Chapter 11 - KUTUKAN PART 3

Kurasakan bau tak sedap dan begitu menyengat menusuk hidungku, membuat kedua mataku yang sepertinya sejak tadi terpejam, kini terbuka kembali. Di mana aku berada? Pertanyaan itulah yang terlintas di pikiranku begitu aku menatap sekeliling. Tempat ini ... Aku yakin bukan di dalam gua seperti tadi. Ya, seingatku tadi aku sedang berada di dalam gua ketika tiba-tiba aku terjatuh karena menabrak sesuatu yang keras. Aku pun mengingatnya dengan jelas, seseorang berdiri di depanku saat itu. Hanya satu pemikiranku saat ini, aku yakin orang itulah yang telah membawaku kemari.

"Akhirnya kau bangun, Nona?"

Suara yang berasal dari arah belakang itu telah sukses membuatku tersentak. Aku segera bangun dari posisi berbaring dan berbalik badan untuk menatap sang pemilik suara. Seorang kakek renta terlihat sedang berdiri. Dia sudah sangat tua hingga untuk berdiri pun dia harus memegangi tongkat. Siapa kakek tua ini? Dan pertanyaan yang paling besar menyelimuti hatiku saat ini adalah apa yang akan dia lakukan padaku sehingga membawaku ke tempat ini?

Entahlah, aku tak tahu apa yang akan menimpaku setelah ini?

"Kakek, Anda siapa? Apakah anda yang membawaku kemari?" Aku dengan berani bertanya demikian karena aku memang sangat penasaran siapa sebenarnya kakek itu dan apa sebenarnya yang ingin dia lakukan padaku.

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu, Nona. Siapa kau sebenarnya? Apa yang kau lakukan di rumahku?"

Satu alisku terangkat naik, "Rumah anda? Seingatku aku sedang berada di dalam gua. Aku tidak pernah mendatangi rumah anda."

"Gua yang kau maksud itu adalah pintu menuju tempat ini. Inilah rumahku."

Mendengar penjelasan kakek itu akhirnya aku mengerti. Kakek ini ... Aku yakin dia adalah penyihir yang telah mengirimkan bayangan-bayangan misterius itu ke rumah penduduk di desa.

"Apa kakek yang mengirimkan bayangan-bayangan ke rumah penduduk di desa? Apa sebenarnya tujuan kakek?" Aku bertanya dengan serius karena benar-benar ingin mengetahui alasannya melakukan semua itu pada penduduk desa. Namun, alih-alih memberikan jawaban, dia justru tertawa dengan lantang.

"Hahahahahahahahaha ..."

Kakek itu tertawa terbahak-bahak, suara tawanya terdengar menakutkan di telingaku.

"Jadi kau melihatnya? Itu bukan bayangan tapi itu ayat hina milikku. Sebuah kutukan yang ku berikan untuk semua penduduk desa itu ... Hahahahaha ..."

Aku tercengang mendengar pengakuannya ini. Kutukan dia bilang?

"Kenapa kakek melakukan itu? Apa sebenarnya tujuan kakek?"

"Manusia ... Manusia itu makhluk rapuh. Pada akhirnya akan mati. Aku ... Aku tidak ingin mati, aku ingin hidup kekal di dunia ini. Hawa kehidupan dari orang-orang di desa itu telah memberiku kekuatan untuk bertahan hidup selamanya. Hahahaha ..."

"Jadi benar asap yang keluar dari tubuh orang-orang itu adalah hawa kehidupan mereka?"

"Benar sekali. Roh-roh mereka keluar dari tubuh mereka dan saat itulah jelmaan ayat hinaku menghisap hawa kehidupan mereka. Hahahahaha ..."

Semua misteri ini akhirnya terungkap, jadi itulah alasan penduduk desa melakukan aktivitas di malam hari. Sebenarnya roh-roh dari penduduk desalah yang berkeliaran itu, sedangkan tubuh mereka yang sebenarnya adalah tubuh yang terbaring kaku di dalam rumah mereka masing-masing. Setiap malam ketika roh-roh dari tubuh mereka keluar dan beraktivitas di desa, hawa kehidupan pada tubuh mereka terus dihisap oleh ayat hina berwujud bayangan itu, sehingga hari demi hari kondisi mereka sangat menyedihkan. Ya, itulah alasan penduduk desa terlihat sangat ucat dan menyedihkan pada siang hari, karena hawa kehidupan mereka terus-menerus berkurang. Tapi kenapa roh dari penduduk di desa itu bisa keluar dari tubuh mereka? Apa ini juga akibat ayat hina yang berwujud bayangan itu?

"Benar sekali. Aku keluarkan roh-roh mereka dari tubuhnya agar jelmaan ayat hinaku menghisap hawa kehidupan mereka. Hahahahaha ..."

Aku yakin itulah yang dikatakan kakek itu tadi, berarti keberadaan bayangan itulah penyebab semua ini. Sebelum dia menghisap hawa kehidupan, mereka terlebih dahulu harus mengeluarkan roh dari tubuhnya. Penyihir ini memang sangat berbahaya, mengambil kehidupan manusia dengan seenaknya, aku tidak akan memaafkannya, aku harus segera menghentikannya!

"Aku mohon hentikan semua ini, jika kau melakukan ini terus, mereka bisa mati."

Kakek itu mendecih mendengar permohonanku. Padahal aku mengutarakannya dengan tulus dari dasar hatiku yang paling dalam. Aku tak bisa tinggal diam melihat tindakannya ini yang bisa menyebabkan nyawa penduduk desa melayang secara perlahan.

"Itulah yang aku inginkan. Kematian mereka bisa membuatku hidup abadi. Hahahaha ..."

"K-Kau benar-benar bukan manusia. Kau sama saja dengan setan." Aku menggelengkan kepala karena tak habis pikir bagaimana bisa ada orang sekejam kakek itu di dunia ini.

"Hahahahahaha ..."

Dia terus saja tertawa seolah puas dengan kejahatannya yang berhasil mencelakakan banyak manusia, aku benar-benar muak mendengarnya. Aku menatap tajam ke arah kakek itu, kemarahanku sudah tidak terbendung lagi. Ayat-ayat hina itu terlontar dengan sendirinya dari mulutku.

"Sleep in sad ... Sleep deep and breath ... Our heart like ..."

Namun bibirku tiba-tiba menjadi kaku, aku bahkan tidak dapat mengeluarkan suara dan semua itu terjadi sebelum aku selesai membacakan ayat hina tadi. Apa yang sebenarnya terjadi? Keterkejutanku semakin besar ketika aku menyadari tidak hanya bibirku yang menjadi kaku, tapi aku juga tidak dapat menggerakan tubuh. Entah apa yang terjadi? Tubuhku mati rasa dan tidak bisa aku kendalikan.

"Seperti dugaanku, kau memang seorang penyihir sepertiku, Nona. Ini sungguh sebuah keberuntungan untukku. Jika aku menghisap hawa kehidupanmu maka kekuatanmu akan menjadi milikku. Hawa kehidupanmu lebih kuat dibandingkan orang-orang desa itu. Hahahaha ... Aku sungguh beruntung bisa mendapatkan kehidupan seorang penyihir, hahahaha ..."

Kakek itu berjalan dengan tongkatnya menghampiriku. Hingga saat ini aku bahkan belum bisa menggerakkan tubuh atau mengeluarkan suara. Apa yang harus aku lakukan?

Kakek itu akhirnya berdiri tepat di depanku. Lalu ... Dia memegang pundakku. Saat itu juga aku merasakan sesuatu menyerangku seakan-akan ingin menarik seluruh tenagaku agar keluar dari tubuhku. Asap mulai keluar dari tubuhku dan masuk ke dalam tubuh kakek itu. Jelas ini pertanda bahwa kakek itu sedang menghisap hawa kehidupanku.

Aku mencoba memberontak namun percuma, aku bahkan masih tidak bisa mengeluarkan suara. Benarkah aku hanya bisa menerima kenyataan kejam ini dengan pasrah? Hidupku ... Haruskah berakhir di tangan kakek jahat ini?

Jleeeeeeb!

Sebuah suara tiba-tiba terdengar bersamaan dengan raut kesakitan dari wajah kakek itu. Aku tidak merasakan lagi kekuatan yang menarik keluar seluruh tenagaku. Kakek itu memalingkan wajah dan kini tengah menatap ke arah belakangnya. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang telah terjadi, aku pun mengikuti arah tatapan kakek itu.

Kini ... Aku kembali yakin bahwa dia memang penyelamatku. Orang itu ... Ya, Zero ... Dia sedang berdiri tepat di depan kami. Dan seketika kuhembuskan napas lega karena rupanya dia datang untuk menyelamatkanku.