Kimberly yang dituduh seperti itu matanya melotot dan hampir tak percaya. Wajahnya sangat garang dan sudah siap untuk meluapkan amarahnya. Dalam hati dan pikiran Kimberly mengapa Keke begitu tega dan menuduhnya yang mendorong padahal ia tak kenapa-kenapa dan hanya berpura-pura terjatuh saja.
'Dasar iblis merah, beraninya dia menuduhku, ohh kamu mau melawanku ya, dan mau mengibarkan bendera perang ya, oke kalau begitu akan aku tanggapi hingga ke akarnya.' Batin Kimberly. Matanya sudah dimicingkan. Ia mencoba berdiri dengan tanpa bantuan Khaibar, sedangkan Keke dia berdiri sudah dibantu oleh Khaibar.
Khaibar pun menghembuskan nafasnya dengan kasar, ia hampir tak percaya kalau Kimberly melakukan itu, jadi dia hanya diam untuk mendengarkan serta mengamati apa yang akan diucap oleh kedua wanita itu.
Kimberly lalu menunjuk wajah Keke dengan jari telunjuknya dan tepat di hidung Keke yang sedang itu. Menatap remeh Keke dan tertawa cekikikan.
"Kau menuduhku? Apa kau punya bukti? Coba tunjukkan padaku, bukankah kau yang mendorongku? Kenapa malah memutarbalikkan fakta? Apa kamu mau aku menelepon polisi dan memasukkanmu ke dalam penjara?" ucap Kimberly dengan tenangnya, tapi tangannya sungguh kesal sehingga bergerak kian ke mari seperti ingin menusuk semua badan Keke dengan tangannya, tangan itu layaknya pisau yang siap menebas musuhnya. Membuat Khaibar menahan tawanya dengan ulah Kimberly.
Khaibar benar-benar tak habis pikir. Ia kira Kimberly akan bersedih atau menangis, tapi ternyata dia tak bisa dilawan oleh apapun. Dia sangat pintar dan lincah, mampu melindungi dirinya dari gangguan iblis-iblis perempuan yang iri kepadanya.
'Dia benar-benar lumayan, aku kira dia butuh bantuanku untuk menyelesaikan masalahnya, tapi sepertinya tidak akan, ternyata dari yang aku amati Keke lah yang berbohong, dari gerak-gerik dan tingkah Kimberly sudah terlihat, dia orangnya seperti itu terbuka dan tak pernah berbohong.' Batin Khaibar. Ia terus menatapi Kimberly dan Keke dengan bergantian.
Semua orang juga ikut menyaksikan dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Ada yang mendukung Kimberly dan ada juga yang mendukung Keke, satu kesatuan pendukung sendiri-sendiri dan siap untuk bertempur melawan satu sama lain.
Keke pun awalnya sedikit merasa takut atas ancaman Kimberly, setelah itu dia meyakinkan diri sendiri dan berdehem agar penuh semangat melawan Kimberly. Dengan begini Kimberly akan dihempaskan dan dibuang oleh Khaibar dan dia tak ada saingannya lagi untuk mendekati Khaibar.
"Kamu mau menelepon polisi? Bukankah kamu yang bersalah? Kenapa mau menelepon polisi? Nanti kamu malu bagaimana? Kamu teganya malah menfitnahku, hiks, hiks." Kini Keke mulai menangis. Dia seperti itu agar Khaibar semakin bersimpati dengannya dan terbukti Khaibar pun menenangkannya dengan mengusap punggung Keke dan memberikan sapu tangannya yang ia ambil dari saku celana.
"Sudahlah, jangan diteruskan lagi, bukankah mau memakamkan ibuku? Lalu kapan lagi kalau begini jadinya, apa kalian tak kasihan dengan ibuku?" Khaibar mencoba menyelesaikan masalahnya dengan mengandalkan pemakaman ibunya. Dia tak ingin masalah ini diperpanjang dan malah bikin malu salah satunya. Dia pecinta damai dan tak mau kesan pemakaman ibunya kacau, tapi bukan Kimberly namanya kalau dia mengalah dengan seseorang yang menyakitinya.
Kimberly pun semakin mendekat. Khaibar yang berada di samping Keke pun ditepisnya, digeser ke samping agar dia bisa berada di dekat Keke saja. Dia pun berbisik di telinga Keke.
"Hey, bagaimana? Apa kamu menyerah atau tidak? Kalau ya aku usai dan memaafkanmu, dan kalau tidak tamatlah riwayatmu." Keke yang mendengar itu hanya melirik ke arah Kimberly dan tersenyum tipis, dia pun membalas ucapan Kimberly dengan berbisik pula.
"Aku tidak akan menyerah, aku yang akan menyingkirkanmu dari Maz Khaibar, tunggu dan lihat saja." Kini Kimberly hanya mengangguk mengerti. Dia sudah bersiap melancarkan aksinya. Merogoh ponsel yang ia bawa di kantong baju dress Turkey, lalu menekan tombol power volume setelah selesai menekan video yang ia buat rekaman tadi.
Video itu terdengar sangat keras dan bukti sangat nyata suara Keke menggelegar yang mendahului dan mencari gara-gara dengan Kimberly. Semua orang pun menatapi video itu dan membelakkan matanya saat tersangka yang sebenarnya adalah Keke si wanita yang selama ini terkenal ramah tamahnya, terkenal sholihahnya dan terbaik di kampung ini, tapi ternyata dia berubah menjadi seperti itu hanya karena rasa cemburu dan ingin mendapatkan cinta dari Khaibar.
Kimberly pun tersenyum tipis. Melirik ke arah Keke yang siap menangis dan ketakutan. Kini alih Kimberly yang berbuat genit dengan menunduk dan berpura-pura kesakitan.
"Ish kakiku, sakit sekali, aku mau duduk saja, tapi bagaimana aku ingin ikut ke pemakaman." Khaibar langsung mendekat ke arah Kimberly dan memapahnya, dia hanya menggelengkan kepalanya ke arah Keke dan merasa kecewa terhadapnya, karena selama ini Khaibar menganggap Keke sebagai adiknya, terbaik dan bisa diandalkan.
Khaibar lalu mengajak semua orang untuk ke pemakaman tak memperdulikan Keke yang sudah menangis tersedu-sedu. Mereka semua menghujat dan bersorak ke arah Keke dengan sangat riuh.
Kini Kimberly yang terus berjalan terseok-seok dengan dipapah oleh Khaibar akhirnya dia beralih digendong Khaibar, karena menurut Khaibar akan sangat lama kalau memapah Kimberly ke arah pemakaman. Keke yang menatapi keromantisan itu dia sungguh kesal dan mengepalkan kedua tangannya. Ia pun mengikuti mereka untuk ikut ke pemakaman.
'Awas kau Kimberly, aku tidak akan menyerah, kali ini keberuntungan berpihak denganmu, tidak untuk kedua kali.' Batin Keke. Ia yang saat ini sudah berjalan di samping Khaibar, memelaskan wajahnya agar Khaibar merasa iba kepadanya, tapi ternyata Khaibar tak melirik sedikit pun dan fokus menatapi keranda ibunya.
"Maz, aku bisa menjelaskan ini semua, aku sungguh sangat mencintaimu, aku sangat kesal dan iri kalau kamu menikahinya, bukan menikahiku, padahal aku selama ini menunggumu," ucap Keke mencoba menjelaskan. Khaibar yang merasa ingin menyudahinya dan tak mau Keke semakin malu lagi dia langsung menoleh dan akhirnya memutuskan untuk bicara.
"Keke sudahlah, kita mau menyelesaikan pemakaman, bukan membahas masalah cinta, bagiku kamu sudah aku anggap adik, jangan mempermalukan dirimu lagi dengan mengejar orang tak penting sepertiku, maafkan Maz, kini Maz sudah menikah, kamu harus memakluminya, bukankah masih banyak lelaki lain di luar sana? Sedari tadi aku diam agar kamu tak merasa malu, tapi kenapa kamu tiada henti juga? Sudah kamu diamlah dan kalau mau ikut ke pemakaman, ayo!" seru Khaibar panjang lebar dengan masih menggendong Kimberly di punggungnya. Sesekali membenarkan Kimberly karena terperosok sedikit dari punggungnya dan akan terjatuh.
Kimberly tertawa di dalam hatinya. Dia pun membatin. 'Bukankah aku sudah bilang kalau kamu harus menyerah, tapi kamu malah melawanku, bagaimana apa sakit? Kamu tak akan bisa melawan seorang Kimberly, bagiku taktik semua wanita karena kecemburuan aku sudah menghafalnya, aku sudah sangat berpengalaman darimu, cih.'
Kini mereka semua sampai di pemakaman dan memakamkan ibu Khazanah. Khaibar menurunkan Kimberly dari gendongannya dan dia yang turun di lubang kuburnya atas keinginan sendiri. Dia mengadzani ibunya dan menangis saat melepas tali pocongnya. 'Ibu, maafkan Khaibar membuat sedikit kegaduhan, semoga ibu tenang di alam sana, Khaibar sangat menyayangi ibu.' Batin Khaibar. Khaibar pun membungkuk dan mencium ibunya yang sudah dibalut kain kafan lama untuk terakhir kalinya.
Kimberly yang sedari tadi menatapnya tiba-tiba air matanya pun keluar dari pelupuk matanya. Diusapnya cepat agar tak ada yang melihatnya.
"Dia benar-benar terpukul, aku nanti harus menghiburnya."