Chereads / 100 Puisi / Chapter 4 - Chapter 3 : Namae

Chapter 4 - Chapter 3 : Namae

"Merawatku? " Tanya Sakii yang juga mulai batuk kembali, tetapi dia mencoba mengabaikan kepalanya yang selalu pusing ketika mencoba bangun. Menatap bingung pada sang ayah, agar memberikan penjelasan yang lebih.

" Sebenarnya Seminggu lalu ayah ditawari untuk jadi editor tetap di studio tempat ayah bekerja, jadi kecuali hari libur ayah harus bekerja dari pagi lalu malamnya pulang. Ayah jadi tidak bisa merawatmu karena sibuk dengan pekerjaan baru ini. Awalnya ayah sempat memikirkan untuk menolak karena belum menemukan orang yang tepat untuk menggantikan ayah menjagamu dirumah ketika pergi untuk bekerja nanti." Kata sang ayah dengan wajah meyakinkan.

Saat itu Sakii yang mendengar kata sang ayah pun berfikir kalau dirinya memang hanyalah beban bagi ayahnya sendiri, seperti tidak berguna, dan dia sendiri benci tubuh lemah ini, benci dirinya yang seperti ini.

"dan tadi pagi ayah menemukan pemuda ini, sepertinya dia orang baik dan bertanggung jawab jadi ayah memutuskan membawanya kesini untuk menjaga dan merawatmu ketika ayah mulai bekerja lagi" lanjut sang ayah sambil menunjuk pemuda itu, seorang anak laki-laki disampingnya itu.

"Hee?" Sakii terkejut dan mencoba mengalihkan pandagannya pada anak laki-laki dihadapannya itu.

Anak laki-laki itu awalnya hanya diam seribu bahasa dan tidak menanggapi pernyataan mengejutkan dari paman yang membawanya ini.

"Begitu ya....." ucap Sakii lirih pada ayahnya. Sakii sendiri juga tidak bisa menolak karena tidak ingin menjadi beban untuk ayahnya lagi, dia menerima apa saja yang ayahnya minta.

"paman, kau membawaku kesini dan menyuruhku merawat putrimu, apa kau yakin? Apa kau percaya padaku, kau tahu kan barusan aku tadi diusir dari pekerjaanku karena berbohong soal usiaku " anak laki laki tersebut akhirnya berkata dengan tenang menanggapi pernyataan sang paman yang menurutnya tiba tiba ini.

Sakii pun terkejut, bukan karena maksud dari perkataannya, tapi dia terkejut akhirnya anak laki laki itu mulai bicara, Sakii terkesan dengan suaranya, menurut dia sangat bagus dan bersih.

"Kebohongan yang kau lakukan tadi bagiku tidak menunjukkan kau seorang yang buruk, dimataku kau seperti seseorang yang butuh bantuan" Kata sang paman tersebut dengan tersenyum dan percaya diri.

Anak laki-laki itu terkejut mendengar perkataan Paman tersebut. Dia mulai diam kembali seperti sudah menyetujui tawaran yang Paman itu ajukan.

"Saki, sebaiknya kau tidur kembali, wajahmu pucat lagi" ucap kemudian sang ayah.

Sambil dibantu oleh ayahnya, Sakii pun mulai merebahkan tubuhnya di atas futon lagi.

"Ayah rencananya hari ini mau pergi bekerja, jadi kau akan bersama anak ini ya, bertemanlah dengannya, dia hanya dua tahun lebih tua darimu, ok!" Kata sang ayah tersenyum begitu meyakinkan dan mulai berjalan keluar kamar.

"Dan juga, tolong bujuk dia untuk memberi tahukan namanya, dari tadi anak ini tidak mau memberitahukan namanya padaku" pinta sang ayah ketika tiba-tiba berbalik sejenak kembali melihat putrinya, Sakii pun memandang heran mereka berdua.

Studio tempat bekerja sang ayah cukup jauh, walaupun hanya butuh satu kali kami naik kereta api dari stasiun dekat dengan rumahnya ini.

Beberapa jam setelah ayahnya pergi, tepatnya siang hari, cuaca saat itu benar benar cerah karena sudah memasuki musim panas.

"aku minta maaf, karena telah merepotkanmu." Sakii tiba-tiba berkata, yang berhasil membuat anak laki laki itu menoleh padanya.

Anak laki-laki itu sepertinya sudah paham kapan saja Sakii harus minum obat, dia harus minum obat ketika pagi, siang, sore dan terakhir malam.

"Ayahku pasti sudah menjelaskan padanya kapan saja aku harus minum obat. Aku benar-benar bosan dengan hidupku yang selalu seperti itu." Pikir Sakii dalam hatinya ketika memperhatikan anak laki laki sibuk merapikan obat miiknya.

"Ini bukan tugas yang berat bagiku, sebelumnya aku juga pernah merawat ayahku yang selalu sakit, jadi tubuhku sudah terlatih" Anak laki laki itu berhenti sejenak dari kegiatannya merapikan obat tadi.

"Sebelumnya?" Tanya Sakii padanya.

"sekarang tidak lagi, Ayahku meninggal 3 bulan yang lalu, aku hanya hidup berdua dengan adikku yang baru kelas 1 SD. " Jawab Anak itu, sambil meletakkan kembali obat diatas meja belajar yang ada tidak jauh dari jendela di kamar itu.

"Maaf,,," Sakii Terkejut dengan yang Anak itu katakan barusan, Sakii pun merasa bersalah dengan apa yang dia tanya tadi.

Mendengar kata anak itu barusan, Untuk pertama kalinya Sakii merasa bersyukur walaupun dia memiliki tubuh lemah tapi dia masih punya ayah yang menyayanginya. Ada banyak orang yang diluar sana yang nasibnya lebih buruk dari dirinya.

"kalau boleh tahu namamu siapa, soalnya aku bingung harus memanggil mu apa" Tanya Sakii padanya. Sakii merasa tingkahnya yang seperti itu, bukan seperti seorang kakak, dia seperti seumuran dengannya, walaupun Sakii tahu anak ini dua tahun lebih tua darinya.

"Ryota, Mamori Ryota " jawab Ryota dengan suara yang berat tetapi menurut Sakii itu membuktikan dia agak sedikit pemalu.

"Mamori Ryouta? Nama yang lucu,,,, tapi juga aneh..hhh" Sakii pun sedikit terkekeh ketika mendengar nama anak itu, sementara Ryota hanya diam akan reaksi dari Sakii tadi dan mulai duduk disamping futonnya.

"kalau ku panggil momo-chan bagaimana, boleh tidak?" Tanya Sakii sambil tersenyum pada anak laki laki yang duduk disampingnya itu.

"momo-chan? Menambahkan suffix chan padahal aku lebih tua dari mu" Jawabnya sambil menampilkan wajah cemberut yang menurut Sakii itu lucu sekali.

"hahah,,,,, biar lebih akrab saja" Sakii pun tertawa pelan akan hal itu.

"Tapi kenapa Momo, aku tidak pernah sebelumnya dipanggil seperti itu?' Tanya Momo-chan pada Sakii dengan wajah yang sedikit bingung.

"aku dulu pernah nonton drama lucu bersama ayahku, salah satu karakternya bernama momo dan aktor yang memerankannya memiliki nama asli Ryouta, dia orang yang lucu dan suka memakai baju bergambar panda, lihat kau sekarang memakai baju panda kan?" Tunjuk Sakii pada baju yang dikenakan anak laki-laki tersebut.

" jadi, saat kau menyebutkan namamu tadi aku jadi teringat dengan nya, makanya kupanggil begitu" lanjutnya sambil tersenyum

"begitu ya" Ucap Momo-chan singkat seperti sudah menyetujui panggilan baru yang lucu untuknya tadi.

"tapi kalau kau keberatan aku akan memanggil seperti biasa kau dipanggil" Sakii takut dia tidak suka dengan panggilan itu.

"tidak, tidak apa-apa, terserahmu saja, momo-chan juga tidak apa-apa" Momo-chan sepertinya tidak keberatan dengan panggilan yang diajukan Sakii itu.

"Namaku Saki, Sakii Hiromi, mohon bantuannya ya" Sakii pun memberitahukan namanya, Walaupun Sakii merasa ayahnya pasti sudah memberitahukan namanya sebelumnya. Yang Sakii lakukan hanya sebuah formalitas untuk berkenalan.

"kali ini kau juga boleh bebas memanggil ku apa, hehe Hiromi boleh, sakii pun juga boleh" lanjut Sakii menawarkan padanya.

"Kalau begitu ku panggil Mii saja bagaimana, apakah ada sebelumnya yang memanggilmu begitu" tanyanya yang sukses membuat Sakii terkejut ternyata dia bisa memberikan pendapat juga.

"Ti..tidak,,,,ini pertama kalinya, Mii panggilan yang bagus, aku suka" ucap Sakii sambil tersenyum,

"Momo-chan walaupun lebih banyak diam, tapi dia juga lucu dan asik saat di ajak bicara, dilihat dari wajahnya menurutku dia banyak menyimpan rasa kepedihan, entah kenapa raut mukanya yang seperti itu bisa menjelaskan segalanya. Dia sangat teliti dalam pekerjaannya, mungkin karena sudah pernah merawat orang sakit sebelumnya." Pikir Sakii.

Setelah sang ayah pulang bekerja pada malam hari, momo-chan juga akan pamit untuk pulang.

Keesokan harinya, seperti biasanya Ryota datang ke rumah Sakii kembali sesuai tugasnya yang harus ia lakukan yaitu menemani dan menjaga orang Sakit, pekerjaan yang tidak bisa dikatakan mudah. Sakii sendiri juga selalu bertanya kenapa dia tidak bisa sehat walaupun satu hari saja, Sakii sangat ingin berjalan sendiri dan bisa bermain.

Hari itu Ryota datang ke kamar Sakii sambil membawa makanan, terdiri dari satu mangkuk nasi, dengan sup dan ikan yang sepertinya di goreng, dan juga buah kiwi kesukaannya. Karena Sakii memiliki tubuh yang lemah dan selalu merasa pusing jika mencoba untuk bangun atau duduk jadinya dia sulit untuk bisa makan sendiri.

Ryota membantu Sakii untuk duduk serta menyuapinya makan.

"Ini rasanya tidak beda jauh dengan ayah yang sebelumnya menyuapiku selama ini" Pikir Sakii.

"Terima Kasih" kata Sakii ketika makanannya sudah habis.

"Momo-chan, kau juga harus makan, kau kan boleh makan makanan yang ada disini kok" Tawar Sakii padanya.

"mm kalau ku lapar nanti ku akan makan, sebelum datang kesini aku tadi sudah makan" jawab Momo-chan sambil mulai mengambil obat yang ada di atas meja belajar.

Sakii pun mulai makan obat yang diberikan Ryota padanya.

"Nee, Momo-chan kan punya adik, kenapa kau tidak membawanya kesini" Tanya Sakii ketika obatnya sudah diminum dan memberikan gelas minumnya pada Ryota.

"Ehh apa boleh? Aku takut menganggumu" Ryota sedikit terkejut sambil menerima gelas dari minum dari Sakii.

"Memangnya kenapa, kupikir ayahku tidak akan marah akan hal itu,hehehe" ucap Sakii sambil senyum padanya.

"Kalau di jam segini biasanya dia masih di sekolah, dan habis pulang palingan ia banyak main dengan temannya." Ucap Ryota ketika mulai membersihkan perlengkapan makan dan minum obatku .

"begitu ya, kakak yang baik ya, aku tahu Momo-chan harus bekerja agar adikmu tetap sekolahkan" Seketika Sakii melihat mata hitam Ryota yang menurutnya sejuk untuk dipandang dan meneduhkan.

"Ketika pertama kali masuk sekolah, aku melihat dia tersenyum bahagia dan bilang padaku dia punya banyak teman baru disana, setelah ayahku meninggal aku tidak ingin senyuman adikku yang kulihat waktu itu hilang, makanya aku harus terus bekerja, dia satu-satunya keluarga yang kumiliki" ucap Ryota panjang lebar pada Sakii.

"ini kalimat paling panjang yang dia ucapkan padaku sampai detik ini" pikir Sakii seketika terkagum.

"aku mengerti, semua orang pasti punya sesuatu yang dilindungi dan ingin membuatnya bahagia, selama ini aku selalu benci dengan keadaanku seperti ini, tiap hari aku berdoa agar aku bisa sehat lagi, aku hanya tidak ingin menyusahkan ayah dan membuatnya tiap hari khawatir." Kata Sakii sambil melihat ke langit-langit kamarnya, dan momo-chan berhenti sejenak ketika ia selesai dari pekerjaannya tadi dan hendak meletakkan perlengkapan yang sudah tersusun di atas nampan ke dapur.

"Mungkin karena nama depanku Sakii, aku jadi seperti ini" lanjut Sakii sambil tersenyum berat.

"Memangnya kenapa dengan Nama Sakii" Tanya Ryota bingung sambil duduk sejenak di samping futon.

"mm nama Sakii kan berasal dari kata saku, dari sakura, lihat kamarku banyak gambar sakuranya kan, ini ibuku yang berikan, Ibuku yang beri nama itu padaku. Tapi Menurutku arti bunga sakura itu lemah, ia tidak memiliki umur panjang dan mudah berguguran jika datang angin atau hujan. Sama seperti keadaan ku ini, tubuhku lemah terhadap apapun, aku tidak bisa berjalan sendiri." Jawab Sakii tenang. Ryota terdiam beberapa saat sambil melihat Sakii yang terbaring di depannya dan kemudian mulai bicara kembali.

"Tapi menurutku…..menurutku arti sebenarnya bunga sakura bukan begitu" Ryota pun mulai bicara dengan nada tenang.

"ehh?"mendengar perkataan begitu, Aku pun mulai mengarahkan pandanganku padanya.

"Memang benar sakura itu memiliki makna kerapuhan, tapi terlepas dari itu arti sebenarnya menurutku sakura itu lambang keindahan". Jawab Ryota.

Perkataan Ryota barusan sukses membuat Sakii terkejut dan entah kenapa wajahnya seperti mulai memerah, Sakii mulai memandanginya sambil menunggu kalimat selanjutnya.

"Mekarnya bunga sakura adalah hal yang dinantikan semua orang, karena hidupnya yang singkat itu dia jadi dinanti-nantikan oleh orang banyak , bukankah itu hal yang luar biasa, bunga sakura mengajarkan kalau hidup itu singkat tapi kita harus bisa memberikan keindahan dan kebahagiaan kepada orang lain, menurutku ibumu memberikan nama yang begitu bagus, dia menganggapmu keindahan miliknya yang memberikan kebahagian yang begitu dinantikanya." Lanjutnya .

Mendengar penjelasan Ryota membuat air mata Sakii perlahan menetes, selama ini dia tidak pernah tahu akan hal itu. Sakii selalu membenci dirinya sendiri, Sakii yang sekarang seharusnya lebih sayang dan mensyukuri dirinya yang apa adanya.

"Ibuu" ucap Sakii lirih dengan mata yang sedih.

" maaf, bukan maksudku untuk….." Ryota jadi merasa tidak enak.

"Tidak apa-apa, Momo-chan benar, aku selama ini selalu saja mengutuk diriku yang seperti ini, terima kasih, sepertinya aku mulai menyukai bunga sakura, aku jadi ingin menantikan sakura mekar ditahun depan " kata Sakii sambil tersenyum dan menghapus air matanya yang tadi sempat menetes. Setelah itu, Ryota pun pergi ke dapur untuk meletakkan perlengkapan makan tadi dan mulai bersih bersih.