Chereads / SELAKSA CINTA UNTUK BIDADARI / Chapter 13 - KRUPUK SEBLAK

Chapter 13 - KRUPUK SEBLAK

Awalnya Arsyla berfikir untuk segera menghubungi abahnya dan pulang. Tapi, mbak Nur terus mendesak meminta agar dirinya menginap di pondok mala mini. Dari gestur tubuhnya, sepertinya ada sesuatu yang ingin gadis berbadan tinggi langsing berkulit sawomatang itu sampaikan padanya.

"Ayolah, Syl. Ruroh pasti tidur di wisma santri, un dengan guru yang lain. Masa hanya aku bertiga saja menempati kamar yang segitu luasnya? Kan takut aku. kamu sudah lama juga kan tidak menginap di semenjak tiga bukan terakhir ini. Apalagi besik kamu mengulang hadist selepas subuh."

"Baiklah, aku kabari abah dulu kalau begitu," jawab Arsyla dengan lemah lembut. Dipikir lagi, apa yang dikatakan mbak Nur juga benar. Siapa tahu saja, dengan menginap di sini, ia bisa mengistirahatkan pikirannya dari Jordhan. Dia sudah merasa sangat lelah.

Tiba di wisma, atau kamar, keduanya berbaring bersebelahan sambil menatap langit-langit warna putih yang tersusun dari beberapa persegi. Semuanya diam sampai Arsyla hampir terlelap. Dan terbangun Ketika tiba-tiba mbak Nur berkata dengan suara sedikit lantang.

"Syl. Bagaimana prasaanmu jika seorang pria yang sudah lama kau sukai tiba-tiba menikah dengan wanita lain?"

Karena terkejut, jantung arsyla berdebar cepat. Ia diam sesaat guna menetralisir dirinya. Kemudian, ia berusaha bertanya yang sekiranya tidak mengundang rasa curiga kalau dia telah membuka buku diarynya semalam.

"Aku? tentu saja sedih. Bagaimana pun, diri ini pasti merasa dikhianati," jawab Arsyla dengan sangat hati-hati.

"Tidak, Syl! Tidak. Dia tidak berkhianat selama ini," jawab mbak Nur dengan cepat.

"Lalu, apa Namanya?"

"Di aitu dijodohkan oleh kedua orangtuanya."

"Kalau memang sudah tahu sama-sama suka denganmu, Mbak, sebagai pria itu harusnya memperjuangkanmu!"

"Itu masalahnya. Aku tidak tahu, selama ini dia sebenarnya suka apa tidak sama aku."

"Terus?" tanya Arsyla, berlagak bingung. Sebenarnya, dia was-was dan takut untuk membahas masalah ini.

"Orang yang selama ini aku sukai sebenarnya, kami tidak ada komunikasi. Mungkin saja, cintaku bertepuk sebelah tangan."

"Mbak Nur gak mengatakan kekagumannya padanya?"

"Aku sudah lama mengatakan padanya, dari sejak dia masih mondok di sini, sampai ia lulus dan hingga mau menikah, sekalipun ia tidak pernah membalas suratku, Syl."

Arsyla hanya diam. Ia bingung harus berkata apa dan menjawab bagaimana.

"Mungkin selama ini aku terlalu naif. Tetap memelihara dan menjaga cinta pada pria yang sedikitpun bahkan tak mau memandangku."

"Nah, kalau mbak Nur sudah tahu seperti itu, kenapa harus sakit hati? Oke maaf. Maksudku bukan demikian. Aku mengerti. Anggap saja pria itu adalah seorang artis yang hanya kau lihat, bisa kau kenal tapi tidak bisa kau sentuh, dan dia tidak mengenalimu. Sakit hati boleh, namun jangan berlarut-larut."

"Iya, kau benar. Sakit itu jika kita saling mencintai tapi tidak direstui, kan?" ucap mbak Nur. Sudah mulai memperlihatkan sisi cerianya.

"Nah begitu. Memang semua itu butuh waktu. Tapi, jika kia tidak berusaha, tidak akan terjadi dengan sendirinya, kan?"

"Aku akan berusaha, dan meminta pada Tuhanku yang maha segalanya, dan maha membolak-balikkan hati semua ummatnya, agar, hati ini yang semula jatuh cinta pada mas Rayyan bisa hilang selamanya dan tak tersisa," ucap mbak Nur dengan sedikit keras.

Mendengar nama calon suaminya disebutkan oleh wanita lain, tiba-tiba hatinya terasa sedikit berdesir. 'Ada ap aini? Bukankah aku tidak mencintainya? Melihatnya saja bahkan juga tidak jelas, dia tidak ada keberanian menatap wajah calon imamnya saat dia berkunjung ke rumahnya dulu.

"Eh, apakah aku bicaranya terlalu kencang, Sil?" ucap mbak Nur tiba-tiba merasa tak enak sendiri dan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Hanya ada tiga ustazah di kamar itu, semua juga sepertinya sudah pada tidur.

"Sepertinya sih iya."

"Kamu tahu tidak, siapa pria yang selama ini diam-diam aku sukai?"

"Siapa?"

"Namanya Rayyan. Dia adalah keponakan bu Nyai. Dulu, saat SMA, dia sekolah dan mondok di sini juga. Sekarang, dia menjadi seorang TNI. Okelah, aku cukup sadar diri. Tidak pantas bersanding dengannya. Bukankah biasanya seorang TNI itu akan menikah dengan seorang perawat, dokter, dan minimal bidan."

"Kurasa tidak juga. tergantung Tuhan menjodohkan dia dengan wanita seperti apa."

"Yang jelas, tidak akan dengan abdi bu Nyai seperti aku. aku ini tak layak."

Mendengar ucapan ini, Arsyla hatinya terasa teriris. Ia tidak tega. Tapi, terlalu memotifasi juga takut. Karena Rayyan itu telah dijodohkan dengannya. Ia khawatir jika kelak saat mbak Nur mengetahui, simpatinya saat ini hanya dianggap pura-pura saja. kemungkinan terburuknya, dituduh menertawakan dibelakang.