Pagi-pagi sekali sekitar pukul 04:30 dini hari Arsyla sudah berada di mushola dalam rumah menunggu abah dan umiknya untuk melaksankan ibadah sholat subuh berjamaah. Biasanya, dia bangun setelah umiknya. Tapi, tidak dengan kali ini. Entah apa yang membuatnya semangat. Yang jelas, bukan karena akan bertemu dengan Rayyan. Tapi, karena tidur lebih awal dari malam-malam biasanya, dia bangun pun juga lebih awal. mengerjakan skripsi terlebih dahulu, lalu bergegas mengambil wudlu dan bersiap sambil berwirit.
"Tumben kamu datang lebih awal, Syl?" sapa umi Halimah.
"Semalam pulang dari pesantren Syla langsung tidur, Umik. Jadi, tadi bangun lebih awal untuk mengerjakan skripsi."
Umik Halimah hanya tersenyum saja tidak menimpali apa-apa. Tidak lama kemudian, pak Ahmad datang, mereka bertiga pun berjamaah, setelahnya, Arsyla membantu umiknya dengan mengerjakan pekerjaan lain. Sudah jadi kebiasaannya, setelah memasukkan pakaian kotor ke dalam mesin cuci, ia sambil mengerjakan pekerjaan lain seperti menyapu dan mengepel lantai. Sesekali berhenti jika mesin cuci mengeluarkan suara menandakan kalau baju yang dimasukkan tadi sudah selesai. Ia akan mengeluarkan baju-baju itu dan menigisinya lagi dnegan pakaian kotor yang masih tersisa. Sehingga, pukul tujuh pun semua pekerjaan rumah sudah beres.
"Abah, Umik. Nanti mas Rayyan katanya mau mengajak Arsyla keluar," ucap Arsyla memberanikan diri berkata pada kedua orangtuanya. Meskipun mereka sudah menjadi pasangan yang halal. Tetap saja, Arsyla masih merasa malu-malu untuk mengatakan hal demikian.
"Oh, iyakah? Jam berapa dia akan ke sini?" tanya umik Halimah dengan antusias.
"Syla kurang tahu. Hanya saja semalam Syla katakana kalau nanti jam dua siang Syla aka nada kuliah."
"Ya sudah. Kalian hati-hati di jalan nanti ya?" timpal umik halimah mengizinkan. Anak diajak jalan menantu, kenapa tidak? Silahkan saja. begitu pun dengan pak Ahmad.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumssalam!" jawab mereka bertiga serempak.
"Siapa itu yang datang?" tanya umik Halimah tidak langsung beranjak membuka pintu.
"Jangan-jangan Rayyan, Syl. Coba kamu lihat," ucap pak Ahmad, dengan santai. Sepertinya dia sudah sangat hafal dengan suara menantunya.
"Apakah sepagi ini?" lirih Arsyla, kemudian beranjak menuju ruang tamu membuka pintu dan ternyata benar. Rayyan yang datang. Ia berdiri di drpan pintu dengan outfit celana panjang dan kaus hitam pres body dan dibalut dengan jaket kulit berwarna hitam yang sudah ia buka resletingnya.
"Mas Rayyan. Ayo masuk!" ajak Arsyla masih sedikit nervous. Ia bingung harus apa. Bersalaman mencium tangannya layaknya seirang istri yang menyambut suaminya, atau…
Ternyata Rayyan sudah menyodorkan tangannya. Tanpa ragu-ragu lagi pin Arsyla meraih tangan itu dan menciumnya. Rayyan tidak langsung melepaskan genggaman tangan Asyla, ia mendekatkan tubuhnya dan mencium kening mahramnya tersebut.
j
"Abah sama umi di meja makan. Ayo, Mas kita sarapan bersama," ujar Arsyla dengan kepala tertuntuk.
"Oh, iya. Ini tadi mas lihat di pinggir jalan ada pedagang buah segar-segar, dan ini, titipan dari umi," ucap Rayyan sambil memberikan dua kantong kresek pada Arsyla. Terimakasih Mas.
Usai sarapan, Arsyla segera bergegas berganti pakaian dan menggunakan sedikit riasan tipis da natural ala-ala dirinya. Tidak menunggu lama, sekitar sepuluh menitn saja gadis itu sudah keluar dengan menggenakan syar'I set berwarna hujau botol kombinasi mustard dan menjinjing tas kecil yang mungkin hanya berisi hp dan dompet saja.
"Sudah, Mas," ucap Arsyla pada Rayyan yang menunggu dirinya sambil mengobrol dengan abah dan umiknya di ruang keluarga.
"Oh, sudah ya?" jawab Rayyan sambil tersenyum. Dalam hati ia bergumam kalau wanita yang dia nikahi ini memang benar-benar berbeda dengan wanita lain seperti pada umumnya. Salah satunya, dia tidak lama saat berdandan. Tapi, memang pada dasarnya Aryl aitu memang sudah cantik. Cukup menggunakan skin care saja tidak usah mekap. Kulitnya sudah putih, bibirnya merah alami, dan alisnya juga sudah membentuk panjang lurus dan tebal di tambah dengan matanya yang lebar dihiasi oleh sepasang bulu mata yang lentik. Sunggung mendekati sempurna. Rayyan berani bertaruh. Di luar sana, pasti banyak kaum hawa yang menyukai istrinya ini.
"Abah, Umi. Saya dan adek berangkat dulu, ya?" pamit Rayyan.
"Iya, hati-hati kalian ya di jalan. Bawa motornya jangan kencang-kencang," ucap umi Halimah.
"Iya, Umik. Assalamuaikum."
"Waalaikumssalam," jawab kedua orang tua tersebut.
Beruntung sekali, Rayyan membawa motor milik Abahnyam NMAX. Jika saja memakai Ninja empat tag miliknya, pasti akan kesulitan membonceng Aryla yang selalu memakai pakaian gamis syar'I seperti itu.
Mereka berdua berjalan-jalan mengelilingi kota. Hingga, empat puluh menit kemudian, motor yang dikemudikan oleh pria bertubuh tegap dan gagah itu pun berbelok ke sebuah mall terbesar di kota mereka.
"Ngapain kita ke sini, Mas?" tanya Arsyla bingung.
"Jalan-jalan. Karena aku tidak tahu, mau ajak kamu ke mana. Tidak apa-apa, kan? Nanti, minggu depan aku sudah akan bertugas. Mungkin akan kembali pulang setelah satu bulan."
"Arsya pun hanya diam. Tiba di sana, Rayyan mengajak ke wahana bermain. Dia mengajak sang istri melempas bola basket. Jelas saja, Arsyla kalah karena memang tidak terbiasa. Lain halnya dengan Rayyan. Selain tangannya berotot dan kuat, bola basket memang adalah olahraga favoritnya sekain berenang.
"Wah, perselisihan yang sangat jauh. Aku cuma bisa masukin dua kali,' ucap Arsyla sambil tertawa.
"Tidak apa-apa. Capek pasti kamu ya? Kita ke lantai atas yuk!" ajak Rayyan.
"Ngapain di sana, Mas?"
"Temani mas beli sendal. Sekalian, jika kamu ada yang cocok, ambil saja, mas beliin," jawabnya sambil menggandeng tangan Arsyla.
"Mas, tidak perlu repot-repot begitu," ucap Arsyla.
"Kok repot sih? Aku ini suamimu, lo Dek," jawab Rayyan sambil mencubit hidung bangir Arsyla dan tertawa kecil. Ia benar-benar sangat gemas dengan Arsyla yang sangat polos itu.
"Maaf, Mas."
"Tidak apa-apa. Ma tahu kamu masih belum terbiasa," jawab pria itu dengan sabar.