Chereads / 100 Puisi / Chapter 3 - Chapter 2 : (Flashback) Bertemu Denganmu

Chapter 3 - Chapter 2 : (Flashback) Bertemu Denganmu

10 tahun yang lalu,

"Maaf, toko kami bisa kena masalah karena mempekerjakan anak kecil, kalau jadi anak-anak itu harus jujur, bagaimana dewasa nanti" ucap seorang paman sambil berusaha menyeret seorang anak laki-laki keluar restorannya. Sebuah restoran yang cukup besar, dan karena matahari masih belum terbit sempurna, jadi belum ada pelanggan yang datang.

"Tunggu dulu, aku minta maaf karena aku berbohong tapi aku jamin tidak akan ada yang tahu akan hal ini, kumohon agar aku tetap bisa diijinkan bekerja disini, aku ,,,,aku sangat membutuhkan uang" ucap anak laki-laki itu dengan raut wajah takut serta sedihnya, ia menolak terhadap tindakan seorang paman yang mencoba menyeretnya keluar dari restoran tersebut anak laki-laki itu memiliki tinggi kira kira mencapai 155 cm cukup tinggi untuk anak yang baru berumur 14 tahun, memiliki kulit putih, matanya tidak terlalu sipit dan rambutnya yang hitam pekat.

"Kau mau menjamin ini tidak akan ketahuan?, mempekerjakan anak dibawah umur 18 tahun adalah tindakan kriminal, kalau sempat ketahuan kami dari pihak restoran akan kena sanksi, apa kau mau bertanggung jawab akan hal itu nanti?" ucap paman itu, sekarang mereka sudah berada diluar restoran dengan hawa pagi yang sedikit dingin namun menyejukkan.

Ini sebuah kota, yang lumayan ramai namun memiliki suasana lebih tenang dibanding dengan ibukota. Kyoto, salah satu kota di jepang yang masih kental mempertahankan budaya jepang, disini kita bisa merasakan suasana jepang pada masa lalu dimana banyak situs situs budaya, atau peninggalan yang masih dijaga dengan baik. Di tengah kota Kyoto yang tenang ini, tersimpan banyak masalah kehidupan yang beragam dengan latar belakang yang beragam pula.

"Kalau itu,,,,"perkataan anak laki-laki itu lalu terhenti, dengan wajah sedihnya ia sangat berharap akan diberikan kesempatan kedua. Apa yang dikatakan paman itu memang benar, ia tahu apa yang dilakukannnya salah tapi keadaan memaksanya untuk melakukannya. Ia harus bekerja untuk mendapatkan uang.

"Memangnya kau tidak punya orang tua, ?" Tanya paman itu

"Aku,,,,,,,,," anak laki laki itu bingung mau bilang apa. Keringat mulai keluar dari keningnya, yang ada dalam fikirannya ialah ia tidak ingin berhenti bekerja.

"Sudahlah, lebih baik kau pulang, syukurlah aku tidak memberimu hukuman, ini.... uang untukmu atas hasil kerjamu selama ini, dan jangan melakukan sesuatu yang melanggar aturan lagi," Pinta paman tersebut sambil langsung meletakkan uang ke tangan anak di depannya itu dan berbalik hendak masuk kembali ke dalam restoran untuk memulai pekerjaannya lagi, karena matahari sudah mulai terbit dan pelanggan akan banyak berdatangan untuk sarapan pagi.

"Tunggu, paman…" Teriak anak laki-laki itu.

Tapi, paman itu tidak menanggapinya dan pergi meninggalkan anak laki laki yang terdiam di depan restorannnya. wajahnya terlihat sedih dan kesal dan sesekali mengusap keringat yang tidak terlalu banyak di dahi nya.

"aku sudah tidak punya orang tua, aku harus mendapatkan uang untuk adikku" ucapnya lirih dengan suara pelan dan menyiratkan banyak kesedihan di dalamnya.

Dengan wajah yang kesal sekaligus sedih, anak laki-laki itu hendak pergi dari tempatnya, walaupun sebenarnya ia tidak tahu harus pergi ke mana.

" Hey, nama mu siapa?" ucap seorang laki laki yang kelihatannya sudah berumur mendekati 40 tahun, ia memakai pakaian kaos biasa dengan celana panjang, menghampiri anak laki-laki yang termenung di depan restoran yang dilewatinya.

"Paman Siapa?" Tanya anak laki-laki itu setelah berbalik menghadap seseorang yang menyapa ini, wajahnya sedikit mengintimidasi karena paman itu memegang pundaknya ketika menyapa dirinya tadi.

"Hey…. aku yang bertanya duluan, dasar anak zaman sekarang tidak tahu sopan santun yang baik." Ucap paman tersebut sambil tersenyum berat.

"aku tadi habis membeli beberapa obat obatan di toko sebelah,,, maaf ya,,tapi aku tadi menguping pembicaraan kalian, nampaknya kamu sedang kesusahan" lanjut sang paman.

"Bukan urusan paman" kata anak laki laki tersebut dengan tenang dan hendak melangkah pergi meninggalkan paman tersebut.

"Bagaimana kalau aku bisa membantumu" lanjutnya. Dan sukses membuat anak laki-laki itu berbalik kembali ke arahnya.

" Maksud paman?" Tanya anak laki-laki tersebut dengan serius.

"Kau membutuhkan pekerjaan bukan, aku memiliki pekerjaan yang bisa kutawarkan padamu , tentunya aku juga akan membayarnya." Ucap percaya diri sang paman tersebut.

Anak laki-laki itu masih termenung karena bingung dengan perkataan paman yang ada di depannya ini.

"Sudahlah ayo ikut aku,,,," lanjut sang paman sambil menarik tangan anak laki laki itu untuk segera mengikutinya. Anak laki laki tersebut mau tidak mau mengikuti paman yang membawanya tersebut.

Di sebuah rumah yang tidak terlalu mewah, bentuknya masih bisa terbilang tradisional khas jepang dengan taman yang luas membentang dihadapannya dan juga ada kolom kecil dengan bunga teratai, kolom itu terletak di samping pintu pagar rumah tersebut.

Sakii, Seorang gadis yang sejak berumur 5 tahun, tepatnya setahun sesudah ibunya meninggal, tubuhnya perlahan mulai melemah, selalu merasa pusing ketika mencoba berjalan, sering demam serta batuk, Masih mempunyai seorang ayah dan sekarang umurnya sudah 12 tahun, sejak sakit Sakii memutuskan untuk tidak sekolah karena tidak memungkinkan dengan kondisinya seperti itu, tapi ayahnya masih mengajarkannya pelajaran di SD agar setidaknya bisa membaca dan menghitung, anggap saja seperti home schooling hanya saja ayahnya yang jadi guru.

Ayahnya sendiri pernah membawanya ke rumah sakit, tapi saat itu mereka bilang Sakii hanya sakit karena kekebalan tubuhnya kurang baik dan menganggap ini penyakit demam biasa lalu setelah satu minggu di rumah sakit Sakii dibawah pulang kembali.

Ayahnya selalu menjaga dan merawatnya dengan baik, ia juga harus bekerja. Ayah Sakii bekerja sebagai penulis komik dan juga kadang kadang jadi editor di studio tempatnya bekerja.

Sakii harus terus minum obat sesuai dengan yang dianjurkan rumah sakit, walaupun dia sendiri merasa obat ini tidak terlalu efektif baginya. Dalam hatinya Sakii selalu berdoa agar bisa sehat, dan tidak menyusahkan ayahnya lagi.

Di sebuah kamar yang tidak terlalu besar serta memiliki gambar motif bunga sakura di dindingnya. Sakii selalu menghabiskan waktu nya disini, tidur terlentang diatas futon miliknya sambil menahan sakit.

Sakii ingat ayahnya bilang tadi pergi keluar sebentar membeli obat untuknya. Karena obatnya sudah mulai habis.

"Ayah pulang…" Tiba tiba terdengar suara dari luar dan Sakii bisa mendengar dari kamarnya.

"sepertinya ayahku sudah pulang"pikirnya, Sambil mencoba sekuat tenaga untuk bangun dan duduk dari tidurnya, walaupun ini benar benar membuat kepalanya pusing.

Lalu sang Ayah membuka pintu geser kamarnya dari luar.

"Selamat datang kembali, ayah" Sakii berkata lirih ketika menyadari sang ayah membuka pintu kamarnya, Sakii terlihat bangkit dari tidurnya sambil memegang kepalanya yang mulai pusing karena mencoba untuk duduk.

"Sakii, jangan terlalu memaksakan diri, " kata sang ayah yang mulai khawatir sambil melangkah mendekati putrinya itu.

"Aku tidak apa-apa, aku hanya ingin duduk sebentar" Sakii berkata pelan sambil mencoba melihat wajah sang ayah yang sudah ada disampingnya ini.

Tanpa dia sadari ternyata ada anak laki-laki yang berdiri di dekat pintu kamarnya sambil memandanginya dengan wajah yang datar, dari tadi anak laki-laki itu hanya diam memandanginya.

"Siapa?" Tanya Sakii pelan pada sang ayah. Sakii merasa tidak mengenal anak laki laki itu sama sekali sebelumnya.

"Aaa sakii ada yang ingin ayah katakan padamu, mulai sekarang anak ini akan menjaga dan merawatmu selama ayah tidak ada di rumah." Ucap sang ayah yang mulai duduk di di depannya serta memberi aba-aba pada anak laki-laki itu untuk ikut masuk ke kamar dan duduk bersamanya.

Anak laki-laki itu sedikit terkejut mendengarnya tetapi ia tetap diam.

"Merawatku? " Tanya Sakii yang juga mulai batuk kembali, tetapi dia mencoba mengabaikan kepalanya yang selalu pusing ketika mencoba bangun. Menatap bingung pada sang ayah, agar memberikan penjelasan yang lebih.