Cho Joo-Won melirik kaca spion dengan tatapan waspada. Mobil sedan hitam itu masih membuntutinya di belakang. Ia mencoba menambah laju kendaraan dan mobil itu juga ikut menaikan kecepatan sehingga posisi mereka tetap sama. Ia mencoba mengambil putaran balik lalu berbelok tajam ke arah lain, namun ternyata mobil tersebut masih berusaha menyusulnya. Menilai dari bagaimana mereka secara terang-terangan mengikutinya, berarti orang-orang ini telah memutuskan untuk menunjukkan diri mereka kepada Yun Hee.
Ia melirik gadis yang tertidur di kursi penumpang di samping dengan tatapan ragu. Joo Won tahu cepat atau lambat mereka akan mendekati Yun Hee, tapi sekarang belum saatnya. Jadi kelihatannya Joo Won harus segera membereskan masalah ini sebelum Yun Hee terbangun. Mobil diarahkan ke jalanan sepi yang terletak di sebelah laut dan Joo Won melambatkan laju kendaraannya. Melihat kesempatan tersebut mobil sedan hitam itu menyalip di depan dan Joo Won menginjak rem cepat sebelum mobil bertabrakan.
Dua orang laki-laki memakai kemeja putih dan jas hitam santai keluar dari mobil. Joo Won menekan tombol kunci untuk menutup semua pintu dari dalam tidak ingin memberi kesempatan kepada siapapun untuk masuk.
Seseorang berdiri di samping pintu mobilnya dan mengetuk jendela kaca. "Hei, adik kecil." sapa laki-laki itu ketika Joo Won menurunkan jendela mobil sedikit dan menatapnya datar, "Kau bisa kesini sebentar?"
Orang itu melambaikan tangan meminta Joo Won keluar dari mobil dengan suara ramah dan ekspresi bersahabat. Tapi, anehnya di mata Joo Woo tatapan laki-laki itu lebih mirip seperti seekor serigala yang sedang bersiap mencengkram mangsa baru. Joo Won menghela napas dalam hati, sayang sekali kenyataannya ia tidak sebodoh itu untuk masuk ke dalam perangkap gangster seperti mereka.
Laki-laki berambut panjang sebahu itu masih belum menyerah dan terus berusaha memanggil Joo Won dengan senyum yang lebih lebar. Tapi, Joo Won tidak menghiraukannya dan memutar kepala kembali ke depan. Melihat tidak ada reaksi dan usahanya tersebut tidak berhasil, gangster itu memutuskan memakai cara lain dengan bersandar ke pintu mobil Joo Won sambil membisikan sesuatu dengan suara yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua.
"Hari ini aku sedang berbaik hati. Kau serahkan gadis itu dan aku akan membiarkanmu pergi." laki-laki itu mencoba bernegosiasi dengan Joo Won.
Ia melirik gangster lain yang berdiri di samping pintu mobil Yun Hee yang sedang berusaha mengintip dari jendela dan mencoba membuka pintu dari luar. Joo Won menoleh kembali ke laki-laki yang berdiri di sampingnya dan bertanya, "Siapa kalian?"
Laki-laki itu tertawa pendek, "Kau tidak perlu tahu. Anggap saja hari ini kau sedang sial bertemu dengan seorang penculik."
Joo Won mendengus pelan. Tiba-tiba ia bertanya-tanya apakah semua anak buah pamannya sebodoh ini.
Memainkan kuku di tangannya laki-laki itu berkata dengan nada sedikit mengancam, "Kalau kau tidak ingin bernasib sama seperti kakek gadis itu, kusarankan kau segera membuka pintu mobil ini dan membiarkan kami membawanya pergi."
Tanpa sadar tangan Joo Won yang memegang setir mobil berubah menjadi cengkraman kuat.
Laki-laki itu menegakkan sedikit posisinya dan berkata dengan santai. "Ah, mungkin kau tidak tahu kejadian itu karena kau supir baru. Kakeknya meninggal dengan sangat mengenaskan." mengarahkan dagu ke arah Yun Hee kemudian tertawa dengan suara yang dilebih-lebihkan, "Aku bukan sedang menakutimu, tapi tubuhnya bahkan tidak bisa dikenali karena tidak tersisa daging sama sekali." suaranya berubah menirukan gonggongan anjing dengan deretan gigi putih yang rapi.
Suara tawa brandalan itu seperti pisau yang menghujam jantungnya dan berhasil membuat rasa bersalahnya muncul kembali. Joo Won ingat dengan jelas malam itu ketika ia sampai ke villa di atas gunung, tidak ada siapa pun disana. Tempat itu seolah-olah seperti rumah kosong yang tidak terurus. Ia yakin melihat Oh Tae-Won masuk ke villa itu dari bawah gunung dan mobilnya terparkir di bawah tangga batu di depan gerbang. Tapi, setelah mengelilingi tempat itu berkali-kali Joo Won tidak berhasil menemukan jejak apa pun sampai beberapa hari kemudian sebuah paket dikirimkan ke markas yang berisi potongan tubuh dan berhasil di identifikasi sebagai Oh Tae-Won.
Joo Won memejamkan mata dan menghela napas panjang.
"Mungkin kalau bos kami berbaik hati, ia akan memberikanmu uang sebagai imbalan. Jadi, anggap saja ini hal yang menguntungkan untuk kita berdua." Laki-laki itu merasa cara ini pasti berhasil menarik perhatian Joo Won.
"Berapa banyak?"
Senyum lebar yang tadi tersungging di bibir itu terlihat lagi, tentu saja siapa yang tidak menginginkan uang. "Mungkin lima puluh juta? Atau kalau bos kami berbaik hati dia bisa memberikanmu dua kali lipat, sekitar seratus juta." Mengangkat semua jarinya ke depan.
"Kau sedang main-main denganku?" tanya Joo Won dengan suara tajam yang membuat senyum di wajah orang itu memudar.
Nada suara Joo Won yang dingin membuat laki-laki itu terdiam selama beberapa saat, lalu ia tersenyum lagi dan berkata dengan suara pelan, "Kalau begitu bagaimana dengan seratus dua puluh juta?" tidak ada reaksi ia melanjutkan, "Seratus tiga puluh juta?"
Joo Won hanya menatap laki-laki itu dengan ekspresi datar tapi ia bisa merasakan ketakutan di wajah itu.
"Seratus lima puluh juta," kata gangster itu tegas. "Aku tidak bisa menaikkan harganya lagi. Lagipula, kalaupun bukan kami yang menangkap gadis itu, masih ada orang lain yang berusaha menculiknya dan mungkin kau tidak akan mendapat sepeserpun."
Joo Won menoleh ke depan dan berkata, "Kalau begitu tidak ada lagi yang perlu dibicarakan." Ia bersiap melajukan mobil namun memutar kepala ke samping sejenak, "Katakan kepada bosmu kalau dia menginginkan gadis ini, setidaknya dia harus menyiapkan uang seratus miliyar, pada saat itu aku akan menyerahkannya langsung kepada bos kalian."
Ia menekan tombol untuk menaikkan kaca jendela dan mobil langsung melesat pergi meninggalkan dua orang itu dalam keadaan bingung dan kesal. "Sialan!" seru salah satu dari mereka.
Joo Won melirik dua orang itu dari kaca spion mobil yang masih berdiri di tempat. Ia kemudian menatap Yun Hee yang masih tertidur dan mengulurkan tangan merapikan jas yang menutupi tubuh gadis itu. Seratus miliyar? Bahkan kalaupun Yong Jae memberikan hidupnya, ia tidak akan menyerahkan gadis ini. Tidak akan pernah.
***
Yun Hee merasakan tubuhnya diletakkan di atas sofa empuk. Jas yang tadi menyelimuti tubuhnya ditarik digantikan dengan selimut tebal. Yun Hee sedikit mengerang dalam tidur, perasaan nyaman yang sejak tadi dirasakan tiba-tiba hilang. Karena tidak berhasil menemukan rasa hangat yang sama, ia memaksa kedua matanya yang berat terbuka sedikit.
Masih dalam keadaan setengah sadar ia mendapati dirinya berada di ruang kerja. Sepertinya ia sudah kembali ke rumah. Tapi, kapan persisnya mereka kembali ia tidak tahu. Yun Hee menegakkan tubuh dan duduk di sofa. Ia menarik napas beberapa kali dan bau anggur putih yang kuat tercium dari hembusan napasnya. Apakah ia mabuk?
Disaat Yun Hee masih berusaha memutar otak mengingat apa yang terjadi, pintu ruang kerjanya terbuka dan orang terakhir yang muncul di kepalanya berdiri disitu. Joo Woon berjalan ke arah Yun Hee dengan langkah lebar dan berhenti tepat di depannya. Seluruh kesadaran Yun Hee tiba-tiba kembali ketika telapak tangan Joo Won menyentuh dahinya.
"Kau sudah sadar? Apakah kepalamu sakit?" tanya Joo Won menarik tangannya kemudian menurunkan tubuh sehingga mata mereka berada di posisi yang sama.
Joo Won tidak sadar kalau ternyata tindakannya itu berhasil membangkitkan sebuah ingatan singkat di kepala Yun Hee. Tertegun, ia langsung menyandarkan tubuh ke belakang memberikan jarak untuk mereka berdua. "O.." jawabnya tidak jelas.
Joo Won mendorong tubuhnya ke depan mendekat dan tangannya memegang sandaran kepala sofa, membuat Yun Hee terperangkap. "Kau bilang apa?"
Dalam posisi ini Yun Hee bisa mencium wangi tubuh Joo Won lalu ingatan lain muncul lagi di kepalanya. Mata Yun Hee melebar dan mulutnya bergerak namun tidak ada suara yang keluar.
"Apa?" tanya Joo Won memiringkan wajah ke samping membiarkan telinganya mendekat ke mulut Yun Hee.
Saat itu tiba-tiba mata Yun Hee mengarah ke bibir Joo Won yang merah dan ingatan lain muncul kembali. Jangan-jangan, tidak mungkin, aku pasti tidak melakukan hal memalukan seperti itu bukan?
"Kita.. Maksudku, apakah aku ketiduran?" tanya Yun Hee tergagap.
Joo Won menoleh menatap Yun Hee dan senyum tipis tersungging di bibirnya. Oh.. Oh.. Kenapa Joo Won tersenyum seperti itu kepadanya. "Kalau maksud pertanyaanmu adalah apakah kau mabuk atau tidak. Jawabannya, iya."
"Lalu aku.. Maksudku, aku tidak melakukan apapun bukan?" melihat raut wajah Joo Won yang ragu tiba-tiba Yun Hee merasa pertanyaannya terdengar konyol dan mengumpat dalam hati.
Joo Won baru hendak menjawab ketika pintu terbuka dan mereka serentak menoleh ke samping.
Bibi Soon Ja yang sedang membawa nampan berisi minuman bersama dengan Yun Na mematung sejenak di ambang pintu. Senyum yang tadi menghiasi wajah itu sekarang memudar perlahan dan mata mereka mengarah ke sofa.
"Apa yang sedang kalian lakukan disitu?" tanya Yun Na bingung dan berhasil menyadarkan ketiga orang dewasa yang ada disana.
Joo Won menegakkan tubuhnya dan Yun He merapikan bajunya terlihat salah tingkah. Yun Na melangkah pelan ke arah mereka kemudian menatap Joo Won dan Yun Hee bergantian tidak mengerti kenapa pipi kedua orang itu agak merah.
Bibi Soon Ja yang menyadari kecanggungan di wajah Joo Won dan Yun Hee segera menyusul masuk ke dalam. Yun Hee yang sudah berdiri sekarang duduk di belakang meja kerja berusaha mengalihkan tatapannya dari Yun Na.
Ia mengangkat wajah ketika melihat bibi Soon Ja meletakkan gelas di meja kerjanya, "Ini adalah air madu hangat." jelas bibi Soon Ja kemudian sedikit berbisik kepada Yun Hee, "Supir Cho memintaku membuatkan minuman ini untukmu."
Yun Hee menoleh ke arah Joo Won sejenak kemudian gadis kecil yang berdiri di sampingnya. Yun Hee meneguk minuman dari gelas sampai habis sebelum berbicara kepada Yun Na, "Kenapa kau masih belum tidur? Apakah kau tahu ini sudah jam berapa?"
Yun Na masih ingin mendesak Yun Hee menjawab pertanyaannya yang tadi tapi ia memilih menanyakan hal lain yang lebih penting. Gadis kecil itu mengangkat bahu sedikit kemudian berkata, "Aku sudah menunggumu sejak tadi, tapi kau baru kembali. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan."
"Sesuatu apa?"
Yun Na memutar tubuhnya ke samping menatap Joo Won dengan senyum lebar dan mata berkilat senang. "Apakah aku boleh meminta Joo Won untuk mengawalku besok?"
Yun Hee mengangkat alis tidak mengerti.
"Untuk acara besok. Peluncuran produk, aku ingin ditemani oleh Joo Won." jelas Yun Na berusaha mengingatkan Yun Hee tentang acara penting besok. Yun Na menggelengkan kepala, bagaimana mungkin kakaknya bisa lupa. "Kau pasti akan sibuk menyambut dan berbicara dengan para tamu. Jadi, sementara asisten Ahn menemanimu, aku ingin ditemani Joo Won."
Yun Hee terdiam sejenak dan menyandarkan tubuh ke kursi. Tentu saja ia tidak lupa, hanya saja kata-kata Yun Na membuatnya menyadari hal lain. Biasanya setiap peluncuran produk baru, Oh Tae-Won yang bertugas menyambut para tamu dan berkeliling mengobrol dengan semua orang. Sedangkan, Yun Hee akan menemani Yun Na menikmati makanan yang dihidangkan di pesta kemudian pergi tanpa diketahui oleh siapapun. Dan sekarang tugas Oh Tae-Won harus digantikan oleh Yun Hee besok.
Ia menatap Joo Won dan Yun Na bergantian kemudian mendesah pelan, "Baiklah. Tapi dengan satu syarat." mengacungkan satu jarinya ke depan, "Kau tidak akan mengatakan hal aneh kepada orang-orang di pesta besok."
Yun Na tidak mengerti hal aneh apa yang dimaksud Yun Hee, tapi karena ia tidak ingin berdebat panjang dengan kakaknya malam ini, jadi ia hanya menganggukkan kepala.
Yun Hee kemudian beralih ke bibi Soon Ja, "Apakah kita punya jas pesta laki-laki?"
Bibi Soon Ja yang mengerti maksud Yun Hee tersenyum lebar menatap Joo Won dan Yun Hee bergantian, "Aku akan mencarinya dan memberikannya kepada supir Cho."
Yun Hee mengangguk singkat kemudian menatap Yun Na tidak sabar, "Kalau begitu kau bisa kembali ke kamarmu sekarang?"
Gadis kecil itu tertawa senang kemudian menarik tangan Joo Won keluar dari ruang kerja Yun Hee. Dari tempatnya Yun Hee bisa mendengar suara Yun Na yang bersemangat menceritakan tentang pesta besok kepada Joo Won dan membuat Yun Hee serta bibi Soon Ja tersenyum.
"Wajahmu terlihat lebih baik. Sepertinya kau tidur dengan nyenyak selama di perjalanan." komentar bibi Soon Ja.
Yun Hee berdiri sambil merenggakan tubuhnya dan benar saja ia memang merasa jauh lebih baik.
"Tapi, tidak biasanya kau mabuk karena alkohol. Apakah terjadi sesuatu?" tanya bibi Soon Ja penasaran.
Ia juga memikirkan hal yang sama, meskipun Yun Hee bukan termasuk orang yang sering mengkonsumsi alkohol, tapi ia bukan tipe yang mudah mabuk sampai tidak sadarkan diri. "Mungkin karena aku kelelahan." Yun Hee beralasan kemudian ia mengalihkan pembicaraan ke topik lain, "Bagaimana dengan persiapan acara besok?"
Bibi Soon Ja tersenyum dan berkata dengan suara yakin, "Semuanya sudah siap, kita hanya perlu menunggu para tamu untuk datang besok siang."
"Baiklah kalau begitu." Yun Hee duduk kembali di kursi, "Bibi bisa beristirahat dulu."
Bibi Soon Ja mengangguk mengerti kemudian membalikkan tubuh, namun sebelum wanita itu menutup pintu, ia berkata kepada Yun Hee. "Menurutku dia bisa diandalkan. Supir Cho. Menurutku dia laki-laki yang bisa diandalkan."
Setelah bibi Soon Ja menghilang di balik pintu, Yun Hee mendesah keras. "Meskipun dia bisa diandalkan, tapi dia tidak akan selamanya berada disini. Jadi, lebih baik untuk tidak bergantung terlalu banyak kepadanya."