Chapter 5 - SEBUAH NAMA PART 2

Perlahan aku membuka kedua mata. Yang menyapa hanyalah cahaya matahari yang bersinar tepat mengenai mataku. Sungguh menyilaukan namun karena cahaya matahari itulah aku mampu melihat keindahan tempat di sekelilingku ini.

Aku menelusuri dan menatap ke setiap sudut tempatku berada. Semalam aku tidak dapat melihat keindahan tempat ini karena tertutupi oleh gelapnya malam. Tapi kini, aku bisa melihatnya dengan jelas. Pohon-pohon yang berderet dengan rapi di sepanjang tempat ini. Rumput-rumput berwarna hijau terhampar, membentang luas menutupi tanah-tanah berwarna hitam pekat. Semuanya tampak hijau, tampak alami. Aku tidak akan menyaksikan pemandangan indah seperti ini jika terus terkurung di dalam istana.

Kemudian aku menatap ke arah sebuah pohon. Tepat di bawah pohon itu, aku yakin pria tanpa nama tertidur semalam. Namun kini, aku tidak melihatnya di sana. Mungkinkah dia telah pergi? Pergi meninggalkanku seorang diri di tempat yang sunyi ini.

Meskipun rasa perih masih aku rasakan pada kaki, aku tetap memaksakan diri untuk bangun dan berdiri. Meskipun aku menatap sekeliling, aku tetap tidak menemukan keberadaan pria tanpa nama itu.

"Hei, di mana kau? Jangan tinggalkan aku!!" teriakku kencang, berharap dia akan mendengarnya dan tiba-tiba muncul di hadapanku karena biasanya juga seperti itu. Dia selalu datang dan pergi sesuka hatinya. Muncul dengan tiba-tiba bagai hantu gentayangan. Di lihat dari sudut mana pun pria itu memang sangat aneh dan misterius. Terutama kekuatannya yang luar biasa. Hingga detik ini aku masih meyakini dia memang seorang penyihir hebat.

Meskipun aku tahu tidak ada seorang pun di sini tapi entah kenapa aku terus berteriak tiada henti. Secara berulang-ulang meneriakan hal yang sama karena tak ada kalimat lain yang terlontar dari mulutku. Jauh di lubuk hati, aku mengharapkan pria itu akan mendengarnya dan segera menemuiku. Pada awalnya aku berniat berpetualang seorang diri, tapi entah sejak kapan aku berharap ada seseorang yang menemaniku dalam perjalanan ini. Pria itu ... aku berpikir telah menemukan teman untuk perjalanan, tetapi sayangnya dia justru tidak berpikiran sama denganku. Itulah sebabnya dia pergi meninggalkanku seperti ini.

Srek ... Srek ... Srek ...

Suara aneh, entah apa itu, berhasil tertangkap indera pendengaranku. Aku menatap ke arah semak-semak yang terlihat bergoyang. Aku sangat yakin suara tadi berasal dari semak-semak itu.

"Hei, kaukah itu, pria tanpa nama?" tanyaku, mencoba menerka. Namun tak kudapatkan sahutan apa pun. "Kenapa bersembunyi di sana? Cepat keluar!!"

Tetap tidak terdengar suara pria itu yang menyahutiku. Semak-semak liar dan tinggi itu semakin bergoyang hebat seolah ada sesuatu di baliknya. Aku meneguk ludah karena rasa takut mulai menderaku. Tatapanku tak berpaling sedikit pun dari semak-semak, mengambil sikap waspada dan antisipasi jika benar-benar muncul sesosok makhluk dari sana.

Dan apa yang kutakutkan benar-benar terjadi saat muncul sesosok makhluk mengerikan dari balik semak-semak. Makhluk, ah tidak, sebenarnya aku tahu makhluk apa itu. Itu adalah seekor harimau buas yang terlihat sedang kelaparan. Dia menjulurkan lidah dan terlihat air liurnya terus menetes. Harimau itu melangkah dengan tatapan matanya yang terus tertuju padaku mungkin berniat untuk menerkamku.

Aku tentu tak tinggal diam, segera kuambil pedang yang disarungkan di pinggangku. Aku acungkan pedang dalam genggaman tanganku ke arahnya, berharap harimau itu akan ketakutan dan segeri pergi. Namun harapanku sirna ketika melihat harimau itu semakin berjalan mendekatiku. Dia bahkan kini sedang bersiap-siap untuk melompat. Aku tidak yakin pedangku mampu menghentikannya. Sekarang hanya satu yang terpikirkan olehku. Satu-satunya kekuatan yang mampu menghentikan harimau itu.

"Sleep in sad ... Sleep deep and breath ... Our heart like evil ..."

"HENTIKAN!!!"

Detik itu juga aku menghentikan pengucapan ayat hina begitu sebuah suara yang sejak tadi aku cari pemiliknya, akhirnya terdengar.

"Kau ... ke mana saja kau?" tanyaku histeris sekaligus lega karena si pria tanpa nama kini muncul di hadapanku di saat yang tepat.

"Sssstttt, diam. Tenanglah kawan."

Pada awalnya aku merasa heran dengan perkataannya. Namun ketika aku melihat harimau itu tengah menatap ke arahnya, aku pun mengerti maksud perkataan pria tanpa nama itu. Sepertinya dia sedang berusaha untuk menenangkan si harimau liar yang sejak tadi terus menyeringai, memperlihatkan taring-taring tajamnya kepada kami.

Tapi tampaknya usaha pria itu sia-sia karena si harimau tetap mengaum dan menunjukkan sikap bahwa dia masih ingin menyerang dan menerkam kami.

"Jangan dekati dia. Lebih baik kau bunuh saja dia. Jika tidak, dia yang akan membunuh kita," ucapku, mencoba menyadarkannya bahwa situasi kami sedang berada dalam bahaya dan sekarang bukan saatnya untuk bernegosiasi dengan makhluk buas yang seharusnya tak memahami bahasa manusia.

"Tenanglah kawan. Kami tidak ingin menyakitimu."

Pria tanpa nama itu mengabaikan ucapanku. Dia tetap melangkah mendekati sang harimau yang masih setia mengeluarkan suara geramannya yang mengerikan. Namun suatu kejanggalan terjadi setelah itu. Sang harimau tiba-tiba terdiam dan berubah tenang begitu melihat apa yang dilakukan oleh pria tanpa nama itu yang masih mencoba berjalan mendekatinya.

Sedikit demi sedikit pria itu berhasil mendekati si harimau buas. Sungguh di luar perkiraanku dan hampir tidak dapat aku percayai jika saja aku tidak melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Pria tanpa nama mengusap-usap kepala si harimau. Yang membuatku tercengang karena harimau buas itu seketika berubah menjadi harimau jinak. Sangat berbeda dengan tadi, harimau itu kini bersikap seakan-akan dia sedang bersama majikannya.

"Tidak perlu takut. Dia hanya sedang mencari makanan untuk keluarganya," ucap pria itu seolah bisa membaca dengan tepat isi kepalaku yang terheran-heran melihat perubahan sikap si harimau yang begitu drastis.

"Haah? Dari mana kau mengetahui hal itu? Memangnya kau bisa mengerti bahasa binatang?" Hal ini juga membuatku kebingungan. Kenapa bisa pria itu mengetahui dengan pasti bahwa si harimau hanya sedang mencari makanannya seperti dia memahami bahasa binatang saja.

Pria itu hanya tersenyum, sebuah senyuman yang membuatnya semakin terlihat menawan. "Kita harus membantunya mencari makanan."

Pada awalnya aku mengira dia hanya sedang bercanda. Tapi rupanya semua yang dia katakan memang benar. Pria itu langsung melesat pergi dan aku hanya mengikutinya dalam diam karena aku tak ingin ditinggalkan sendirian bersama si harimau di tempat ini.

Sekarang di sinilah aku berada. Aku sedang menatapnya, menatap si pria tanpa nama yang sedang bersembunyi di balik sebuah pohon untuk menangkap seekor rusa yang sedang memakan rerumputan.

"Hei, dengan apa kau akan menangkapnya? Kau bahkan tidak memiliki panah."

"Sssssttt, jangan berisik!" ujarnya sembari meletakan jari telunjuk di depan bibirnya sendiri. "Rusa itu bisa mendengarnya. Diamlah. Dan lihatlah aku pasti akan menangkapnya."

"Dengan apa?"

"Dengan ini ..."

Pria tanpa nama itu mengeluarkan sebuah daun yang telah layu. Aku tidak mengerti dengan jalan pikirannya, bagaimana mungkin sehelai daun layu bisa melukai seekor rusa?

Namun sepertinya aku terlalu meremehkan dia karena kini aku terpana melihat wajah pria tanpa nama itu terlihat begitu serius. Tak lama kemudian, dia melemparkan daun layu di tangannya tepat ke arah rusa yang masih asyik memakan rerumputan. Lalu ...

Sungguh tidak dapat dipercaya, rusa itu tiba-tiba tumbang di tanah dengan lehernya mengeluarkan banyak darah. Rusa itu terus meronta-ronta berusaha kembali berdiri, tapi dia tidak berhasil karena tampaknya lukanya cukup serius.

"Lihat, kan? Sudah kukatakan, aku akan berhasil menangkapnya."

Sambil memasang seringaian di wajahnya, dia menghampiri rusa yang tergeletak tak berdaya di tanah. Dia memanggul rusa berukuran besar itu di pundaknya, seakan-akan tubuh rusa seringan kapas.

"Ke mana kau akan pergi?" tanyaku penasaran karena dia melenggang pergi begitu saja tanpa mengajakku.

"Ikuti saja aku, nanti juga kau akan tahu."

Tidak ada pilihan lain untukku selain mengikuti langkah kakinya yang entah akan membawaku kemana.

Aku sekali lagi tertegun saat menyaksikan pria itu membawaku ke sebuah sarang harimau. Ya, tempat ini aku yakin merupakan sarang harimau, karena di tempat ini terdapat seekor harimau betina tengah menyusui keempat anaknya yang tampaknya baru saja dia lahirkan. Di sebelah harimau betina itu, berdiri harimau jantan yang aku yakini merupakan harimau yang tadi hampir menerkamku.

Pria tanpa nama itu menghampiri mereka, yang membuatku heran harimau-harimau itu sama sekali tidak melakukan perlawanan apa pun melihat sorang manusia mendekati mereka.

"Ini, makanlah. Jangan tinggalkan anak dan pasanganmu. Mereka dalam bahaya kalau kau meninggalkan mereka. Kau mengerti, kan?"

Harimau jantan itu menatap ke arah pria tanpa nama seakan-akan dia mengerti bahasa manusia. Seperti yang diperintahkan pria tanpa nama, harimau-harimau itu memakan daging rusa dengan begitu lahap, hal ini untuk kesekian kalinya sukses membuatku tercengang saking takjubnya. Bagaimana bisa harimau-harimau itu begitu menuruti perintah si pria tanpa nama?

"Ayo, kita pergi!"

Lamunanku buyar hanya dengan satu kalimat ajakan yang baru saja dia lontarkan padaku. Setelah beberapa detik menatap ke arah harimau-harimau itu yang sedang melahap makanannya, aku kembali melangkah mengikuti si pria tanpa nama yang sudah melangkah di depanku.

"Hei, apa kau mengerti bahasa binatang?" tanyaku karena inilah yang membuatku heran sekaligus penasaran sejak tadi.

"Hm, entahlah."

"Kenapa jawabanmu aneh seperti itu?"

Tetapi, alih-alih menjawab dia justru tertawa seolah pertanyaanku sebuah lelucon baginya.

Pria tanpa nama itu memang sangat aneh dan misterius. Tapi entah kenapa aku merasa nyaman dan aman jika berada di dekatnya.

"Zero ..."

Si pria tanpa nama detik itu juga menghentikan langkah dan menoleh ke arahku begitu mendengar ucapanku. "Barusan kau bilang apa?" tanyanya.

"Kau bilang tidak mengingat apa pun. Kau bahkan tidak mengingat namamu, bukan?"

Sebuah anggukan dari pria tanpa nama itu menjadi jawabannya atas pertanyaanku ini.

"Aku akan memberimu nama. Karena kau tidak memiliki ingatan apa pun, maka aku memberimu nama ... Zero."

Satu alisnya terangkat naik, "Haah?"

"Zero berarti kosong. Sama sepertimu yang kosong tanpa ingatan atau kenangan apa pun. Bagaimana? Bukankah nama ini sangat cocok untukmu?"

Dia memperlihatkan raut wajah aneh begitu mendengar penjelasanku.

"Terserah kau saja."

Lalu tiba-tiba berujar demikian yang berhasil membuat bibirku membentuk kurva karena senang dia tak menolak nama yang kuberikan untuknya. Dia kembali membalik badan dan melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Aku tidak perduli siapa pun dia, aku akan terus mengikutinya. Dan inilah awal petualanganku bersamanya dimulai.

"Tunggu aku, Zeroooo!!"