Matahari memancarkan kehangatannya pagi ini. Hari akan cukup cerah. Man Se berharap secerah itu juga harapannya.
Pagi-pagi Min Hyuk sudah mengirim SMS.
[Pagi cantik ♡]
Man Se membalas dengan simbol love saja.
[Hari ini aku ada wawancara dengan empat perusahaan yang membutuhkan seorang Desainer Grafis. Wish me luck, Kak] balas Man Se via SMS.
Min Hyuk mengirim balasan emoticon semangat untuk Man Se dan simbol love.
[Aku akan merindukanmu seharian ini. Kabari aku hasil wawancaranya ya] balas Min Hyuk.
Man Se tersenyum ceria. Dia akan merindukan Min Hyuk.
Tak lama setelah mengirim SMS kepada Man Se, Min Hyuk menelepon seseorang.
"Man Se akan ada wawancara hari ini di beberapa perusahaan. Kau tahu di mana saja?" tanya Min Hyuk kepada orang yang di diteleponnya, "Yaa ..., usahakan lobi perusahaan-perusahaan itu untuk tak menerima Man Se," lanjut Min Hyuk.
Yang ditelepon mengiyakan dan tersenyum menyeringai. Ternyata dia adalah Seo Woo. Mereka sedang membuat konspirasi untuk menggagalkan usaha Man Se mendapatkan posisi di perusahaan lain. Mereka ingin menarik Man Se bekerja di Grup Kang.
Sudah beberapa kali mereka meyakinkan Man Se untuk bekerja di perusahaan mereka tapi Man Se selalu menolak, karena tak mau dianggap nepotisme. Man Se merasa sudah cukup kebaikan keluarga Kang untuknya, dia tak mau lagi merasa terus menerus berutang budi. Man Se ingin berdiri dan bertahan dengan kedua kakinya sendiri. Kang Seo Woo sedang memikirkan strategi lalu tersenyum lebar.
***
Man Se sudah duduk dalam bus menuju perusahaan pertama yang akan mewawancarainya hari ini. Dia menggunakan setelan resmi blazer hitam dan menggunakan syal merah. Dia merasa optimis dan percaya diri. Sesampainya di halte dia turun dan berjalan kaki ke sebuah gedung perkantoran.
Sesampainya di tempat wawancara, sudah ada beberapa orang yang duduk di depan ruangan. Satu persatu dipanggil, hingga sampailah giliran Man Se. Setelah duduk dan ditanyai beberapa pertanyaan oleh pihak perusahaan, seorang laki-laki masuk ke ruang wawancara dan mendekati seorang pewawancara. Laki-laki itu membisikkan sesuatu. Yang dibisiki menganggukkan kepala. Lalu memberi tanda pada berkas Man Se.
Hasil wawancara diumumkan, berdebar-debar hati Man Se. Hasilnya, Man Se tak diterima bekerja di perusahaan tersebut. Man Se tak merasa putus asa, masih ada tiga perusahaan lagi pikirnya. Sesuai dengan janji wawancara, Man Se mendatangi perusahaan selanjutnya. Sama, dia juga ditolak. Yang ketiga juga ditolak. Begitu juga yang keempat.
Hari sudah mulai sore. Man Se merasa lelah. Dia berjalan dengan wajah kuyu dan semangatnya mulai kendor. Tiba-tiba perutnya berbunyi, rupanya dia lupa makan siang. Entah kenapa, Man Se merasa semua kompak menolak dirinya. Bahkan "cacing" diperutnya juga sedang melakukan demonstrasi menolaknya. Di langkahkan kakinya masuk ke sebuah café. Duduk lalu meletakkan kepala ke atas meja. Gawainya berbunyi, sebuah SMS masuk. Dari Seo Woo.
[Di mana?]
Dengan malas Man Se membalas.
[Déjavu Café]
Man Se mengirim emoticon orang sedang kecapekan.
Seo Woo membalas dengan emoticon tersenyum.
[Tunggu di situ]
Seo Woo tersenyum dan langsung berangkat menemui Man Se.
Man Se menyeruput tehnya, dan meletakkan kepalanya lagi ke meja. Tak lama kemudian Seo Woo datang. Melihat Man Se menelungkupkan wajah, ia mengetuk meja.
Tok tok tok...
Man Se mengangkat kepala dan melihat Seo Woo sambil tersenyum.
"Hai," sapa Man Se agak malas sambil masih meletakkan kepalanya di meja.
"Wajahmu jelek sekali seperti itu. Ada apa? Ada masalah? Kudengar kamu ada wawancara hari ini. Bagaimana hasilnya?" tanya Seo Woo, duduk di depan Man Se sambil menaruh tasnya yang berisi kamera. Man Se mengangkat kepala.
"Semua kompak menolakku! Sepertinya aku harus mencari lowongan kerja lagi," ujar Man Se.
Seo Woo tersenyum. Sebenarnya dia sudah tahu kalau Man Se ditolak di semua perusahaan. Agak kejam sih, tapi ini cara Kang bersaudara bisa menarik Man Se bekerja di perusahaan mereka.
"Kau sudah makan?" tanya Seo Woo.
Man Se menggelengkan kepala.
"Aku sedang ada pekerjaan memotret di beberapa restoran yang akan jadi partner proyek New Millenium. Kau mau bantu? Aku tahu kau suka fotografi. Fotograferku cuti sebulan ini, kau bisa menggantikannya," tawar Seo Woo.
Man Se mengangkat kepala, memancar sinar bahagia dari matanya seakan tak percaya ada pekerjaan untuknya. Dia kembali bersemangat.
"Okey, let's do it. Kapan kita mulai?" tanya Man Se dengan wajah berbinar.
"Sekarang, ayo, kita ke restoran sup daging dulu. Aku traktir kamu makan," ujar Seo Woo balas tersenyum lebar.
Strateginya berhasil. Mereka berdua keluar dari café dan naik mobil menuju restoran yang dimaksud oleh Seo Woo. Setelah makan kenyang, mereka mulai sesi pemotretan menu untuk proyek Grup Kang. Chefnya ramah. Sup dagingnya juga enak. Setelah selesai, mereka lanjut ke beberapa restoran berikutnya, Man Se kekenyangan karena mencicipi makanan.
Seo Woo bahagia melihat Man Se tersenyum kembali. Tak terasa hari sudah malam. Mereka puas dengan hasil kerja hari ini. Seo Woo meminta Man Se mengedit foto-foto yang sudah diambil. Lanjut esok ada pemotretan busana oleh beberapa model di kantor.
Seo Woo meminta Man Se tak telat datang. Man Se mengiyakan dengan semangat. Dia lupa komitmen anti nepotismenya karena terdesak ingin menghasilkan uang sendiri. Mereka berdua duduk di kursi taman, Seo Woo pamit sebentar beli minuman. Gawai Man Se berbunyi, ternyata Min Hyuk menelepon.
"Bagaimana kabarmu hari ini? Di mana?" tanya Min Hyuk.
"Aku sedang bersama Kak Seo Woo, kami melakukan sesi pemotretan," jawab Man Se.
"Bagaimana hasil wawancaramu?" tanya Min Hyuk sambil tersenyum lebar. Sebenarnya dia sudah tahu kabar Man Se ditolak beberapa perusahaan.
Raut wajah Man Se berubah murung.
"Aku gagal. Aku tak habis pikir mengapa mereka menolakku. Aku seorang yang kompeten di bidangku. Mereka pasti akan menyesal karena sudah menolakku. Huuh ... menyebalkan!" gerutu Man Se.
Min Hyuk tertawa, namun tak bersuara.
"Kau masih di kantor?" tanya Man Se.
"Ya," jawab Min Hyuk, "Aku merindukanmu," sambungnya.
Man Se tersenyum malu-malu.
"Aku juga merindukanmu," jawabnya.
Tanpa sadar ucapan itu terdengar oleh Seo Woo yang berdiri di belakang. Senyum Seo Woo menghilang. Setelah Man Se menutup telepon, dia baru sadar kalau Seo Woo berdiri di dekatnya.
"Ah, Kak,"sapa Man Se.
Seo Woo tersenyum kembali dan mendekati Man Se. Seo Woo memberikan minuman di tangannya.
"Ayo kuantar pulang," kata Seo Woo. Hatinya berkecamuk karena cemburu.
***
Keesokan paginya, Man Se dengan senyum cerah berjalan menuju halte bus. Di tangannya ada kotak bekal untuk Seo Woo. Hatinya bahagia, ini hari pertama dia bekerja dan memulai kehidupan mandirinya. Di dalam bus Man Se duduk sambil masih menyunggingkan senyum manisnya. Ada perasaan yang begitu meluapkan semangatnya. Dia berharap semoga tak ada mendung yang menggagalkan mentari hatinya yang bersinar terang hari ini.
Sesampainya di gedung kantor Grup Kang, Man Se berjalan penuh percaya diri. Matanya menyapu seluruh ruangan yang didesain mewah. Benar dia anak angkat keluarga Kang, tapi baru sekali ini seumur hidupnya masuk ke kantor ayah angkat, serta kedua kakak angkatnya.
Orang-orang berjalan keluar masuk gedung. Macam-macam dandanan dan gaya mereka. Man Se naik ke lantai atas menggunakan lift, berjubel bersama karyawan Grup Kang. Dia berjalan menuju ruang tempat Seo Woo kerja. Saat masuk, dia disambut oleh seorang perempuan yang tersenyum manis padanya.
"Nona Oh?" tanya perempuan itu.
"Ya," jawab Man Se dengan wajah manis.
"Silakan duduk di sini. Tunggu sebentar ya," ucap perempuan itu.
Perempuan itu membuatkan minuman untuknya. Tak lama kemudian Seo Woo keluar dari ruangannya, dan menyapa Man Se dengan senyum terkembang.
"Tunggu Tuan Baek, sebentar lagi dia datang. Dia bagian pengarah gaya, semoga kamu bisa mengatasi si Cerewet itu," ujar Kang Seo Woo.
Man Se mengangguk.
"Sudah sarapan?" tanya Man Se, "Nih untukmu."
"Terima kasih," jawab Seo Woo menerima kotak bekal dari Man Se dan segera membukanya. Enak, pikir Seo Woo ketika ia mulai menyicipi.
Tak lama kemudian masuk Tuan Baek beserta krunya ke dalam ruangan.
"Ya ampun, Seo Woo, mengapa kau memilih model- model yang tak terkenal untuk proyek ini?" cerocos Tuan Baek.
"Kau tahu mereka tak profesional. Akan susah sekali mengatur amatiran seperti mereka," lanjutnya lagi.
Seo Woo tersenyum.
"Sini kusuapi dulu biar mulutmu tak terus bicara," ucap Seo Woo sambil menyuapkan gimbab ke mulut Tuan Baek. Yang disuapi langsung terdiam karena mulutnya penuh makanan.
"Ini Nona Oh, fotografer pengganti. Semoga kalian bisa kerjasama dengan baik," ujar Seo Woo.
"Halo," ucap Man Se sambil sedikit membungkukkan badan.
Mata Tuan Baek terbelalak.
"Ya ampun, ini Nona Oh adik angkatmu itu? Cantik sekali dibanding para model yang ada di ruang bawah itu," puji Tuan Baek setelah makanan di mulutnya habis, "Bagaimana kalau Nona Oh saja yang kita jadikan model untuk produk New Millenium kita?" saran Tuan Baek sambil mencomot makanan dan memasukkan lagi ke dalam mulutnya.
Man Se merasa segan sambil senyum-senyum
"Aaah, jangan begitu. Kalau saya yang jadi model, siapa yang akan jadi fotografernya?" elak Man Se.
Seo Woo mengernyitkan kening, sambil berpikir itu mungkin ide bagus tapi dia tak mengutarakan apa pun yang ada dalam pikirannya. Dia akui Man Se gadis yang cantik dan fotogenik.
"Ayo, sudah waktunya pengambilan foto," ujar Seo Woo.
Mereka lalu disibukkan dengan pengambilan gambar di ruang bawah. Man Se terkagum-kagum dengan kecantikan para model dan baju-baju yang mereka pakai. Dia berusaha memberikan hasil kerja yang memuaskan untuk kesuksesan proyek ini.
Seo Woo mengamati Man Se dan yang lainnya dari pojok ruang. Seorang perempuan salah satu kru tata busana lewat di depan Seo Woo dengan membawa sederet baju-baju yang akan dipakai para model. Mata Seo Woo tertumbuk pada sebuah baju yang cantik. Sebuah baju berwarna merah. Seo Woo pikir akan cocok sekali apabila dipakai oleh Man Se.
"Tunggu," cegah Seo Woo kepada kru tata busana.
Seo Woo melihat-lihat baju yang berderet di depannya. Baju-baju musim dingin yang akan diluncurkan oleh Grup Kang dalam proyek New Millenium tahun ini. Seo Woo mengambil dua buah baju. Baju berwarna merah yang sejak awal menarik hatinya, dan hanbok berwarna putih peach yang cantik.
"Simpankan dulu sebentar ya,"perintah Seo Woo.
Sesi pemotretan selesai. Man Se dan Tuan Baek tertawa puas dengan kerja mereka hari ini. Seo Woo memanggil Man Se.
"Man Se, maukah kau kufoto? Pakai baju-baju ini," ujar Seo Woo sambil mengangsurkan baju yang dipilihnya tadi ke bagian tata busana.
Man Se terkejut tapi hatinya senang. Tuan Baek tertawa lebar dan setuju dengan ide Seo Woo untuk mengambil juga gambar Man Se. Menurut Tuan Baek sebagai orang yang sudah profesional di dunia fashion dan modelling, Man Se memiliki aura seorang putri. Sayang apabila dilewatkan.
Tuan Baek mendorong Man Se ke ruang ganti. Man Se segera didandani oleh para kru yang lain. Dia memakai baju merah musim dingin yang cantik. Seo Woo penuh semangat mengambil gambar Man Se dengan berbagai pose. Selanjutnya Man Se berganti baju hanbok warna putih peach. Rambutnya dihiasi ala Goryeo sederhana. Cantik sekali. Benar kata Tuan Baek. Man Se memiliki aura seorang putri. Pandangan mata Seo Woo terkunci dalam pesona Man Se. Ada sesuatu yang dia rasakan ketika mengambil gambar Man Se, sebuah perasaan aneh, debar-debar aneh. Seo Woo terpikat.
Tanpa mereka sadari, dari luar ruangan, Kang Min Hyuk berdiri di depan pintu yang terbuka melihat semua yang terjadi di dalam ruangan. Pandangan Min Hyuk tak lepas kepada Man Se. Min Hyuk tenggelam dalam pesona Man Se. Mukanya memerah. Lalu Sekretaris Park datang membuyarkan lamunannya. Min Hyuk merasa malu, dia berdehem untuk menutupi rasa malunya karena terpesona oleh Man Se.
Min Hyuk mengajak sekretaris Park berlalu dari situ. Dalam hatinya, tersemat debar-debar cinta. Dia tahu benih cintanya pada Man Se tumbuh dan bersemi dengan indahnya. Lalu dia mengirim SMS kepada Man Se mengajaknya makan siang nanti. Min Hyuk tersenyum bahagia, malu-malu, seakan tak ingin orang lain tahu apa yang ada di dalam hatinya. Sekretaris Park juga ikut-ikutan tersenyum melihat wajah Min Hyuk yang memerah.