Almeera bahkan harus kesulitan mengatur nafasnya, dia tidak sedang dikejar oleh waktu, dia juga tidak sedang memiiki janji penting yang harus di tepati. Dia hanya berlari, mungkin saja dari rasa bersalah yang terus menyelimuti dirinya, apalagi jika tanpa sengaja bayangan akan kejadian itu terulang kembali didepan matanya, saat tiba-tiba Almert menciumnya, dan…
Almeera menyandarkan dirinya di dinding lift, apa yang sedang dia pikirkan? Sepertinya dia harus menata kembali adegan itu di otaknya karena dengan jelas kini dia dapat menyadari kalau tadi dia…menikmati ciuman Almert? Tidak! Almeera pasti salah ingat! Hal itu tidak mungkin terjadi! Satu-satunya pria yang dicintai oleh Almeera adalah Erik. Hanya Erik seorang. Tak ada yang lain. Almeera sedang membenahi perasaannya saat tiba-tiba pintu lift terbuka dan Erik muncul begitu saja di depannya.
"Ap, apa yang kau lakukan disini?" Almeera panik. Erik menatap sekeliling, memastikan kalau orang yang di tanyai oleh Almeera adalah dirinya.
"Apa kau bertanya apa yang sedang aku lakukan di apartemenku sendiri?" Tanya Erik balik sebelum menarik Almeera untuk segera keluar dari lift karena pintu lift segera tertutup.
Erik menarik Almeera terlalu dekat hingga membuat gadis itu terpental dan tepat berada di pelukan Erik. Membuat debaran jantung Almeera yang tadi sedikit sudah bisa dikuasainya kembali berdebar tak karuan.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Erik menatap Almeera yang berada dalam dekapannya.
"A, aku..." dan bayangan bodoh itu kembali menghampiri Almeera, saat Almert menciumnya. Langsung saja, Almeera mencium bibir Erik, bukan karena rasa rindu atau karena debaran jantungnya, tapi karena rasa bersalah yang juga bersamaan hadir dengan bayangan itu.
Erik melepaskan ciuman Almeera, menatap Almeera dengan tatapan terkejut, tidak biasanya Almeera seperti ini. Setidaknya tidak di tempat umum. Erik menatap sekeliling. Sepi. Kemudian tersenyum ke arah Almeera yang wajahnya masih memerah.
"Setidaknya jangan di tempat umum atau aku harus memberimu hukuman karena melakukan ini disini" ucap Erik kemudian mendaratkan ciumannya kembali kepada Almeera. Mereka berciuman, saling mencecap rasa. Menyalurkan apa yang selama ini sudah di tahan oleh keduanya perasaan menggebu dan hasrat ingin memiliki. Keduanya bahkan tidak sadar kalau mereka sudah berpindah tempat dari depan lift hingga kedalam apartemen Erik. Erik terus mendominasi Almeera, dan Almeera meskipun gelagapan terus mencoba untuk menyeimbangi Erik. Erik mempererat pelukannya pada Almeera, membawa Almeera lebih jauh masuk ke dalam kamarnya, membaringkan gadisnya diatas tempat tidur, dan kembali mencecap rasa bibir Almeera. Ini bukan pertama kali bagi mereka berdua untuk berciuman. Hal itu sudah sangat biasa. Tapi baru kali ini keduanya melepaskan segala hasrat yang terpendam, tanpa memikirkan apapun, hanya ada Erik dan Almeera.
"Aku tidak bisa melakukan ini, kan?" Erik melepaskan pelukannya dan menatap Almeera yang masih bersemu merah di bawahnya, kening Almeera berkerut, dan nafasnya memburu. Pandangan Almeera seketika mengabur, entah apa yang sedang di pikirkan gadis itu, tapi dia tiba-tiba kembali menyerang Erik, membuat Erik mengerang. Membuat Erik sebagai pria normal tak bisa menahan hasratnya lagi, keinginan untuk menikmati segalanya lebih dari ini tersirat di benaknya. Erik membuka semua kancing kemeja Almeera dengan buru-buru, sementara bibirnya terus bermain dengan bibir Almeera yang seperti terus meminta untuk di jamah.
"Apa kau yakin dengan hal ini?" Erik kembali melepaskan ciumannya, saat Almeera sudah dalam keadaan setengah bugil, kemeja, pakaian dalam dan branya sudah berhasil di lecuti oleh Erik, hanya tersisa rok yang sedikit lagi terangkat naik dan menampilkan celana dalam yang di pakainya. Almeera menatap Erik sesaat. Wajahnya merona, dia merasa canggung dan malu, ini pertama kalinya dia se-polos ini di depan Erik, meskipun mereka sudah bertahun-tahun berstatus sebagai sepasang kekasih.
"Aku tidak akan bertanya dua kali" ucap Erik sekali lagi menatap Almeera intens, sementara Almeera hanya diam. Kemudian membuang mukanya.
"Aku anggap itu jawabannya" dan Erik segera mendaratkan bibirnya di atas bibir Almeera.
"Er..Erik.." ucap Almeera kelabakan. Dia tidak bisa berpikir yang mana benar dan yang mana yang salah sekarang. Yang dia tahu, Erik membuatnya ingin merasakan lebih.
Erik melepaskan ciumannya, bersiap menyerang lagi, saat tiba-tiba kedua telinga Almeera berdengung. Dengungan yang sangat tajam hingga menyakitinya, Almeera menarik selimut yang ada disisinya dan meraung kesakitan.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya Erik, tapi Almeera tak bisa mendengarkan apapun, suara decitan tajam itu seperti akan membuatnya tuli.
"Almeera, kau baik-baik saja?" sekali lagi Erik bertanya, tampak jelas pria itu khawatir, ada apa tiba-tiba kekasihnya seperti ini?
"Er...Erik..." jerit Almeera tertahan, air mata bercucuran dari kedua bola mata indahnya, hingga perlahan dengungan itu mereda dengan sendirinya.
Fade
"Maaf" maaf. Hanya itu kata yang bisa di ucapkan oleh Almeera. Erik hanya tersenyum, kemudian mengancingkan satu persatu kemeja Almeera. Almeera seharian ini sudah membuat dirinya sendiri merasa bersalah kepada Erik sebanyak dua kali. Tanpa kata, tanpa suara, Erik kembali hanya tersenyum. Senyuman biasa saja. Senyuman memaafkan dan senyuman tulus Erik yang biasa di berikannya kepada Almeera.
"Aku seharusnya tidak melakukan itu…" Erik menghentikan kegiatannya dari mengancingkan kemeja Almeera, matanya mencari, setiap inci dari wajah Almeera di telusurinya.
"Ap, apa maksudmu?" Almeera balas menatap ke dalam mata Erik. Ini tidak benar!
"Aku seharusnya tidak membuka hadiah pernikahan sebelum waktunya, kan?!" Erik tiba-tiba dengan suara meninggi. Tidak. Bukan suara meninggi karena marah atau menahan emosi, tapi lebih kepada melampiaskan sesuatu yang sedang tercekat di dadanya sendiri. Almeera tersenyum. Senyuman yang perlahan berubaha menjadi tawa. Almeera lalu menggelitik perut Erik hingga mereka saling menggoda satu sama lain.
"Apa kita sungguh akan menikah?" Tanya Almeera menatap langit-langit. Mereka kini sudah lelah saling menggoda dan bermain, jadi mereka memutuskan untuk berbaring sejenak dan saling bersandar. Membuat perasaan saling membutuhkan menjadi nyata, dan menyapa diantara keduanya.
"Tentu saja" Erik singkat.
"Tidak bisakah kita menikah sekarang? Mungkin esok hari…" Almeera tak berani meneruskan kalimatnya, dia takut keceplosan dan menceritakan segalanya pada Erik. Almeera tidak siap untuk menjawab beribu pertanyaan yang Erik ajukan karena mengetahui hal itu. Membayangkannya saja sudah membuat Almeera merinding, tapi yang paling menyedihkan dari segalanya adalah bahwa Almeera takut untuk membayangkan bahwa suatu saat Erik akan meninggalkannya dan pergi darinya.
"Esok hari mungkin kita tidak akan bersama lagi" ucapan singkat Erik sempurna membuat Almeera terbangun. Dia, yang tadinya berbaring dengan nyaman di salah satu lengan Erik kini menatap Erik nanar, apa Erik mengetahui segalanya? Tentang dia dan Almert?
Fade