Chereads / Aku bukan Pelakor / Chapter 4 - Jeratan

Chapter 4 - Jeratan

'Plok....plok... plok...' tuan Angga bertepuk tangan kegirangan. Terlihat ia tersenyum memamerkan gigi- giginya yang rapi dan putih bersih. Matanya berkilat penuh kepuasan. Aku melihatnya seperti seorang pemburu yang berhasil menangkap binatang buruannya.

"Bagus... pilihan yang tepat ANARISTA, Aku akan segera mencabut laporan ku. Dan malam ini kamu bisa tidur pulas di rumah kecil kontrakan mu. Bertemu Emak Romlah, Nita dan Doni, adik- adik mu yang sangat kamu sayangi." Senyuman licik terbias dari tarikan miring bibir sexy tuan Angga. Aku mulai waspada untuk tidak meremehkannya. Bisa- bisa aku dipermainkannya jadi mangsa empuk.

"Tuan mengenal keluarga ku?" Tanya ku lirih. Aku benar- benar tidak menyangka kalau tuan Angga mengenal detail mengenai keluarga ku. Siapa sebenarnya orang di hadapan ku ini? Ia pastinya orang kaya dan sangat berpengaruh. Hingga ia dengan mudah mendapat informasi tentang keluarga ku dalam waktu singkat.

"Aku tahu segala sesuatu tentang mu. Jadi jangan main- main dengan ku. Kalau sekali saja kamu mengecewakan aku, kau akan terima balasan dari ku. Juga keluarga yang kamu sayangi pasti ikut menanggung nya."

Tuan Angga kembali menunjukkan kekuasaannya. Dan Aku yang lemah hanya bisa pasrah.

"Tanda tangani surat kontrak itu!" Tuan Angga menunjuk tumpukan kertas diatas meja.

Aku segera bangkit, memeriksa setumpuk kertas yang terbendel rapi. Aku hanya bisa mengerutkan kening melihat tebalnya kertas kontrak itu. Apa gak salah ini? Sebanyak ini?

"Tuan... tebal sekali?" Tanya ku pada tuan Angga, meminta penjelasan darinya.

"Kamu mau baca dulu?" Tanya nya menahan senyum.

"Iya tuan... bukan kah sebaiknya saya baca dulu, supaya saya tahu isinya?" Aku takut kalau- kalau surat kontrak ini isinya merugikan ku nantinya. Tapi pasti butuh waktu berjam- jam untuk membaca semua isi surat kontrak yang berjumlah hampir seratus lembar. Dan aku yakin bahasa surat kontrak itu kaku, tidak seperti novel. Pastinya perlu waktu lebih lama untuk memahami maksudnya.

"Kalau kamu mau baca dulu, Silakan bawa kembali ke sel mu! Dan kemungkinan baru bulan depan pengacaraku akan datang menemui mu." Kata Tuan Angga datar.

Aku tahu ini ancaman halus tuan Angga. Aku segera mengambil bolpoint.

"Bagian mana Tuan yang harus saya tanda tangani?" Tanya ku putus asa. Aku benar- benar tersudut tidak punya pilihan lain. Aku menanda tangani halaman demi halaman yang ditunjukkan tuan Angga. Dalam hati aku terus membatin. "Ya Allah semoga ini bukan kesalahan."

"Bagus !" Kata tuan Angga sembari mengelus kepala ku.

"Ini buat mu" nada lembut tuan Angga. Ia menyerahkan sebuah paper bag kepada ku. Aku menerimanya dengan seribu tanda tanya di kepala ku. Namun aku enggan untuk menanyakannya.

"Ubah penampilan mu! Beli baju bagus, Pergi ke salon, rawat rambut dan kulit mu yang kucel itu. Supaya saat aku memerlukan mu, kamu sudah pantas berdiri di dekat ku. Tentunya menjadi wanita simpanan Tuan Angga Lesmana harus berkelas. Supaya tidak memalukan nantinya! Pakai kartu kredit unlimited ini. Kamu bisa pakai uang ini tanpa batas. Mengerti?" Tanya tuan Angga memastikan aku memahami kata-katanya.

Aku menjawab dengan anggukan kepala. Sekalipun aku cuma office girl, aku juga pernah pakai kartu kredit. Bukan punya ku. Kartu kredit milik Sella yang dipinjamkan pada ku untuk membayar hutangnya pada ku.

"Pin nya tanggal lahir emak mu" kata Tuan Angga seringan kapas.

Kejutan demi kejutan terus dipaparkan ke hadapan ku, membuat ku semakin takut padanya. Tuan Angga benar- benar tidak bisa diremehkan. Aku benar- benar tidak menyangka kalau tuan Angga bisa sampai tahu tanggal lahir emak. Pastinya ia juga akan sangat mudah mencari ku kalau aku memutuskan untuk kabur darinya. Orang di depan ku ini benar- benar monster. Dia memberikan ku kebebasan dari jeruji besi. Tapi ia juga mengikat ku kuat- kuat dengan tali tak terlihat. Ia memberikan kebebasan yang menjerat hidup ku. Sampai kapan jeratan ini membelenggu hidup ku? Saat memikirkannya membuat hati dan fikiran ku merasa tidak nyaman. Aku hanya bisa menghela nafas berat, berusaha membuang kesesakan yang tiba- tiba menyerang ku.

"Ini gadget hanya untuk komunikasi dengan ku dan asisten ku. Sudah ku isi dengan no telephon ku dan juga nomer asisten ku Deni. Aku tidak mau ada alasan apapun saat aku menghubungi, kamu harus segera mengangkatnya. Sudah mengerti?" Tanya tuan Angga kembali memastikan.

"Ya... tuan saya mengerti" jawab ku jengah.

Tuan Angga mengangguk- angguk kan kepala. "Kalau kamu sudah paham, kamu sudah bisa pulang dengan tenang sekarang. Nanti Deni akan mengantar mu."

"Trimakasih tuan." Jawab ku asal. Hingga akhirnya ku sesali. Buat apa aku berterima kasih pada nya? Bukankah dia juga yang mendatangkan kesulitan pada ku saat ini. Tanpa menunggu balasan tuan Angga, aku segera melangkah ke luar ruang perawatan. Belum juga berhasil ku buka pintu, tuan Angga memanggil ku.

"Ana... untuk ke depannya, kamu boleh memanggil ku Darling." Aku memandangi tuan Angga. Seakan tak percaya. Bagaimana mungkin aku memanggil orang asing di depan ku ini dengan sebutan darling? Benar- benar aneh. Aku hanya mengangguk. Aku ingin segera pulang supaya Emak dan adik- adik ku tidak mencemaskan ku.

"Ana" panggil tuan Angga sekali lagi. Membuat ku kesal. Apa- apaan sih. Kalau ngomong kenapa gak sekalian. Aku menoleh dengan penuh rasa kesal.

"Ini tas mu. Sebaiknya kamu buang barang-barang rongsokan ini. Jangan pernah dipakai lagi. Mengerti?" Bentakan nya membuat ku terkesiap.

"Iya tuan, saya akan beli semua barang bermerk dengan kartu kredit tuan." Ku luapkan kejengkelan ku dengan kata sindiran halus. Bagaimana ia segampang itu menghina tas ku yang telah ku beli dengan jerih payah ku. Hasil tabungan selama hampir enam bulan. Tas itu baru ku pakai satu bulan dan dia bilang kalau itu barang rongsokan? Benar- benar tuan tinggi hati. Aku akan memastikan menguras habis kartu kredit nya untuk membungkam kesombongannya. Ya... itu sebuah balas dendam yang sepadan bukan? Aku tersenyum memikirkan rencana licik ku.

"Ana... kamu sudah lupa?" Tanya tuan Angga lagi.

"Tidak tuan, tidak ada yang terlupa" kata ku sembari menunjukkan paperbag dan tas yang ku tenteng.

"Ana kau memang pelupa, atau ingin menguji kesabaran ku?" Tuan Angga terlihat marah. Membuat ku benar- benar kebingungan. Apa kesalahan ku? Apa yang telah ku lupakan?

"Apa panggilan mu untuk ku?" Tanyanya mengingatkan. Membuat ku tergagap. Apakah perjanjian kontrak itu sudah berlaku sekarang?

"O... Iya. Darling... saya ijin pulang dulu." Kata ku terbata- bata.

"Ya... Honey, hati- hati di jalan" jawab tuan Angga dengan senyum penuh kepuasan diatas penderitaan ku.