Aku mengamatinya dengan seksama. Apakah aku mengenalnya? Ternyata wajah pria rupawan itu tidak ada dalam memori ku. Namun saat mengamatinya lebih seksama ada sebuah perban menempel di pelipisnya. Jangan- jangan pria ini yang terkena lemparan gelas ku tadi siang. Seketika jantung ku berdetak keras. Mengingat pesan sang polisi bahwa hanya orang inilah yang bisa membebaskan ku dari tahanan polisi.
Aku spontan terduduk. Aku harus bisa bersikap baik. Sebisa mungkin mengajukan negoisasi pada nya.
"Tuan... apakah Anda Tuan Angga Lesmana yang tadi siang terkena lemparan gelas?"
Ku coba bertanya dengan sangat hati- hati. Mencoba untuk tidak membuat nya tersinggung ataupun marah. Senyuman dingin Pria tampan di depan ku serasa mencekik jalan nafas ku. Auranya menguarkan ancaman jelas tanpa ditutup- tutupi. Meskipun wajahnya sangat ganteng mirip Al Gazhali penyanyi dan artis terkenal. Namun di mata ku saat ini lebih mirip sebagai seorang algojo. Seketika ada aliran udara dingin menyelimuti kulit ku. Membuat ku bergidig ngeri.
"Ya... kamu sengaja kan melempar gelas ke kepala ku?" Tuan Angga melemparkan pertanyaan balik ke pada ku. Rasanya seperti dapat bentakan dari Pak Komar, guru Kimia yang terkenal killer di sekolahan ku dulu.
"E... enggak Tuan. Sa... saya tidak senga... ja." Dengan susah payah kucoba menyelesaikan jawaban yang tercekat di tenggorokan ku.
"Kau bilang tidak sengaja? Aku ada bukti rekaman CCTV juga beberapa saksi yang bersama- sama dengan ku di restoran itu. Sudahlah aku tidak perlu minta penjelasan dari mu. Toh kasus ini sudah ditangani polisi. Tinggal menunggu sidang. Bahkan aku bisa percepat, dan bisa melihatmu terima vonis hukuman tiga tahun penjara."
Kata-kata pria itu bagaikan ledakan ban truck. Meskipun bukan pertama mendengarnya, tetap memberi efek kejut luar biasa. Aku hanya bisa melongo, air mata ku mengalir deras. Dalam pikiran ku sudah membayangkan bagaimana jadinya nanti kalau aku sampai di penjara.
Tanpa pikir panjang aku melompat dari ranjang. Aku segera berlutut di depannya.
"Tuan... maafkan kesalahan saya. Jangan hukum saya tuan. Bagaimana nantinya Emak dan adik- adik ku kalau sampai saya di penjara. Siapa yang cari nafkah untuk mereka. Maaf kan saya tuan... Apa pun yang tuan mau pasti akan saya lakukan asal jangan memenjarakan saya... hiks...hiks..
hiks." Aku hanya bisa menangis tanpa berani menatap tuan Angga.
"Jadi .... kamu ingin di lepaskan?" Tanya tuan Angga datar.
"Iya... Tuan... ampuni saya, lepaskan saya..." Tak henti- hentinya aku mengiba. Mengharapkan pengampunan dari tuan Angga.
"Bukan hal yang sulit melepaskan mu. Tapi kamu harus mengganti rugi semua kerugian yang aku alami: perawatan luka, operasi pemulihan luka, juga tender yang gagal ku dapatkan karena insiden ini. Kalau ditotal keseluruhannya 2,5 M. Dengan apa kamu membayar nya?"
Seketika aku mendongak menatap tuan Angga dengan tatapan tak percaya. Tuan Angga rugi sebanyak itu hanya gara- gara kena lempar gelas? Benar- benar tidak dapat ku percaya.
"Kamu pasti sedang menghitung. Kalaupun seluruh gaji mu kamu berikan pada ku, sampai mati pun kamu tidak dapat melunasinya. Iya kan?"
Tanya tuan Angga sarkas. Benar- benar kesombongan orang kaya yang membuat ku serasa di penyet sampai ke dasar bumi. Aku ingin melawan. Namun aku sadar kalau sampai aku melakukannya, bisa- bisa aku benar- benar mendekam di penjara.
"Iya tuan... maaf kan saya. Ampuni saya tuan." Rengek ku mengharap belas kasih tuan Angga.
"Aku akan melepaskan mu tapi dengan satu syarat: yaitu kapan pun aku memerlukan mu kamu harus siap!"
"A... apa maksud Tuan?" Tanya ku gamang. Jangan- jangan tuan Angga akan menjadikan ku sebagai wanita panggilan? Ya Tuhan... aku benar- benar bodoh. Bagaimana ini? Secara tidak langsung aku telah di jadikan budak nya.
"Kamu keberatan?" Tanya tuan Angga lagi.
"Ehm... apa tugas saya?" Tanya ku kebingungan memilih kata- kata yang tepat.
"Ya kerjaan wanita simpananlah. Menjadi pelakor!!! Sesuai bukan dengan profesi mu saat ini?" Tuan Angga melemparkan tatapan tajam. Bibirnya ditarik keatas membentuk seringaian mesum. Kata- kata pedas tuan Angga benar- benar mengusik harga diri ku.
"Tuan... jangan sebut aku pelakor. Aku tidak pernah merebut laki orang apa lagi jadi wanita simpanan!"
Aku menahan amarah sekuat tenaga. Setiap intonasi benar- benar ku kendalikan agar tak terdengar marah. Membuat muka ku terasa panas. Pria ini sangat kejam menuduh ku seperti itu. Kalau saja bukan demi kebebasan ku dari jeruji besi, pasti saat ini ku lempar kursi atau kalau perlu ranjang rumah sakit biar kena di kepalanya. Tujuan ku satu membuat nya amnesia. Di sinetron sering aku melihat orang yang kepentok atau terbentur kepala nya langsung lupa ingatan. Siapa tahu itu bisa berhasil ku buat pada tuan Angga. Rencana ku yang sudah mulai gila terputus oleh perkataan tuan Angga.
"Aku tahu kamu bukan pelakor. Kamu juga bukan wanita simpanan." Perkataan tuan Angga sedikit melegakan ku. Namun kata- kata nya selanjutnya sangat menggoncang ku.
"Aku tahu kamu bukan pelakor ataupun wanita simpanan. Aku juga tahu dua bulan lagi genap tiga puluh tahun. Status mu juga masih jomblo sampe sekarang. Hahahah... Jangan- jangan kamu gak laku ya?"
Hinaan tuan Angga langsung menjatuhkan harga diri ku. Mengapa dia sejahat itu mengata- ngatai ku tidak laku? Meskipun itu memang kenyataan. Tapi setidaknya tidak perlu berterus terang menghina ku. Hati ku perih, seperti tersayat sembilu dan tersiram cuka. Pedih banget.
"Aku akan menolong mu. Menjadikan mu wanita simpanan. Kamu senang kan sekarang?? Setidaknya saat kamu dekat dengan ku, secara otomatis kamu pun akan jadi terkenal. Bahkan saat engkau ku campakkan nanti akan banyak yang memungut bekas ku."
Kata- kata sarkas tuan Angga memancing emosi ku. Aku sudah tidak bisa menahan emosi ku lagi. Ingin ku lemparkan bantal di muka sombong nya. Namun ketakutan pada ancaman penjara membuat ku harus berpikir seratus kali untuk memberi perlawanan pada tuan Angga.
"Bagaimana? Mau terima tawaran ku?" Tanya tuan Angga tak sabaran.
Aku bingung banget. Bagaimana ini? Mana yang ku pilih? Kedua pilihan itu sama- sama berat. Jadi narapidana yang terpenjara di balik jeruji. Atau jadi wanita simpanan yang mungkin bisa hidup mewah tapi jadi hinaan orang seumur hidup?
Ku ambil nafas dalam- dalam, berharap supaya keputusan ku tidak akan ku sesali di masa depan. Ku kuat kan hati untuk memberikan jawaban pada tuan Angga.
Aku mengangguk. "Saya bersedia." Aku benar - benar pasrah pada nasib yang harus kuhadapi.