Khaibar yang mendengar deheman keras itu spontan menoleh. Ia terkejut bukan main seraya menatapi seseorang yang tak lain adalah Kimberly dari puncak kepala sampai ujung kaki dengan senyuman yang terukir di bibirnya.
"Kenapa? Apa jelek? Bukankah sudah aku bilang kalau aku pakai baju seperti ini akan jadi gembel, kamu sih gak percaya, lagian bajunya juga besar banget serasa badanku melebar tak seksi sama sekali, ya sudah aku ganti baju lagi saja," celoteh Kimberly yang tak terima dengan pandangan Khaibar karena Kimberly mengira tatapan dan senyuman Khaibar bersifat mengejek, jadi membuatnya tak percaya diri sama sekali.
Kimberly pun membalikkan badannya kembali dan tak jadi masuk ke dalam kamar itu. Namun, Khaibar langsung berdiri dan menghampiri Kimberly sembari mencekal tangannya erat-erat.
"Eits kamu mau ke mana, Istriku?" tanya Khaibar yang membuat Kimberly menoleh dan tersenyum tipis. Dia lalu berdehem untuk menghilangkan buaian atas gombalan Khaibar dengan berulang kali. Setelah itu mencoba melepaskan tangannya dari tangan Khaibar.
"Aku mau ganti baju seperti semula lah, masak jelek begini, buktinya kamu juga mengejekku kan di dalam hati, ngaku saja deh," tuduh Kimberly dengan sewotnya.
Khaibar hanya menggelengkan kepalanya. Ia menarik tangan Kimberly agar masuk ke dalam. Sekarang mereka berdiri di depan cermin yang menempel di depan lemari, cermin yang lebar dan panjang, tak seperti cermin yang dilihat oleh Kimberly sebelumnya, yang hanya seukuran setengah badan.
Khaibar menunjuk diri Kimberly di depan cermin. Menunjuk dari puncak kepala hingga ujung kaki dengan jari jemarinya, ia sungguh lincah mencoba menggambar bentuk tubuh Kimberly di dalam cermin karena dia berada di samping Kimberly.
"Bagaimana? Bagus kan? Tuh lihat tubuh kamu enggak terekspos dan kentara, juga kamu terlindungi dari tatapan lelaki hidung belang, enggak sakit juga karena tak ketat, terus jelek dari mananya?" Kimberly hanya diam mendengarkan siraman rohani dari Khaibar. Ia yang sedari tadi memiringkan bibirnya karena malas akhirnya mengangkat bibirnya ke atas merasa sedikit senang.
"Apa masih mau ganti baju?" tanya Khaibar lagi karena tak ada balasan ocehan dari mulut Kimberly. Khaibar tersenyum. Tangannya mengulur ke arah kotak tempat di mana hijab ditaruh oleh ibunya.
Hijab memanjang pun saat ini ada di genggaman tangan Khaibar lalu dibuka dan dilipat sedikit karena hijab itu bukan hijab instan yang langsung siap dipakai, jadi sedikit diatur oleh Khaibar, setelah itu siap untuk menutupi kepala Kimberly. Kimberly yang merasa penasaran dengan Khaibar yang banyak ulah ia pun menodongkan jari telunjuknya ke arah Khaibar, tanda bahwa Khaibar tak boleh macam-macam.
"Ka—kamu mau apa? Apa mau berbuat macam-macam seperti hal tak senonoh?" Khaibar hanya tersenyum dan terus melakukan pergerakan. Ia tak membalas ucapan Kimberly, lalu memakaikan hijab di kepala Kimberly dengan singkat, setelah itu memakaikan bros yang dikaitkan di hijabnya. Kimberly yang sudah pasrah dia hanya diam dan tak melakukan perlawanan lagi, baginya Khaibar yang sekarang sungguh berani dan bahkan tak mendengar ancamannya sedikitpun.
Khaibar menunjuk dengan jari telunjuknya bayangan Kimberly di dalam cermin yang sudah memakai dress beserta hijabnya. Ia hanya diam dan sesekali mengetuk-ketuk cerminnya supaya Kimberly berbicara dan tak merenung saja.
"Lumayan, bolehlah, ya sudah ayo kita keluar terus ke pemakaman," ajak Kimberly dengan cepat. Wajahnya sedikit bersemu merah karena merasa malu, sedari tadi Khaibar hanya diam dan memandanginya saja.
"Tunggu! Coba kamu lihat kembali wajah kamu, cantik bukan?" Kimberly hanya diam, ia sungguh tak sanggup melihat bayangannya di cermin, baru kali seorang Kimberly tak percaya diri sama sekali, bahkan di depan Khaibar sekalipun, ia hanya menunduk saja dan sesekali mengalihkan pandangannya agar tak bertatapan dengan Khaibar.
"Bagiku kamu sungguh cantik apabila seperti ini," ucap Khaibar yang semakin mendekat ke arah Kimberly dengan berbisik lembut.
Khaibar lalu pergi begitu saja tanpa menengok kembali ke arah Kimberly. Dia tersenyum dan berharap Kimberly mencerna semua kata-katanya. Ia menemui para tamu yang melayat kepada ibunya.
Sementara Kimberly di dalam kamar, ia hanya mematung dan merasa salah tingkah dengan ucapan Khaibar itu. Kimberly yang sungguh penasaran akan wajah dan tubuhnya ia pun melihat kembali ke dalam cermin. Meskipun dia sudah melihatnya, tapi berbeda karena rasa malasnya, berbeda setelah Khaibar mengucapkan kata cantik jadi dia sungguh sangat bersemangat untuk bersolek.
"Benarkah aku cantik?" tanya Kimberly kepada dirinya sendiri di dalam cermin. Senyumannya langsung melebar dengan memainkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Lalu berkacak pinggang dengan gemas.
"Inikah aku? Apa benar ini aku? Ehhh ternyata aku cantik juga ya syar'i begini haha, alim juga, tapi apa kata dunia dan teman-teman kalau melihatku memakai seperti ini haha, kali ini aku terpaksa ya melakukan ini hmmm, memang Kimberly kan cantik sejak lahir jadi mau baju apapun cantik, iya kan?" Dan kesombongannya kumat kembali. Dia terus bercermin. Menggembungkan pipinya dan mengempiskannya.
Kimberly menyelesaikan bercerminnya saat seseorang memanggilnya dari luar kamar dengan keras.
"Kim, cepat keluar!"
"Ehhh siapa yang memanggilku ya, dari suaranya perempuan, bukan suara Khaibar," lirih Kimberly dan langsung keluar dengan memasang wajah datarnya. Ia sungguh penasaran dengan wanita mungil yang memakai baju syar'i dan hijab sangat panjang, senyumannya sangat manis karena saat ini gadis itu tersenyum ke arah Kimberly.
Kimberly semakin mendekat dan memutari gadis itu dari puncak kepala hingga ujung kakinya. Dia sungguh berpikir dengan banyak tanda tanya, akhirnya Kimberly bertanya karena sudah sangat penasaran.
"Heeey kamu siapa?" tanya Kimberly dengan mata yang dimainkan sinis.
Gadis itu hanya cekikikan dan menutupi tawanya dengan tangan kanannya. "Aku? Hehe, aku adalah jodoh Maz, Khaibar," balas gadis itu yang bernama Keke.
"Jodoh? Maksudnya? Apa kamu gak tau kalau Khaibar sudah menjadi suamiku?" Kimberly tak kaget dengan ucapan gadis itu. Malah dia menyerang dengan satu kali serangan. Membuat gadis itu yang akhirnya kaget dan membelalakkan matanya.
Semua orang yang berlalu lalang dan kerabat jauh Khaibar beberapa orang yang datang pun kaget dan menatapi Kimberly dengan tatapan tanya, lalu mereka memanggil Khaibar karena Khaibar sibuk menemui tamu dan mempersiapkan pemakaman, tak berada di samping Kimberly saat ini.
Khaibar yang dipanggil kini dia mendekat ke arah Kimberly dan membenarkan ucapan Kimberly saat ditanya oleh semua orang.
"Jadi benar dia istrimu, Maz?" tanya Keke yang suaranya sudah tercekat parau karena sedih sudah ditinggal Khaibar menikah.
"Iya, dia adalah istriku," ucap Khaibar dengan datar. Kimberly hanya melipat kedua tangannya di dada. Rasanya dia senang di dalam hati karena menang dan bangga dengan gadis yang ada di depannya itu.
"Bagaimana bisa? Bukankah kita akan menikah?" tanya Keke lagi yang masih tak terima.
"Kenapa tak bisa? Memang sudah sah, lalu kamu mau apa? Dasar," sergah Kimberly karena merasa aneh dengan ucapan gadis itu.
'Cih, gitu katanya gak pernah pacaran, gak punya mantan, lalu ini apa? Dasar lelaki buaya kampung.' Batin Kimberly.