Chapter 16 - PENGARUH SIHIR PART 1

Langit malam mulai menghitam, angin yang berhembus terasa dingin menyentuh kulit hingga menusuk ke tulang. Rasa lelah yang luar biasa menyerang tubuhku setelah mengalami pertempuran tadi. Sepanjang perjalanan, Zero hanya terdiam meskipun kemarahan di wajahnya sudah mulai menghilang. Setidaknya aku merasa lega karena hari ini tidak ada jatuh korban di antara para prajurit istana yang mengejarku. Masih teringat jelas di ingatanku ketika beberapa prajurit istana mati di tangan Zero. Bahkan dengan kejamnya Zero memenggal kepala mereka hanya dengan sehelai daun. Sungguh kekuatan Zero sangat menakjubkan sekaligus sangat mengerikan.

"Kita ikut beristirahat di rumah itu."

Sejujurnya aku sedang tertegun dalam lamunan saat ini, aku terkejut ketika Zero tiba-tiba mengeluarkan suara.

Zero menatap dengan ekspresi bingung di wajahnya karena aku hanya diam membisu tanpa mengatakan sepatah kata pun. "Hei, kau dengar tidak?"

"Akkhh ... Ya, kenapa?" tanyaku karena sungguh tadi aku sedang melamun sehingga tidak mendengar dengan jelas perkataannya.

"Kita ikut beristirahat di rumah itu. Kau pasti sudah kelelahan, kan?" Dengan jari telunjuknya, Zero menunjuk sebuah rumah yang tidak jauh dari tempat kami berdiri saat ini.

Aku memperhatikan rumah cukup besar dengan halamannya yang terbilang cukup luas itu, karena saat kutatap sekeliling tak ada rumah lain yang kulihat selain rumah itu. Aku pun menganggukan kepala sebagai tanda persetujuan. "Baiklah. Ayo kita pergi ke rumah itu."

Tanpa ragu dan secara beriringan langkah kaki kami pun mendekati rumah itu. Rumah yang terlihat sangat sepi, aku bahkan sempat merasa ragu untuk melanjutkan rencana kami menumpang beristirahat di rumah itu. Mungkinkah ada orang yang menempati rumah itu? Entahlah, rumah cukup besar ini tampak tak berpenghuni.

Tok ... Tok ... Tok ...

Suara ketukan itu berasal dari tanganku yang mengetuk pintu berulang kali, karena kami sudah berdiri di sini, tidak ada salahnya untuk mencoba. Semoga saja penghuni rumah sedang berada di dalam dan mau membukakan pintu rumahnya untuk kami.

Permisi! Apa ada orang di dalam?!" Kali ini aku berteriak cukup kencang agar penghuni rumah yang mungkin sedang berada di dalam bisa mendengar suaraku.

Tok ... Tok ... Tok ...

Untuk kesekian kalinya, aku mencoba mengetuk pintu. Hingga …

Krieeeeet!

Betapa leganya aku ketika mendengar sebuah suara. Suara itu berasal dari pintu yang mulai terbuka dengan sangat perlahan. Lalu seorang wanita keluar dari balik pintu tersebut. Jika melihat wajahnya yang sedang mengulas senyum, sepertinya dia wanita yang cukup ramah.

"Siapa kalian? Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sambil menatapku dan Zero secara bergantian.

Aku balas tersenyum tak kalah ramahnya sebelum suaraku keluar untuk menyahuti, "Kami sedang melakukan perjalanan, kami sangat kelelahan karena sudah seharian ini berjalan. Jika diizinkan, bolehkah kami ikut beristirahat di rumah anda?"

Sejenak wanita itu kembali menatap ke arah kami, sepertinya dia sedang memastikan kami bukanlah orang yang berbahaya.

"Kami hanya pengembara yang kebetulan melewati desa ini, kami akan sangat terbantu jika diizinkan untuk beristirahat di sini." Sekali lagi aku mencoba menjelaskan tujuanku dan Zero mendatangi rumahnya.

"Oh, te-tentu saja." Wanita itu kini membuka pintu dengan lebar seolah memberi kami akses untuk masuk ke dalam rumahnya. "Silakan masuk!"

Tidak terkira kelegaan yang aku rasakan saat ini. Aku merasa lega karena wanita itu selain ramah, dia juga sangat baik hati. Tanpa keraguan aku berjalan mengikuti wanita itu yang kini berjalan masuk ke dalam rumahnya, namun aku menghentikan langkah ketika melihat Zero hanya terdiam di tempat. Dia hanya berdiri mematung dan menatap dengan tajam ke dalam rumah. Dia sama sekali tidak mengikuti kami.

"Hei, Zero ... apa yang kau lakukan? Cepat masuk!"

Zero tetap terdiam membuatku merasa heran dengan sikapnya itu. Aku masih mengingatnya dengan jelas, beberapa menit yang lalu dialah yang menyarankan untuk ikut beristirahat di rumah ini, tapi sekarang ... setelah pemilik rumah ini mengizinkan kami untuk ikut beristirahat, dia justru bersikap seakan-akan dia ragu untuk memasuki rumah ini. Sekarang aku semakin yakin kalau Zero itu memang orang yang aneh.

"Ada apa? Masuklah!" Suara teriakan wanita tadi yang menyuruh kami masuk ke dalam rumahnya bisa kudengar dengan jelas.

"I-Iya!" Balasku, ikut berteriak.

Kekesalanku sudah sampai puncaknya, aku menghampiri Zero dan berbicara dengannya dengan nada yang sedikit membentak. "Hei, ayolah! Kau ini kenapa?!"

"Tidak apa-apa, kau masuklah duluan. Aku akan mengikutimu." Dia akhirnya menjawab dengan begitu santai.

Aku menggelengkan kepala dengan tingkahlakunya yang selalu saja membuatku jengkel. "Huuh, kau ini benar-benar aneh." Kukatakan ini tanpa mempedulikan dia akan tersinggung mendengarnya. Aku hanya ingin memberitahunya betapa dia begitu menyebalkan.

Kali ini aku kembali berjalan memasuki rumah, aku merasa lega ketika melihat Zero akhirnya melangkahkan kakinya di belakangku.

Di dalam rumah ini sangat nyaman dan sejuk. Meskipun rumah ini sangat sepi tapi terlihat dengan jelas betapa pemilik rumah ini sangat merawatnya dengan baik. Rumah ini terlihat sangat bersih dan rapi. Dekorasinya pun sangat pas, semua benda di dalam rumah diletakan di tempat yang sesuai, membuatku betah berada di sini.

Tak lama kemudian, seorang pria datang menghampiri kami. Setelah berkenalan dengan mereka, rupanya wanita dan pria itu merupakan pasangan suami istri. Mereka pemilik rumah ini dan dengan ramahnya mereka mengizinkan aku dan Zero untuk menginap di rumah mereka. Rasa lelahku seakan-akan hilang setelah mendengar kebaikan mereka. Malam ini akhirnya aku bisa tidur di dalam rumah yang hangat, setelah beberapa malam ini aku tidur di alam terbuka yang begitu dingin. Hanya asap dari api unggun yang dibuat oleh Zero yang memberikan kehangatan untuk menghalau udara dingin yang terasa menusuk hingga ke tulang.

Pasangan suami istri itu bernama Maria dan Louis. Mereka menunjukkan kamar untukku dan Zero. Tentu saja mereka menunjukan dua kamar. Aku kembali merasa lega karena untuk pertama kalinya setelah aku melakukan perjalanan dengan Zero, akhirnya aku bisa tidur seorang diri dengan tenang di kamarku.

Kamar yang aku tempati cukup luas dan nyaman. Tempat tidurnya pun cukup empuk meskipun sangat jauh berbeda dengan tempat tidurku di istana. Tapi setidaknya tempat tidur ini sangat empuk jika dibandingkan tanah yang selama ini aku jadikan alas untuk tidur.

Perlahan aku merebahkan tubuh, mencoba untuk mengistirahatkan tubuh ini yang amat kelelahan. Tidak perlu menunggu waktu yang lama hingga aku akhirnya tertidur dengan lelap.

Auuuung ... Auuuuuung ... Auuuuuung ...

Suara lolongan anjing itu terdengar begitu jelas. Membuatku terbangun meskipun aku tengah tertidur dengan lelap.

Duuuk ... Duuuk ... Duuuuuk ...

Sebuah suara aneh pun terdengar, suara itu aku sangat yakin berasal dari depan kamarku, ya tepat di depan kamarku.

Duuuk ... Duuuuk ... Duuuuk ...

Hiks ... Hiks ... Hiks ...

Suara aneh diiringi suara tangisan seseorang terdengar sangat jelas di telingaku. Aku beranjak bangun dari tempat tidur dan semakin menajamkan indera pendengaranku. Suara itu semakin terdengar dengan jelas.

Deg ... Deg ... Deg ...

Tiba-tiba jantungku berdetak dengan sangat kencang hingga aku mampu mendengar detakannya. Tidak dapat dipungkiri betapa takutnya aku saat ini. Namun di saat yang bersamaan aku pun ingin mengetahui sumber suara itu.

Dengan amat perlahan langkah kakiku semakin mendekati pintu. Aku meneguk ludah tanpa sadar ketika tanganku terjulur ke depan mendekati kenop pintu, kemudian ...

Aku pun membuka pintu itu dengan gerakan perlahan dengan tatapanku yang tertuju ke depan.

"Aaaaaaaaaaaarggh!!"

Dan yang terjadi setelah itu adalah aku yang berteriak sekencang-kencangnya ketika aku melihat sesuatu sedang berdiri di depan. Seorang anak laki-laki menatap tajam padaku dengan kening yang berlumuran darah. Siapa sebenarnya anak itu?