Airmatanya jatuh tak terhenti. Ia menangis sesunggukan. Sesuatu yang sedang di fikirkannya membuatnya benar-benar takut saat ini. Karena ia tidak menyangka akan begini. Entah salah apa yang di perbuatnya, hingga ia harus menghadapi resiko seperti tadi. Walau ia tau benar, ia tidak melakukan kesalahan apapun. Memancing untuk di goda pun tidak. Ya, pelecehan yang hampir di dapatkannya.
Setelah keluar dari bangunan kosong kemarin, Dasha langsung memeluk Putra. Membuat Putra terkejut dan terbengong-bengong. Dalam pelukan Putra pun Dasha menangis sejadi-jadinya. Putra yang akhirnya mengerti akan ketakutan sahabatnya itu pun menengadahkan wajah Dasha dan menatap kedua mata sahabatnya, sambil menghapus air mata yang mulai jatuh itu.
"Tenang, Dash.. tenang. Gue disini.. gue disini," ucap Putra menenangkan. Ia pun balas memeluk Dasha dan mengelua punggung Dasha. "Nanti nangisnya di lanjut di kostan aja ya. Ngga enak disini, di lihat yang lain," lanjutnya lalu mengajak Dasha yang nampaknya tidak bisa di ajak kompromi saat ini. Ia terus menangis. Sepanjang perjalan, mau tak mau mereka berpelukan dengan Dasha yang terus menangis.
Kini pun Putra masih menatapi Dasha yang menangis, meski sudah di dalam kost. Bu Jamilah dan beberapa penghuni kost yang mengetahui itu, beberapa memperhatikan dan beberapa menghampiri Dasha, termasuk Bu Jamilah. Alasan uang hilang adalah yang di katakan Putra kepada semuanya. Lambat laun mereka pun pergi.
"Udah dong, Dash. Sampe kapan lo mau nangis?" tanya Putra akhirnya. Jengah juga dia melihat Dasha terus menangis hingga tak sengaja mengundang banyak orang.
Dasha terisak-isak. "Gue... tah.. kuutt.." ucap Dasha terbata-bata.
"It's fine, Dash.. it's fine. Ada gue disini ," Putra coba menenangkan Dasha lagi. Kali ini menggenggam kedua tangan Dasha.
"Kalo aja... luh... ngga datang saat itu juhga... gueehh.. ngga tau... bakal.. kahyak.."
"Sssttt..! Udah ah udah jangan di terusin," potong Putra. Tau Dasha akan berbicara ke arah mana. "Dasha, dengar ya... selama lo sama gue dan selama gue sama lo, gue bakal terus jagain lo. Karena lo udah percayain diri lo ke gue. Ngerti?" jelas Putra kemudian.
Dasha mengangguk melihat kebawah.
"Liat gue,"
Dasha menengadahkan wajahnya, perlahan menatap Putra.
"Gue ngga akan mungkin biarin lo sendirian, dalam situasi apapun. Percaya, Dash. Itulah kenapa kemarin gue ngotot nanya lo kemana seharian, sama siapa, ngapain aja, siapa aja orang-orang yang lo kenal," jelas Putra lagi nampak serius.
"Berarti lo kenal orang-orang yang gue sebutin kemarin? Termasuk Darsono?"
"Ngga. Pas nyebut nama gue ngga kenal, tapi pas lo sebut gitu mendadak perasaan gue ngga enak. Jadi gue ikutin lo daritadi. Ternyata gue kenal orang itu dengan nama berbeda. Nama dia bukan Darsono, tapi Ega. Dan dia tuh emang terkenal..." Putra menggantung ucapannya. "Ah udahlah ngga penting!" tutupnya.
Dasha terdiam, tangisnya mereda. Begitupun sesunggukannya.
"Tadi gue ketemu sama Arjuna..."
"Arjuna? Terus???" kaget Putra.
"Ya gue langsung lari begitu liat dia. Dia juga berusaha ngejar gue, tapi kayaknya ngga bisa. Karena dia lagi ngendarain mobil. Walaupun kayaknya mobilnya sempat dia tinggal di tengah jalan pas lampu merah. Soalnya gue denger banyak klakson bersautan," jelas Dasha.
"Ooohh.. makanya lo ke rumah kosong karena menghindari Arjuna?" tebak Putra, tau arah jalan cerita Dasha yang langsung di saut anggukan kepala Dasha. Putra pun terdiam lagi.
"Ohya, Dash.." Putra membuka suara. Dasha yang sempat bengong pun melihat ke arahnya. "Kemarin gue nongkrong di sekitaran rumah lo," cerita Putra.
"Terus?" tanya Dasha penasaran lalu mengelap ingus yang turun dari hidung karena tidak bisa di tarik dengan hidung.
"Kayaknya bokap lo sakit, Dash. Gue denger dari orang-orang sekitar rumah lo. Emak lo juga nangis terus nyariin lo. Padahal kan lagi rawat si Dila, adik kecil lo. Lo ngga kangen apa, Dash?" tanya Putra.
Dasha menunduk, wajahnya sedih. Ia tau apa kesalahannya.
"Mas Gama juga katanya udah di pecat karna ngga bisa nemuin lo,"
"Hah?!" kaget Dasha.
"Kagetkan lo? Nah makanya itu. Pulanglah lo. Dua sahabat lo juga pasti nyariin. Arjuna mungkin nyari lo kemarin sampe ngejar karena mau nyampein berita ini. Lo ngga mau tau keadaan keluarga lo?" tanya Putra lagi. Berharap mendapatkan jawaban seperti yang di harapkannya, yaitu Dasha mau pulang.
"Tapi, Put.."
"Apa? Tapi apa, Dash? Lo ngga kasian sama bokap lo? nyokap lo? ya lo udah taulah kayak gimana susahnya cari uang. Otomatis lo juga pasti udah tau dan mikir apa yang lo korbanin. Pasti banyak. Selain tenaga, yaitu waktu. Entah buat lo, atau keluarga lo. Waktu buat diri sendiri aja lo ngg ada, ngg bisa," jelas Putra masih menyadarkan Dasha.
Dasha terdiam dan hendak menangis lagi.
"Jangan nangis lagi. Nanti tambah mampet. Lo harusnya mikir. Masih bagus punya orang tua lengkap. Masih ada laki-laki yang mau berjuang buat lo, hidupin lo, demi lo hidup enak. Kan lo juga yang seneng? Dash, beneran deh. Gue cuma takut lo nyesel di akhir. Ketika lo udah tobat, menyesali semua, mau pulang kerumah dan yang lo liat malah..."
"Ya, Put, yaa.. gue mau pulang. Gue mau pulang..!" pekik Dasha agak kencang sambil memejamkan kedua matanya. Ia pun menangis lagi.
Putra langsung memeluknya. "Syukurlah... gue juga salah, Dash. Udah nurutin keinginan lo. Maafin gue..." ucap Putra sambil mengelus rambut Dasha.