"Direktur Oh, kenapa beliau pergi cepat sekali." kata bibi Kyong Hui setengah mabuk dan meletakkan wajahnya di atas meja.
"Direktur Oh adalah orang yang baik, beliau pasti pergi ke tempat yang baik juga." kata paman Yong Sook.
Bibi Im Ran mendesah berat, "Surga iri dengan orang baik seperti direktur Oh."
"Buat apa membahas hal yang sudah terjadi. Lebih baik memikirkan tentang orang yang masih hidup." seru paman Jin Sang.
"Iya benar. Direktur Oh sudah tenang disana, yang harus kita pikirkan adalah menjaga peninggalan direktur Oh dengan baik." kata bibi Soon Ja.
Yun Hee menggoyangkan gelas di tangannya sambil menatap semua orang yang sudah mulai terpengaruh oleh alkohol. Anehnya semakin ia meneguk anggur ini, telinganya semakin jelas mendengar apa yang dibicarakan orang-orang.
"Bajingan," bibi Kyong Hui tiba-tiba mengumpat dan berdiri dari kursi. Semua orang bisa menebak kalau wanita bertumbuh kecil itu pasti sudah mabuk berat dan tidak sadar dengan apa yang sedang dikatakannya. Ketika beberapa orang berdiri mendekat ke kursi, bibi Kyong Hui sudah naik ke atas meja dan mencengkeram baju Joo Won dengan kuat. "Pengecut. Pecundang. Tidak berguna. Kenapa kau meninggalkannya sendirian disitu? Kenapa kau membiarkannya menderita seperti itu? Padahal kau ada disana." teriaknya dengan suara keras dan kedua mata terbuka lebar menatap Joo Won.
Semua orang tertegun namun tidak ada yang bereaksi. "Karenamu, direktur Oh harus meninggal dalam keadaan menyedihkan. Karenamu, Yun Hee harus melepaskan mimpinya pergi ke Italia. Kau tidak tahu.. tidak tahu seberapa keras usaha gadis itu untuk bisa mendapatkan kesempatan tersebut. Kau tidak tahu apa yang sudah dikorbankannya untuk bisa membuat kakeknya bangga. Kau tidak tahu betapa bahagianya dia saat itu." bibi Kyong Hui mengalihkan tatapan ke arah Yun Hee yang balas menatapnya dengan ekspresi datar, "Bahkan aku tidak bisa menemukan semangat yang sama di kedua mata itu lagi. Gadis yang malang."
Semua orang tercengang mendengar sumpah serapah dan kata-kata menuduh bibi Kyong Hui kepada Joo Won. "Aku tidak akan pernah memaafkanmu. Sampai kapanpun. Suatu saat nanti kau akan menebus semua kesalahanmu." Selesai berbicara tiba-tiba tangan bibi Kyong Hui lepas dari baju Joo Won dan kepalanya tertunduk ke bawah. Kedua matanya terpejam dan tubuhnya diam mematung. Segera semua orang tersadar dan merangkul tubuh itu turun dari meja. "Sepertinya Kyong Hui minum terlalu banyak hari ini," kata bibi Im Ran membopongnya ke arah pintu bersama dengan bibi Soon Ja.
Paman Jin Sang dan Yong Sook juga ikut pergi meninggalkan ruang makan berjalan di belakang sambil mengatakan sesuatu yang tidak terdengar jelas di telinga Yun Hee. Ia juga ikut berdiri dari kursi dan melangkah ke pintu melihat semua orang berjalan menuju ke asrama. Kemudian ia berbalik dan melihat Joo Won yang masih terdiam di kursi dengan tatapan kosong. Apakah dia begitu terkejut dengan kata-kata bibi Kyong Hui tadi?
Yun Hee baru akan memanggil laki-laki itu, tapi kemudian mengurungkan niatnya. Dan kata-kata bibi Kyong Hui berputar lagi di telinganya dan sebuah suara lain muncul, apakah mungkin Joo Won mengenal kakeknya?
***
Oh Yun-Hee dan Yun Na sedang sarapan ketika Joo Won masuk ke ruang makan. Bibi Soon Ja yang melihat laki-laki itu segera memintanya duduk dan meletakan semangkuk nasi serta sup di depannya.
"Selamat pagi supir Cho, apakah tidurmu nyenyak?" Joo Won tersenyum tipis dan menundukkan kepala sedikit mengucapkan terima kasih ke arah bibi Soon Ja.
Sama seperti kemarin, Yun Hee duduk di samping Yun Na mengambil lauk di atas piring dengan sumpit dan meletakkannya di atas sendok nasi adiknya. Tidak ada yang berbicara disitu, mereka bertiga sibuk menghabiskan sarapan lalu mengucapkan terima kasih kepada bibi Soon Ja sebelum meninggalkan rumah.
Yun Hee sedang sibuk memeriksa laporan di tablet di tangannya di kursi penumpang di belakang, ketika mobil meluncur di jalanan pagi kota Paju. Ia mengangkat kepala dan melirik Yun Na yang duduk di kursi penumpang di depan yang memutar tubuhnya ke samping ke arah Cho Joo-Won. Yun Na meletakkan wajahnya di atas telapak tangan yang terbuka lalu menatap laki-laki itu dengan ekspresi kagum.
"Kalau kau menatapnya seperti itu terus wajahnya akan berubah keriput dan semua otot di tubuhnya akan menghilang." sindir Yun Hee kepada adiknya yang terlihat jelas menyukai Cho Joo-Won.
Joo Won menoleh ke samping dan melihat gadis kecil dengan rambut kuncir kuda menatapnya sambil tersenyum lebar. Joo Won membalas senyum itu lalu bertanya, "Ada sesuatu di wajahku?"
Yun Na memutar kepala bersemangat membuat rambut panjangnya ikut berputar. Joo Won mengangkat sebelah alisnya bingung dan suara tawa Yun Na yang ringan terdengar. Joo Won menatap gadis itu lagi sejenak kemudian tanpa sadar ia juga ikut tertawa lalu mengangkat sebelah tangan membelai kepala Yun Na.
Yun Hee yang melihat hal itu hanya menghembuskan napas berat dan menggelengkan kepala.
Tiga puluh menit kemudian mobil berhenti di sebuah sekolah yang terletak di pinggir kota dan mereka bertiga turun. Yun Na mulai berlari kecil ke arah gerbang sekolah dimana para guru sudah berdiri untuk menyambut para orangtua dan murid. Yun Hee menyapa guru kelas Yun Na dan membiarkan adiknya menggandeng tangan gadis berusia dua puluhan itu yang tersenyum cerah ke arahnya.
"Selamat pagi kakak Yun Na," sapa wanita itu ramah membungkukkan badan sedikit kepada Yun Hee. Lalu matanya berpindah ke arah Joo Won.
Sebelum gurunya sempat bertanya, Yun Na menyela lebih dulu dengan menggerakan tangannya yang ada di dalam genggaman dan berkata, "Dia adalah calon kakak iparku, Cho Joo-Won."
Mengangguk mengerti, guru tersebut kembali menatap Yun Hee dan Joo Won bergantian kemudian tersenyum lebar. "Selamat pagi kakak ipar Yun Na."
Mendesah dalam hati, Yun Hee memaksakan seulas senyum sopan kemudian melemparkan tatapan memperingatkan kepada adiknya itu. "Kalau begitu aku titip Yun Na hari ini."
"Iya, kami akan mengantarnya pulang nanti siang." balas guru Yun Na masih terus tersenyum.
Yun Na mengangkat sebelah tangan yang kosong kemudian menggoyangkannya kepada Joo Won dan Yun Hee yang sudah berjalan kembali ke mobil. Joo Won berbalik menatap Yun Na sekilas dan tersenyum ke arah gadis kecil itu lalu mengangkat sebelah tangannya. Yun Hee sudah membuka pintu mobil dan duduk di kursi penumpang di belakang kemudian tersenyum samar. Ketika mobil mulai meninggalkan sekolah, Joo Won masih terus melirik kaca spion di luar dan melihat Yun Na melambaikan tangan dengan gembira.
Yun Hee mendengus pelan melihat interaksi dua orang itu, kemudian ia menatap Joo Won sejenak sebelum kembali menatap tablet di tangannya. "Kalau saja umur Yun Na tiga tahun lebih tua dari sekarang, anak itu sudah pasti akan mengikutimu kemana pun kau pergi."
Joo Won menatap jalanan di depan dengan senyum tipis. Sebenarnya kalau dibandingkan, sifat angkuh dan sombong Yun Hee lebih mirip dengan Oh Tae-Won daripada Yun Na. Mungkin gadis kecil itu lebih mirip dengan ayah dan ibu kandung mereka.
"Jangan tertipu dengan senyum Yun Na." kata Yun Hee membuat Joo Won mengerutkan kening, "Meskipun dia terlihat sangat ramah, tapi hatinya lebih keras daripadaku."
Joo Won melirik kaca spion ke arah kursi penumpang di belakang berusaha membaca ekspresi wajah Yun Hee, "Yun Na bukan seseorang yang bisa dengan mudah memaafkan kesalahan orang lain. Sekali kau membuatnya kecewa, dia akan menganggapmu sebagai musuh dan memandangmu dengan sangat rendah."
Yun Hee mengangkat wajah, "Aku harap kau tidak akan membuat kesalahan seperti itu di masa depan supir Cho."
Joo Won terdiam dan senyum di wajahnya perlahan menghilang. Kata-kata Yun Hee selalu berhasil membuat dadanya terasa berat, seakan sebuah batu besar dilemparkan tepat ke jantungnya. Apakah ini karena rasa bersalahnya kepada gadis itu atau karena hal lain? Apapun itu, Joo Won hanya berharap tiga bulan kemudian di saat ia pergi setidaknya satu kali saja ia bisa melihat senyum gadis itu tanpa beban sama sekali.
***
Yun Hee meletakkan dua buket bunga lili dan empat gelas kaca di atas batu marmer berwarna gelap di depannya. Kebiasaan Oh Tae-Won lainnya yang akan masuk ke dalam daftar rutin Yun Hee adalah mengunjungi makam nenek dan kedua orangtuanya setiap akan dilakukan peluncuran produk anggur baru di Yun Winery. Sekarang, selain ketiga gelas tersebut, ia harus membawa satu gelas tambahan untuk makam di sebelah neneknya.
Joo Won menoleh ke samping dan melihat Yun Hee yang terdiam hanya memandangi empat makam di depannya setelah menuangkan sedikit anggur putih ke masing-masing gelas dan juga gelas di tangannya. Dari raut wajah gadis itu sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu atau mungkin berusaha mengingat sesuatu.
"Kami memutuskan untuk meluncurkan jenis anggur putih besok." kata Yun Hee lalu tertawa lirih, "Ternyata dibutuhkan waktu lima tahun sampai akhirnya aku bisa membawa anggur putih ini kepada kalian semua."
Yun Hee menoleh ke arah Joo Won, "Dan semua ini karena supir Cho, kita harus berterima kasih kepadanya." Ia mengarahkan tangan ke laki-laki yang berdiri di sampingnya, "Ini adalah supir baruku, namanya Cho Joo-Won. Dia berjanji akan membantuku menyingkirkan Park Jeong-Woo dan Park Hyung-Shik dalam waktu tiga bulan. "
Joo Won tertegun tapi tidak membantah. Ia memutar kepala ke samping dan melihat Yun Hee yang menatapnya dingin dengan senyum sinis.
"Aku sangat menantikannya," kata Yun Hee yang diarahkan kepada Joo Won lalu meneguk anggur dari gelasnya. "Supir Cho, aku ingin sendirian. Kau bisa kembali lagi kesini setelah tiga puluh menit?"
Joo Won menatap Yun Hee sejenak lalu mengangguk dan berjalan kembali ke mobil yang diparkir di bawah. Bersandar di mobil, Joo Won menatap ke deretan makam yang disusun rapi di atas dan melihat Yun Hee berdiri di deretan tengah. Samar-samar ia bisa melihat gadis itu meneguk gelas anggur di tangannya sampai habis lalu menuangkan kembali anggur ke gelasnya yang kosong dan membuat kening Joo Won berkerut, "Kenapa dia harus minum terburu-buru seperti itu?"
Botol kaca besar yang berisi anggur putih itu sudah kosong begitu juga dengan gelas di tangan Yun Hee. Masih belum bergerak dari posisinya, ia memejamkan mata sambil menarik napas panjang dan bau tanah yang basah serta udara yang lembab membuatnya tidak nyaman. Kedua matanya terbuka kembali dan tatapannya mengarah ke makam paling ujung yang terlihat paling baru. Yun Hee bisa merasakan pipinya yang hangat dan pandangannya mulai tidak fokus, tapi ia harus mengatakannya. Ia sudah menghabiskan waktu semalaman menyusun kata-kata yang ingin diucapkan kepada kakeknya hari ini. Ketika mulutnya terbuka untuk berbicara, air matanya sudah lebih dulu membasahi pipinya yang merah. Semakin lama air matanya terus mengalir deras dan sebelah tangannya terangkat memukul dada beberapa kali berusaha untuk menahan diri.
Kenapa suaranya sulit sekali untuk keluar? Tidak, ia tidak boleh menangis disini. Tidak boleh. Namun sepertinya hari itu otak dan tubuhnya tidak bekerja sama dengan baik, karena hal berikutnya yang ia rasakan kakinya menjadi lemas dan tubuhnya terjatuh ke samping. Anehnya, ia tidak merasa sakit jadi Yun Hee yakin tubuhnya tidak mengenai tanah. Ia membuka mata dan ternyata benar ia berada di dalam pelukan Cho Joo-Won. Dengan sedikit kesadaran yang tersisa Yun Hee bisa mendengar laki-laki itu memanggil namanya berkali-kali dengan cemas dan matanya menatap Yun Hee dengan gelisah. Kenapa setiap kali ia berada di pelukan Joo Won, laki-laki itu selalu menatapnya dengan khawatir? Tapi, anehnya ia selalu merasa nyaman ketika Joo Won merangkulnya dengan erat seperti malam itu di klub dan seperti sekarang. Ini pasti karena pengaruh alkohol. Iya, pasti karena itu.
Joo Won membawa Yun Hee kembali ke mobil dan segera mengecek kondisi gadis itu. Ia melepaskan jas hitam dan menggulung lengan kemeja putihnya. Dari lemari depan mobil ia mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air kemudian mulai mengusap wajah, leher serta lengan Yun Hee. Tubuh gadis itu terasa panas di tangan Joo Won dan mulut Yun Hee terus bergerak seperti ingin mengatakan sesuatu, namun tidak ada suara yang keluar. Ia melipat handuk dan meletakkannya di kening Yun Hee dan membuka semua pintu mobil membiarkan udara masuk ke dalam. Beberapa saat kemudian, Joo Won mendekatkan tubuh kembali ke arah Yun Hee yang berbaring di kursi penumpang di depan yang disandarkan ke belakang dan berusaha mendengar napasnya yang sudah berubah tenang. Ia juga memegang pergelangan gadis itu dan memastikan detak jantungnya sudah kembali normal begitu juga dengan suhu tubuhnya. Warna merah di wajah Yun Hee juga sudah sedikit memudar meskipun bau alkohol dari anggur putih itu masih tercium jelas. Joo Won mendesah keras. Raut wajahnya yang sulit sekarang sudah berubah tenang.
Setelah yakin kalau kondisi Yun Hee sudah membaik, Joo Won mengambil jas hitam dari kursi pengemudi untuk menyelimuti Yun Hee dan saat itu tubuhnya mulai bergerak sedikit kemudian kedua matanya terbuka perlahan. "Kau tidak apa-apa?" tanya Joo Won dengan kedua tangan memegang lengan Yun Hee dan suaranya yang cemas terdengar jelas.
Yun Hee terdiam tidak menjawab, ia hanya menatap wajah itu dengan mata setengah terbuka. Joo Won tiba-tiba meletakkan tangannya di kening Yun Hee dan sentuhan tersebut berhasil membuat seluruh tubuhnya terasa dingin. Kepalanya yang berat terasa ringan. Seluruh otot di tubuhnya terasa santai. Angin yang bertiup terasa menyenangkan.
"Apakah kau bisa melihatku?" tanya Joo Won kebingungan masih belum mendengar jawaban apa pun dari Yun Hee. "Apakah kepalamu sakit?"
Gadis itu mengerjapkan mata beberapa kali. Kerutan di alis Joo Won terlihat jelas dan mata hitam itu menatap Yun Hee bingung, hidung laki-laki itu terlihat mancung dan bibirnya berwarna merah terbuka sedikit. Semakin ke bawah, Yun Hee bisa melihat bekas cukur di dagu Cho Joo-Won yang rapi. Gawat, apa yang sedang dipikirkannya? Ia bisa melihat semua itu karena posisi mereka sekarang yang berdekatan. Terlalu dekat. Ia bahkan bisa merasakan hembusan napas yang segar dari Cho Joo-Won.
"Sepertinya aku harus membawamu ke rumah sakit sekarang." seru Joo Won kepada dirinya sendiri.
Tepat pada saat itu, Yun Hee mengangkat kedua tangan dan melingkarkannya di leher Joo Won kemudian mendorongnya kuat ke arahnya. Yun Hee bisa merasakan tubuh Joo Won yang kaku dalam pelukannya dan napas Joo Won di leher Yun Hee terasa hangat. "Aku tidak apa-apa." suara Yun Hee terdengar serak dan ia menepukkan telapak tangannya pelan ke punggung Joo Won, "Aku ingin pulang. Ayo, kita pulang ke rumah sekarang."
Joo Won terdiam selama beberapa saat sampai akhirnya ia berhasil menemukan suaranya kembali. "O.. Kita pulang sekarang." katanya pelan dan bau anggur putih di tubuh Yun Hee tercium lagi di hidung Joo Won, tapi kali ini bau tersebut terasa menyenangkan. Perlahan ia menarik tubuhnya kembali tegak dan tangan Yun Hee kembali ke posisinya. Kedua mata gadis itu sudah tertutup menunjukkan kalau dia sudah kembali tidur. Joo Won mengamati wajah itu sejenak lalu merapikan jasnya sampai menutupi bagian leher Yun Hee.
Joo Won menghembuskan napas lagi tapi kali ini senyum tipis muncul di bibirnya. Menutup semua pintu, Joo Won menyalakan mesin mobil dan melaju di jalan besar kembali ke rumah.