorong Man Se keluar dapur.

Di depan pintu dapur Man Se bertemu Seo Woo.

"Aah, kau sudah datang," cetus Seo Woo gembira.

Man Se tersenyum.

"Ayo ikut aku, ada yang mau kutunjukkan padamu," ajak Seo Woo sambil menyeret tangan Man Se agar mengikutinya.

Man Se mengikuti langkah Seo Woo. Ternyata Seo Woo mengajak Man Se ke ruang kerja kakaknya.

"Traaraaa!" cetus Seo Woo sambil menunjukkan sebuah kain yang digulung.

Man Se mengernyitkan dahi.

"Apa itu?" tanya Man Se.

Seo Woo lalu membuka perlahan gulungan kain lalu membeberkannya di atas meja kerja. Seo Woo tersenyum bangga. Dalam kain tersebut terdapat sebuah lukisan yang indah. Walau terkesan kuno, tapi Man Se benar-benar takjub dengan lukisan itu. Lukisan seorang gadis cantik dengan baju zaman Goryeo berwarna putih. Tangannya memegang beberapa tangkai bunga merah.

Hati Man Se tiba-tiba berdebar, entah perasaan aneh apa yang dia rasakan. Seakan dia mengenal gadis dalam lukisan itu.

"Wow!" cetus Man Se, "Cantik sekali," pujinya lagi.

"Kakak yang memberiku lukisan ini," cerita Seo Woo, "Dia mendapatkannya ketika lelang barang antik untuk amal," lanjutnya.

Mata Man Se berbinar.

"Kau tahu, lukisan ini dilukis langsung oleh Gwangjong, raja Goryeo, jadi umurnya sudah ribuan tahun," lanjut Seo Woo.

Man Se menatap lekat-lekat gadis dalam lukisan itu.

"Tapi ... aku merasa aneh dengan lukisan ini," ujar Seo Woo lagi.

"Aneh?" tanya Man Se.

"Emm, entah kenapa aku merasa hatiku berdebar ketika memandang lukisan ini lama-lama, seakan wajah gadis ini tak asing bagiku," ujar Seo Woo dengan raut wajah penuh tanda tanya sambil memikirkan sesuatu dalam otaknya.

"Aku juga merasakan hal yang sama," sahut Man Se seakan mencoba meyakinkan Seo Woo.

Seo Woo menatap lekat-lekat lukisan itu dan mengangkatnya. Dia mendekatkan lukisan itu dekat ke wajah Man Se.

"Apakah aku tak salah lihat? Mengapa wajah gadis dalam lukisan ini mirip wajahmu?" ucap Seo Woo seakan bimbang dengan yang dia rasakan.

Man Se tertawa terbahak seakan tak percaya dengan pendapat Seo Woo yang dianggapnya tak masuk akal.

"Ayolah, kau pasti bercanda. Dia gadis zaman Goryeo, sedangkan aku gadis zaman millennium," elak Man Se.

Seo Woo hanya tertawa nyengir. Tak lama kemudian ada yang mengetuk pintu.

"Tuan Muda, acara makan malam akan dimulai, para tamu juga sudah mulai datang," ujar seorang pelayan dari luar pintu.

Seo Woo mengiyakan. Setelah meletakkan lukisan itu di meja kerja, Seo Woo menggandeng tangan Man Se keluar menuju ruang makan.

***

Mereka berdua menuruni tangga. Keluarga Kang dan para tamu sudah menunggu di meja. Tuan dan Nyonya Kang, Min Hyuk, Tuan Kim, Min Sook, Samchon Kang adik Tuan Kang bersama istrinya, Min Ji dan Woo Jin, serta beberapa tamu undangan lainnya yang memang terbatas untuk kalangan relasi Grup Kang. Seo Woo menggandeng tangan Man Se, menuju meja makan yang sudah disediakan.

Min Hyuk terpana melihat kecantikan Man Se. Gadis itu duduk berhadapan dengan Min Hyuk yang duduk dekat Min Sook. Man Se memandang Min Hyuk, yang dipandang merasa grogi lalu berdehem untuk menutupi perasaannya.

MC memulai acara. Pesta yang meriah dimulai. Setelah sambutan dari Tuan Kang dan Seo Woo yang berulang tahun, para undangan dipersilakan makan-makan dan melanjutkan pesta di taman di dekat kolam.

Man Se berjalan menuju pinggir kolam sendirian. Min Hyuk datang mendekat sambil membawakan segelas minuman.

"Maaf, aku tak bisa menjemputmu tadi," ucap Min Hyuk sambil menyodorkan minuman.

"Tak apa apa," ujar Man Se singkat sambil tersenyum.

Min Hyuk merasa grogi.

"Kenapa? Kau grogi melihatku hari ini? Apa adikmu terlihat cantik malam ini?"canda Man Se.

Min Hyuk tertawa lebar.

"Bagaimana urusanmu dengan Tuan Kim? Apakah kau berhasil meyakinkannya untuk menginvestasikan uangnya untuk proyek New Millenium?" tanya Man Se membuka obrolan.

"Aku belum berhasil meyakinkan Tuan Kim, ada yang harus dipelajari tentang syarat dan kesepakatannya," jelas Min Hyuk. Man Se mengangguk-anggukan kepala.

"Aku tahu kau pasti bisa melalui semuanya dengan lancar," ujar Man Se.

Entah darimana rasa tak enak hati tiba-tiba datang. Man Se seakan memiliki firasat yang tak baik akan terjadi. Lalu Tuan Kang datang menghampiri Min Hyuk untuk diperkenalkan pada seseorang. Min Hyuk minta izin pergi pada Man Se. Setelah Min Hyuk berlalu, datang Min Ji menghampiri.

"Eh, wajahmu berseri-seri. Aku melihat tatapan mata Kang Min Hyuk selalu tertuju padamu. Kelihatannya dia terpesona denganmu malam ini," cerocos Min Ji.

"Aku merasa pandangannya terkunci dalam pesonaku," ujar Man Se percaya diri.

Min Ji cengar-cengir melihat perkembangan hubungan sahabatnya itu. Tak lama kemudian Min Sook menghampiri mereka berdua. Seakan menjadi hantu yang menyeramkan, Min Ji langsung merapalkan mantra-mantra guna mengusir Min Sook. Tapi apalah, mantra yang dibaca Min Ji cuma sebagai penghinaan. Min Sook semakin mendekat. Man Se dan Min Sook saling pandang. Jika digambarkan dalam komik mungkin akan ada kilatan petir dari mata keduanya yang saling bertabrakan.

"Hei gadis gembel, kau terlihat mengkilat hari ini dengan kepalsuanmu. Kau seharusnya tak boleh berada di antara kami hari ini."

Min Sook mulai menusukkan kata-katanya pada Man Se. Gadis itu diam tak mau terpancing dengan provokasi Min Sook.

"Ayo, Min Ji kita pergi," ajak Man Se.

Dia lebih baik pergi daripada tersulut emosi hanya gara-gara kata-kata kotor Min Sook, tapi bukan Min Sook namanya kalau tak mengalahkan Man Se.

"Orang tak tahu malu sepertimu tak pantas mendapatkan Kak Min Hyuk. Kamu mengerti!" lanjut Min Sook menghina Man Se.

Man Se pergi berlalu, namun kaki Min Sook menjegal kakinya. Man Se kehilangan keseimbangan lalu jatuh ke kolam. Semua tamu terkejut dan menjadi heboh.

"Hohoho, memang kau hanya pantas dalam kolam kotor itu Oh Man Se!" ejek Min Sook.

Man Se gelagapan dan basah kuyup. Min Hyuk terkejut dan hendak bergerak menolong, tapi Seo Woo sudah mendahuluinya. Seo Woo melepas jas lalu berlari dan terjun ke kolam yang dingin. Man Se selamat bisa diangkat dari kolam. Dia menggigil kedinginan, bajunya basah kuyup dan alas kakinya hilang dalam kolam. Seo Woo memasangkan jasnya untuk menutupi badan Man Se yang basah kuyup.

"Kau akan mendapatkan balasannya Kim Min Sook!" Seo Woo mengutuk Min Sook sambil membawa masuk Man Se ke dalam rumah.

Min Ji juga demikian, dia mengepalkan tangannya kepada Min Sook seakan mengancamnya suatu saat akan membalas apa yang telah dia lakukan pada Man Se. Min Sook bergeming, seakan tak bersalah telah melakukannya.

Min Hyuk hanya diam terpana melihat kejadian itu, tanpa mampu berbuat apa-apa untuk orang yang ia cintai. Man Se menggigil kedinginan, hatinya juga sedih dan kecewa. Man Se bertanya-tanya dalam hati kenapa Min Hyuk diam saja ketika dia jatuh ke dalam kolam. Seo Woo mengantar Man Se masuk ke dalam rumah.

"Ya Tuhan," ucap Nyonya Kang menyambut Man Se, lalu mengantarnya ke kamar untuk mandi dan ganti baju.

***

Man Se duduk diam sambil berselimut di kamarnya yang dulu. Dia menangis sesenggukan. Hatinya terasa campur baur.

Seusai pesta, Min Hyuk berada dalam ruang kerjanya sambil memandangi lukisan gadis Goryeo. Hatinya juga merasakan debar yang sama seperti Man Se ketika memandangi lukisan itu. Min Hyuk merasakan déjavu ketika pertama kali melihat lukisan itu di tempat lelang. Dia termenung memikirkan Man Se dan merasa kecewa dengan dirinya sendiri.

Di kamar, Seo Woo merenung sambil memandang keluar jendela, dalam pikirannya juga ada Man Se. Dia mencoba mencerna perasaannya, sejak kapan dia mulai menyukai Man Se. Seakan dalam pikirannya hanya ada gadis itu.

Man Se, Min Hyuk dan Seo Woo sibuk dengan perasaan mereka masing-masing. Ketika bisikan setan merasuk jiwa hati manusia yang rapuh, maka hati akan terbang kemana pun tiupan sang Setan membawanya. Bak bola logam yang dimainkan di antara jemarinya. Perasaan manusia jadi kacau dan lebih suka memperturutkan hawa nafsu untuk mengelakkan ketidaknyamanan. Padahal semakin diperturutkan, manusia akan semakin hancur menjadi debu.