Aula pesta sudah dipenuhi tamu berpakaian formal. Lampu kristal di atas langit-langit telah dinyalakan dan memancarkan cahaya kuning ke seluruh ruangan. Dari pintu masuk, alunan musik orkestra terdengar, seolah menyambut orang-orang untuk bergabung menikmati sore yang indah.
Oh Yun-Hee sedang berkeliling menyapa para tamu yang hadir dengan gelas anggur di tangan ketika namanya dipanggil. Berbalik, ia melihat Park Hyung-Shik sedang berjalan ke arahnya dengan langkah lebar sambil tersenyum cerah menunjukkan deretan gigi putihnya.
"Kata sambutan tadi sangat mengesankan." Laki-laki itu bertepuk tangan keras dan berbicara dengan nada dramatis.
Alis Yun Hee berkerut samar dan ia menyipitkan mata. "Kenapa memanggilku?"
Sejak kejadian di klub malam, hari ini adalah pertemuan kedua mereka. Berbeda dengan saat itu, kondisi Park Hyung-Shik sekarang lebih stabil dan tidak dalam pengaruh alkohol atau obat-obatan. Kata-kata yang keluar dari mulutnya jelas dan tubuhnya bisa berdiri tegak. Namun disitulah letak keanehannya, pamannya tidak pernah mendekati Yun Hee dalam keadaan sadar. Setiap kali Park Hyung-Shik melihat Yun Hee, dia akan berpura-pura tidak mengenalinya lalu menjaga jarak kemudian pergi sejauh mungkin.
Senyum di bibir Park Hyung-Shik mengembang. Ia berdeham dan menjawab, "Aku ingin memperkenalkan seseorang, kau pasti akan menyukainya."
Tanpa menunggu jawaban, Park Hyung-Shik langsung mengangkat dan menggoyangkan tangan, sebagai tanda agar orang itu menghampiri mereka. Mengikuti arah tatapan pamannya, Yun Hee melihat seorang laki-laki besar dengan rambut hitam pendek berjalan melewati kerumunan. Dari penampilannya, Yun Hee bisa menebak kalau laki-laki itu bukan orang biasa, semua yang dikenakannya terlihat mahal dan berkelas. Pakaian yang dijahit khusus mengikuti bentuk badannya yang berotot, sepatu kulit hitam yang berkilat memantulkan cahaya lampu dan aksesoris pendukung lain yang menempel di tubuhnya.
"Hyeong!" seru Park Hyung-Shik antusias ketika laki-laki itu sudah berdiri di dekat mereka. "Terima kasih karena sudah datang."
Menatap Park Hyung-Shik sejenak, laki-laki itu kemudian menepuk pundaknya pelan. "Aku yang harus berterima kasih karena sudah mengundangku." Kemudian laki-laki itu menoleh ke arah Yun Hee, menundukkan kepala sedikit dan tersenyum ramah. "Annyeonghaseyo, saya Hwi Yong-Jae. Senang akhirnya bisa bertemu dengan anda."
Membalas sapaan Hwi Yong-Jae, Yun Hee menundukkan kepala sedikit dan menjawab "Annyeonghaseyo, saya Oh Yun-Hee."
Saat itu seorang pelayan mendekati mereka dan menawarkan minuman. Park Hyung-Shik mengambil segelas untuk Hwi Yong-Jae dan segelas untuknya lalu menyesap minumannya, "Anggur putih ini enak sekali." Komentar Park Hyung-Shik kemudian menoleh ke Hwi Yong-Jae, "Bagaimana menurut hyeong?"
Laki-laki itu ikut menyesap minuman di gelasnya lalu alisnya terangkat. "Anggur putih ini rasanya manis, tapi tidak berlebihan." Ia menggoyangkan gelas dan mendekatkan hidungnya, "Baunya tidak khas, tapi cukup segar. Dari tebakanku, minuman ini dicampur dengan buah-buahan sehingga menghasilkan rasa dan wangi yang tidak dominan."
Yun Hee melihat kedua laki-laki itu menatapnya menunggu jawaban. Menggoyangkan gelas dan menyesap minumannya, ia menjawab. "Ya. Kami mencampur ekstrak buah di dalam anggur putih ini."
Terdengar tawa keras Park Hyung-Shik dan ia menatap Yun Hee, "Hwi Yong-Jae ssi~ adalah seseorang yang ahli di bidang anggur. Dia sudah mencoba berbagai macam anggur di seluruh penjuru Eropa dan tidak ada anggur yang belum pernah dicicipinya. Dan yang terpenting, Hwi Yong-Jae ssi~ sangat menyukai anggur putih." Lalu ia menoleh ke arah Hwi Yong-Jae. "Semua anggur di Yun Winery dibuat oleh Yun Hee. Keponakanku ini bisa membuat anggur yang sangat enak dan cita-citanya adalah menjadi Master Sommelier."
Hwi Yong-Jae tersenyum tipis, "Dilihat dari semua koleksi anggur di Yun Winery yang selalu laku di pasaran, tentu saja bisa ditebak ada seseorang yang sangat hebat dan berbakat di belakangnya."
"Pastinya." Kata Park Hyung-Shik yakin. "Yun Hee sudah belajar membuat anggur sejak kecil. Hampir setiap hari dia menemani ibunya di laboratorium untuk melakukan percobaan anggur baru. Dan di setiap hari minggu, dia tidak pernah absen berkeliling pabrik dan kebun anggur bersama dengan neneknya untuk mengecek ketersediaan bahan untuk produksi."
Hwi Yong-Jae tertawa kecil dan melirik Yun Hee yang mengerutkan kening mendengar pamannya berbicara.
"Karena saat itu Yun Hee masih di bawah umur dan mereka takut kalau dia akan kecanduan alkohol, maka setiap pulang sekolah kakeknya akan selalu membawa Yun Hee ke sungai dekat rumah untuk menemaninya memancing. Mereka akan berada di sana sampai sore atau ketika langit sudah mulai gelap. Tapi, seperti halnya anak kecil pada umumnya, semakin dilarang maka mereka akan semakin memutar otak mencari berbagai macam alasan." Park Hyung-Shik menggeleng-geleng, "Singkat cerita semua cara yang digunakan kakeknya tidak berhasil. Akhirnya kakek Yun Hee meminta neneknya untuk membuat jus anggur dan cemilan anggur kering yang aman dikonsumsi oleh anak-anak. Itulah alasan kenapa ada produk anggur di Yun Winery yang bebas alkohol."
Hwi Yong-Jae menyesap minumannya, "Semua orang yang mengenal Direktur Oh Tae-Won tahu betapa beliau sangat menyayangi cucunya. Direktur Oh selalu berbicara tentang rasa bangga dan keinginannya untuk memberikan Yun Winery kepada cucu pertamanya. Jika beliau masih hidup dan melihat semua ini, aku yakin Direktur Oh pasti akan senang sekali karena mimpinya menjadi kenyataan." Kata-kata itu menarik perhatian Yun Hee dan tatapannya berubah serius.
"Apakah anda mengenal Direktur Oh?" tanya Park Hyung-Shik seakan mewakilkan suara di kepalanya.
"Tentu saja. Bagi orang-orang yang menyukai anggur, nama Direktur Oh Tae-Won bukan hal yang baru. Aku yakin di seluruh Korea ini, tidak ada yang tidak mengenal beliau." Jawab Hwi Yong-Jae pasti.
"Lalu, apa hubungan anda dengan kakekku?" sela Yun Hee cepat sebelum Park Hyung-Shik melanjutkan pertanyaan berikutnya.
"Teman." Kata Hwi Yong-Jae dengan suara sedikit bergetar dan menyesap anggurnya. "Kami berteman dekat."
"Benarkah?"
"Ya, Kami sering minum teh bersama."
Yun Hee menyipitkan mata. "Minum teh? Seingatku kakek tidak suka minum teh."
Hwi Yong-Jae tersenyum, "Setiap kali bertemu, kami selalu menghabiskan waktu mengobrol sambil minum teh. Bahkan satu bulan yang lalu, Direktur Oh Tae-Won datang ke tempatku untuk minum teh dan membahas hal penting."
"Aku harap anda tidak salah mengenali orang, Hwi Yong-Jae ssi."
Sudut bibir Hwi Yong-Jae terangkat ke atas. "Kalau tebakanku benar, sepertinya Direktur Oh tidak pernah menyebut namaku sama sekali."
Yun Hee diam tidak berkomentar. Melihat senyum sinis Hwi Yong-Jae, ia merasa seluruh tubuhnya menjadi merinding.
"Yun Hee ssi~ Terkadang tidak semua hal perlu kita ceritakan kepada orang terdekat atau bahkan keluarga. Apalagi kalau hal itu penting dan rahasia."
Yun Hee memaksa bibirnya untuk tersenyum. "Kalau begitu, menurutku anda dan kakek tidak bisa dibilang berteman baik. Karena kakek akan selalu menceritakan orang-orang yang menurutnya penting kepada kami." Ia melangkah mendekat dan berkata dengan suara pelan, "Dan kakek juga selalu memberitahuku untuk berhati-hati dengan orang tidak dikenal yang mengatakan bahwa mereka berteman dekat."
***
"Cari tahu tentang Hwi Yong-Jae." Yun Hee memiringkan kepala sedikit ke belakang memberikan perintah kepada asisten Ahn. "Dan apa hubungan laki-laki itu dengan Park Hyung-Shik dan kakek."
Dari kejauhan ia mengamati Hwi Yong-Jae dan Park Hyung-Shik yang sedang mengobrol dengan para tamu. Asisten Ahn menganggukan kepala lalu menghilang di antara kerumunan meninggalkan Yun Hee yang masih berdiri di posisi yang sama.
"Selamat, akhirnya kau berhasil membuat anggur putih yang enak." Dengan senyum lebar Ye Min-Hyuk sudah berdiri di sampingnya. "Kali ini aku bisa berkata kau benar-benar berhasil."
Yun Hee menatapnya bingung dan membalas, "Pujian dari seseorang yang tidak mengerti anggur, sama saja dengan mendengar suara gonggongan ayam."
Mata Min Hyuk mengarah ke atas, "Maksudmu aku adalah ayam?"
Yun Hee mengibaskan sebelah tangan tidak berniat berdebat dengan temannya itu.
Min Hyuk berdeham dan berkomentar, "Tidak apa-apa, terserah kau mau berkata seperti itu tentang aku. Tapi, bagaimana kalau pujian itu dari …" Ia membiarkan kata-katanya menggantung dan matanya memandang jahil melewati bahu Yun Hee.
Yun Hee mengikuti arah tatapan Min Hyuk dan berhenti di laki-laki muda berkacamata dengan senyum menawan yang menghampiri mereka. Setelah jarak cukup dekat, suara rendah laki-laki itu terdengar di telinga Yun Hee. "Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?"
Mata Yun Hee melebar dan mulutnya terbuka sedikit seolah tidak menyangka bisa melihat orang itu disana
"Kau terkejut bukan?" Tanya Min Hyuk senang berhasil membuat Yun Hee kehilangan kata-kata. "Kalau pujian itu berasal dari seorang Master Sommelier, pasti bukan hanya gonggongan ayam?"
Tidak mempedulikan Min Hyuk, ia menjawab dengan pelan. "Baik. Bagaimana denganmu, sunbae?"
"Aku juga baik." Balasnya pelan.
Selama sesaat tidak ada yang berbicara. Mereka hanya saling bertatapan, sementara Min Hyuk mulai merasa seperti orang bodoh yang tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan lewat pandangan mata dua orang di depannya. "Melegakan sekali sekarang kita semua bisa berkumpul," ia meletakkan tangan di pundak mereka berdua dan tanpa sadar mendorongnya sampai lengan kedua orang itu saling bersentuhan.
"Apakah kalian tahu, aku masih sering bermimpi tentang Blue Grotto." Ye Min-Hyuk memejamkan mata dan membayangkan ombak biru cerah yang mempesona di salah satu area paling popular di Italia. "Dan Milan. Aku tidak akan pernah bosan pergi kesana ratusan atau bahkan ribuan kali. Sei il mio ultimo amore." Kemudian mengangkat sebelah tangan dan mengecupnya singkat seperti yang dilakukan penduduk asli di Roma.
Yun Hee mendengus, "Kalau kau begitu menyukai Italia, kenapa tidak tinggal saja disana? Kenapa kembali kesini?"
Min Hyuk mengangkat bahu dan menjawab pasrah. "Kau tahu sendiri bila kakekku tidak mengirim orang untuk menyeretku pulang ke Korea, aku pasti masih berada di sana sekarang. Berjemur di tepi pantai Cala Goloritze sambil menikmati hembusan angin diantara hamparan pasir putih." Katanya merentangkan tangan dan berputar.
"Sadarlah." Kata Yun Hee berusaha membangunkan temannya dari mimpi indah itu. "Masa depanmu sekarang adalah tinggal di sini sampai tua nanti."
Min Hyuk membuka mata dan menatap kesal ke arah Yun Hee lalu ia mengalihkan perhatian ke laki-laki berkacamata yang tertawa mendengar ejekan gadis itu. "Seung Hoon hyeong, kau harus membela aku."
Im Seung-Hoon mengangkat kedua tangan tanda menyerah sambil menahan tawa. Hal yang selalu dilakukannya setiap kali Yun Hee dan Min Hyuk mulai bertengkar.
"Hahaha.. Sepertinya kau sedang menjelaskan tentang masa depanmu sendiri." Balasnya tidak terima karena Yun Hee mengingatkan dirinya dengan kakeknya. "Aku ikut senang ternyata cita-citamu untuk tinggal di Korea menjadi kenyataan."
Kata-kata Min Hyuk berhasil membuat senyum di wajah Yun Hee memudar. Ia tertawa pahit dan menyesap minumannya. Berbeda dari perkiraan, hal yang Min Hyuk katakan terdengar tepat di telinganya. Seolah-olah itu yang seharusnya ia lakukan sejak dulu sesuai dengan keinginan kakeknya.
"Aku sudah mencoba anggurnya," kata Seung Hoon membuat Yun Hee tersadar dari lamunannya. "Apakah kau menggunakan buah beri?"
Yun Hee mengangguk membenarkan, "Darimana sunbae tahu?"
"Di Eropa, mencampur ekstrak buah dengan anggur putih adalah hal yang biasa, terutama buah beri. Orang-orang menyukai hal itu karena rasanya yang segar dan bermanfaat untuk kesehatan."
"Kami mencampurnya dengan ekstrak buah delima." Kata Yun Hee menambahkan.
Min Hyuk menyenggol tangan Yun Hee pelan, "Ternyata setelah bertahun-tahun mengikuti hyeong, akhirnya kau bisa membuat anggur putih yang enak."
Yun Hee melirik Min Hyuk sejenak, "Memangnya aku seperti seseorang yang hanya tidur, makan dan bermain setiap hari?" lalu mengalihkan tatapan kembali ke laki-laki berkacamata di depannya. "Menurut sunbae, apakah anggur seperti ini cocok untuk pasar Korea?"
Min Hyuk tertawa keras, "Oh Yun-Hee memang sudah berubah, aku tidak menyangka suatu hari kau akan membahas tentang bisnis dengan hyeong."
Im Seung-Hoon adalah senior di kampus tempat Yun Hee dan Min Hyuk belajar selama di Italia. Ayahnya yang keturunan Eropa menikah dengan ibunya yang berkebangsaan Korea kemudian mereka menetap disana. Entah karena kesamaan kecil itu atau karena Seung Hoon yang ingin mengenal budaya Korea, mereka bertiga tiba-tiba menjadi sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama yang akhirnya menjadi dekat.
Dari Im Seung-Hoon, Yun Hee belajar banyak tentang anggur dan sedikit strategi bisnis di industri minuman. Ayah Seung Hoon adalah pemilik salah satu pabrik anggur terbesar di Italia yang otomatis membuat laki-laki itu memiliki kemampuan dan koneksi terbaik. Selama di Italia, Yun Hee selalu mengikuti Seung Hoon kemanapun pergi, yang perlahan entah sejak kapan membuatnya menjadi bergantung pada laki-laki itu.
Im Seung-Hoon tersenyum tipis, "Tidak ada salahnya dicoba. Negara Eropa selalu menjadi pionir untuk beberapa bidang di dunia, salah satunya adalah anggur. Hanya masalah waktu kapan tren tersebut akan masuk ke Asia. Pada waktu dan suasana yang tepat."
Yun Hee mengangguk. "Ya, aku berharap kami tidak terlalu cepat untuk memperkenalkan hal baru ini ke pasar Korea, dimana anggur masih merupakan barang mewah dan mahal."
"Dalam dunia bisnis kau harus bisa melihat peluang sekecil apapun dan memanfaatkannya dengan porsi yang pas." Im Seung-Hoon mengarahkan ibu jarinya ke Ye Min-Hyuk.
Melihat dua orang itu menatapnya, ia mengangkat alis dan menunjuk dirinya sendiri. "Aku?"
Seolah mengerti maksud Im Seung-Hoon, Yun Hee tersenyum penuh arti. "Tentu saja, hal besar dimulai dari yang kecil."
Im Seung-Hoon menatap Yun Hee. Ia tahu dirinya akan selalu berhasil membuat gadis itu tersenyum dan bersemangat lagi. Ya tentu saja, karena tidak ada yang mengenal gadis itu sebaik dia dan sebaliknya.