Hari sudah mulai sore, memang benar-benar cuaca yang cerah, sudah 3 minggu berturut turut belum turun hujan.
"Nee, momo-chan,?" Panggil Sakii pada Ryota yang masih sibuk membersihkan lantai.
"mm?" jawab Ryota sambil menoleh.
Pada saat itu pintu kamar Sakii dibiarkan terbuka agar bisa melihat taman diluar. Rumah Sakii masih tradisional Jepang jadi di depan kamar atau ruangan hanya ada teras kecil tapi panjang dan didepan teras sudah terhubung ke taman yang ada diluar.
"Besok bukannya ada festival Tanabata, kau bisa pergi melihatnya" Ucap Sakii yang ingat kalau besok ada festival Tanabata di daerahnya, biasanya orang akan pergi beramai ramai untuk memeriahkannya.
"Maafkan aku, karena kau harus merawatku dan jadi tidak bisa bermain, mungkin besok aku tidak apa-apa, kau boleh pergi ke festival itu" lanjutnya .
"Mii, kau selalu saja minta maaf padaku," Ryota berkata santai sambil menghentikan sejenak kegiatannya
"lagi pula, kalau ada waktu luang, aku memanfaatkannya untuk berlatih bukan untuk bermain" lanjutnya.
"berlatih?"Tanya Sakii.
"Dulu waktu masih aku pernah ikut turnamen renang, ayahku dulunya seorang nelayan jadi aku sering pergi bersamanya. Waktu ada kompetisi itu aku memutuskan untuk ikut dan menang, sejak saat itu aku menyukai renang, waktu ayahku sakit aku sering berlatih sendirian jika ada waktu luang." Jelas Ryota sambil mulai kembali untuk melanjutkan kegiatannya bersih-bersih.
"Hebat" Sakii pun terkagum mendengarnya.
"itu,,itu bukan hal yang luar biasa kok" Kata Ryota terbata, dapat dilihat pipinya sedikit memerah.
" Momo-chan ingin jadi atlet renang ya?" Tanya Sakii menyimpulkan sambil tersenyum.
"itu…" Ryota terlihat sedikit malu malu dengan wajah yang sedikit memerah.
"mungkin jika aku ke Tokyo aku bisa belajar lebih banyak, tapi itu tidak mungkin aku harus memanfaatkan uang untuk keperluan adikku dulu" lanjut Ryota dengan wajah yang mulai sedih.
"Tokyo ya,,,,,, semua orang pergi kesana untuk mencari uang dan kesuksesan, aku sebenarnya punya paman di Tokyo, tapi karena dia sibuk bekerja disana jadi jarang bisa kemari, palingan ketika tahun baru biasanya dia berkunjung kesini" Sakii berkata dengan tenang.
"Dulu ayahku ditawari paman untuk tinggal dan bekerja di Tokyo, tapi menurut ayahku, keadaan disini lebih tenang untuk kondisiku yang seperti ini, mudah-mudahan Momo-chan bisa kesana ya" ucap Sakii sambil tersenyum padanya.
"Tapi setidaknya Momo-chan bisa sedikit mengubah kebiasaan itu, sesekali bermainlah, bukankah itu menyenangkan" pinta Sakii tiba-tiba.
"mungkin kalau Mii tidak lagi merasa pusing aku akan menggendongmu nanti ke festival itu, kita bisa lihat sama-sama" ucap Ryota santai.
"ehhh?" jujur Sakii terkejut dengan apa yang dikatakan Ryota barusan,
Sakii merasa mungkin pipiku sudah merah sekarang.
"kalau tidak bisa sekarang, mungkin bisa tahun depan, kita bisa pergi kapan-kapan" Ryota berkata dengan santainya sambil masih sibuk dengan pekerjaannya.
Sakii hanya terdiam dan mencoba mencerna perkataan yang dilontarkan Ryota barusan ,
"Momo-chan memang selalu pandai berbicara" Pikir Sakii terdiam.
Keesokan paginya, tepatnya di hari libur sekolah, Ryota datang ke rumah Sakii membawa adiknya.
"ehhh lucunya" Kata Sakii pada anak kecil dihadapannya, Sakii pun mencoba berusaha bangun untuk duduk.
"dia adikmu ya Momo-chan" Tanya Sakii memastikan dengan antusias.
" Momo-chan?" bocah kecil itu kebingungan lalu melihat ke kakak yang disampingnya itu.
"i..iya" Jawab Ryota sedikit malu, adiknya seperti tidak tahu sebelumnya dengan panggilan itu.
"Hey namamu siapa" Tanya Sakii pada bocah kecil itu, pipinya terlihat begitu menggemaskan, dia memakai baju kaos biasa dengan celana hitam selutut.
"Mamori Kaito, salam kenal kakak" Jawab Kaito dengan wajah menggemaskan khas anak kecil itu.
"Dia lucu sekali aku ingin sekali rasanya mencubit pipinya itu" Pikir Sakii gemas.
"Kaito ya... namaku sakii salam kenal juga" Kata Sakii sambil tersenyum hangat padanya. Anak itu sepertinya masih begitu polos.
"aku baru pertama kali kesini karena diajak kakakku, kakak sakii cantik ya" ungkap Kaito dengan lantangnya.
Sakii yang mendengar itu sedikit terkejut dan pipinya pun jadi memerah. Tanpa dia sadari Ryota memasang wajah cemberut dan menatap sadis adiknya ini.
"Terima Kasih pujiannya dan juga terima kasih ya kaito telah mau main kesini." Balas Sakii sambil memegang pucuk kepala anak itu itu.
"Heheheh" Kaito pun terseyum dan mulai duduk berhadapan dengan Sakii diikuti Ryota juga.
"Ne,,,, apa kalian sedang pacaran" ucap Kaito penasaran sambil memandang dua kakak yang ada bersamanya ini satu per satu
"Ehhhh" untuk kesekian kalinya Sakii terkejut lagi dengan kata anak kecil ini. Ryota yang baru saja meminum air juga dibuat batuk karenanya.
"Ka…Kaito, kau bilang apa sih, anak kecil jangan bilang begitu" sambung Ryota dengan nada sedikit naik tapi bisa di lihat pipinya sedikit merona.
"bukan ya, kalau begitu apa kakak Sakii boleh jadi istriku nanti ?" ucap Kaito dengan polos khasnya itu.
Sakii hanya tidak percaya, anak kecil yang baru kelas 1 SD bisa bilang begitu,
"apa dia benar-benar tau artinya pernikahan" pikir Sakii sambil menahan tawanya.
"Haa? " balas Ryota seperti tidak percaya..
"Kenapa?, tidak boleh? " Tanya Kaito dengan wajah bingung polosnya itu pada sang kakak.
"Tidak,,,,,,si…..silakan" jawab Ryota ragu-ragu sambil memalingkan wajahnya.
"Kaito,,,,,, kau itu masih terlalu kecil, belum saatnya memikirkan pernikahan, kakak saja belum pernah kepikiran begitu," ucap Sakii lirih sambil memandang Kaito hangat. Setelah mengatakan itu bisa dilihat wajahnya sedikit kecewa, dia anak yang jujur.
"Yosh, Kaito yang sekarang harus rajin belajar sehingga dewasa nanti apa yang di cita citakan bisa terwujud, kalau sudah begitu tawaran mu tadi bisa kupertimbangkan, hehe" Lanjut Sakii sambil tersenyum, ia hanya ingin anak ini tidak kecewa.
" Benarkah?" Tanyanya dengan wajah yang kembali antusias itu.
"Tentu" Jawab Sakii kembali dengan senyuman, ia pun memandang Ryota yang sedari tadi menatap sinis adiknya itu.
"Momo-chan lucu juga" pikir Sakii melihat tingkah Ryota yang tidak bisa berkata kata atas kelakuan adiknya itu.
"itu apa?" Tanya Sakii sambil menunjuk sesuatu di dekat teras pintu kamarnya.
"Ahhh itu, pohon bambu, Kaito yang membawanya kemari" jawab Ryota sambil mengalihkan pandangannya pada setangkai bambu yang tidak terlalu besar dengan panjang sekitar satu meter lebih dan beberapa ranting yang menempel pada batang bambu itu..
"Hari ini ada festival Tanabata, kakak Sakii kan tidak bisa pergi ke festival karena sakit, jadi aku membawakan batang bambu kecil ini kesini, aku bermaksud ingin menghiasnya dengan kakak dan kakak sakii disini." Ungkap Kaito pada Sakii dengan senyumannya.
Mendengar itu Sakii tahu anak kecil ini ingin menghiburnya, dia benar benar anak yang baik.
Pada festival Tanabata, banyak orang-orang menghias sebuah batang bambu dengan beberapa kertas warna warni, ada yang berbentuk persegi panjang atau segitiga. Pada kertas itu ditulis harapan harapan yang diinginkan dan digantungkan pada bambu tersebut. Beberapa daerah mengadakan perayaan pada saat festival Tanabata ini seperti mengadakan parade, dimana disana banyak stan makanan-makanan yang enak. Ada juga festival kembang api yang khas dilakukan ketika musim panas.
"Begitu ya, terima kasih banyak" balas Sakii, saat itu ia merasa senang sekali, ia tidak pernah merasakan perasaaan ini sebelumnya.
"Hehehe" sambut Kaito dengan senyuman percaya dirinya itu.
"Kalau begitu ayo kita hias disini" ungkap Sakii kemudian, walaupun Sakii masih sangat lemah tapi ini tidak terlalu berat untuknya, Sakii pikir ini akan menjadi menyenangkan, ini sama seperti menghias pohon natal di akhir tahun.
"Entah kenapa hari ini aku senang sekali" pikir Sakii gembira.
Hari itu Saki, Ryota dan Kaito menghabiskan waktu dengan menghias pohon bambu, walaupun Saki sendiri tidak bisa banyak bergerak ada Ryota dan Kaito yang membantu, sebenarnya ada banyak harapan yang ingin Sakii ungkapkan, dan ingin digantungkan pada pohon bambu Tanabata kali ini. Sakii ingin bahagia dan melihat keindahan yang belum pernah dia sadari sebelumnya, Sakii berharap diberikan kesempatan untuk bisa bertahan lebih lama bersama orang yang menyayanginya.