Chereads / DASHA & JAKARTA / Chapter 21 - PERJUANGAN

Chapter 21 - PERJUANGAN

Sehari sebelum mereka akan terjun ke jalanan, Dasha sudah memperingatkan ketiga sahabatnya, Naila, Faida, dan Arjuna untuk siap menghadapi terik matahari. Mereka pun menyanggupinya dan kedua gadis itu memakai sunblock, baju panjang, dan celana panjang demi menghindari terik matahari langsung. Sementara Arjuna melakukan hal yang sama dan tentunya tanpa sunblock. Dasha pun meminta mereka juga untuk berpakaian biasa tak mencolok, tidak usah terlalu bagus bajunya, dan lagi-lagi mereka menyanggupi. Putra yang ada bersama mereka saat ini pun juga memperhatikan dari jauh.

Dasha mulai memperlihatkan aksinya dalam mengamen. Kali ini uang yang ia dapatkan, akan ia bagikan kepada teman-teman seperjuangannya di jalanan. Ia berjalan dari satu mobil ke mobil yang lainnya demi rupiah. Lebih banyak penolakan daripada uang yang dia terima. Dia masih sedih, sangat sedih, apalagi kali ini niat uangnya akan di berikan untuk teman-temannya.

"Gila sih. Gue ngga nyangka kalau Dasha beneran bakal bisa turun ke jalanan begini," salut Faida memperhatikan Dasha dari trotoar.

"Sama, Fai. Apalagi gue. Jadi terharu liat perjuangan dia dapetin duit. Ikutan sedih dia ngga dapetin duit gitu," komen Naila sedih.

Arjuna yang mendengarkan sedaritadi diam pun ikut buka suara. "Guys, kalian sadar ngga sih? Kayaknya pas dia kabur itu nyembunyiin identitas dia kalau dia anak siapa, kebukti dari tetangga sampingnya yang kaget pas tau dia anak siapa, karena liat gue katanya kayak kenal. Suka berkeliaran di televisi," ucap Arjuna.

"Sependapat sih," ucap Faida.

"Dasha kan memang gitu dari jaman dulu juga. Ngga di sekolahan, ngga di tongkrongan, atau dimana-mana, dia sembunyiin identitasnya. Dia ngga mau orang lain tau siapa dia," sambung Putra.

Mereka bertiga mengangguk-angguk. Terlihat Dasha berjalan menghampiri mereka dengan wajah kepanasan.

"Amsyonglah! Cuma dapet segini," sungutnya kesal membuka kedua telapak tangannya memperlihatkan beberapa koinan yang di dapat.

"Emang itu berapa?"

"Lima belas ribu doang,"

"Biasanya?"

"Tiga puluh ribu. Duh..."

Mereka terdiam.

"Yuk ah sekarang coba peruntungan jadi kenek,"

"Hah?" mereka bertiga ber-hah ria kecuali, Putra.

Seperti tidak memperdulikan keterkejutan teman-temannya, Dasha berkata lagi, "Eh sebelum itu, gue mau ngajak kalian, termasuk lo Put, ke tempat Bapak gorengan. Gorengannya enak deh," lalu Dasha berjalan memimpin tanpa menunggu jawaban teman-temannya. Menuju tempat Bapak gorengan, yang menolong Dasha memberikan Dasha pekerjaan. Yaitu membantu membungkus gorengan.

"Eh eneng. Apa kabar, neng? Lama ngga liat eneng," saut si Bapak.

"Baik, Pak. Bapak apa kabar?"

"Baik, Pak,"

Bapak gorengan melihat ke arah orang-orang yang di belakang Dasha. Kali ini Arjuna memakai masker wajah dan hodie agar wajahnya tidak terlihat.

"Teman-temannya, neng?" tanya Bapak gorengan.

"Ya, Pak," jawab Dasha singkat. "Ng anu, Pak.. ada kerjaan ngga buat saya?" tanyanya kemudian.

"Buat kamu aja apa teman-temanmu sekalian?" tanya si Bapak.

"Emmm..." Dasha menoleh ke belakang. Meminta persetujuan teman-temannya.

"Untuk kami juga, Pak," saut Faida kemudian.

Naila, Arjuna, dan Putra nampak terkejut memandang Faida, lalu sedetik kemudian mereka mengangguk setuju.

"Wah Alhamdulillah... kebetulan Bapak dapet pesenan gorengan banyak ini. Tolong kalian aduk adonan, potongin bahan-bahannya, sama yang lainnya," ucap Bapak gorengan.

"Errr.. caranya, Pak?" tanya Naila hati-hati karena takut menyinggung Bapak gorengan. Benar saja, Bapak gorengan terlihat terkejut namun akhirnya Bapak gorengan pun mengajari mereka.

"Yooo Cikini Megaria, Cikini Megariaaaa..!" teriak Dasha memancing para pejalan kaki untuk menjadi penumpangnya. Beberapa menit kemudian, bus yang di kenekinnya pun mendapatkan penumpang. Syukur salah satu bos Metromini masih memiliki lowongan untuk Dasha sebagai kenek, agar trman-temannya bisa lihat bagaimana perjuangannya. Saat akan ada penumpang naik atau turun, Dasha akan mengetuk-ngetuk tiang Metromini tanda memberi tau supir agar berhenti. Sementara itu, sahabat-sahabatnya duduk di belakang sambil menikmati gorengan yang di kasih gratis oleh Bapak gorengan sebagai tanda terima kasih, selain upah.

Entah mengapa rasa gorengan ini nikmati sekali, meskipun Naila, Faida, dan Arjuna terbilang jarang memakan gorengan. Atau karena ini hasil olahan sendiri dan hasil dapat dari keringat sendiri? Entahlah. Yang jelas ini benar-benar enak.