Chereads / Suami Pungutan Mama / Chapter 18 - Mengganggu Saja!

Chapter 18 - Mengganggu Saja!

Khaibar langsung mencekal tangan Kimberly. Kepalanya menggeleng pelan saat Kimberly menatap ke arahnya. Khaibar seperti itu agar Kimberly segera diam dan tak mencari masalah di situ, apalagi semua menatapi mereka dengan rasa penasaran dan kaget karena tiba-tiba Khaibar pulang dengan membawa perempuan dan mengaku juga kalau Kimberly adalah istrinya. Jadi rasanya sedikit tidak percaya.

Seorang kerabat jauh Khaibar pun mendekat, lalu bertanya dengan Khaibar. Wajahnya sungguh sangat serius. "Khai, apa benar dia istrimu? Bukankah ini wanita yang cantik dan berpakaian terbuka tadi?" Khaibar hanya mengangguk. Memang begitulah Khaibar sangat cuek dan tak terbuka kepada orang lain.

Ia lalu menarik tangan Kimberly dan pergi dari kerumunan orang-orang. Tak mau mendengar bahkan menjawab pertanyaan siapapun itu, apalagi dia lagi berduka, kenapa mereka hanya datang sekarang, kenapa tidak pernah datang kemarin-kemarin saat ibunya sakit atau sesekali berkunjung kalau masih menganggapnya keluarga. Makanya Khaibar menganggap keluarga itu tak pernah ada dan dianggap sebelah mata olehnya.

"Khai, sebentar! Tunggu, Nak! Paman belum selesai untuk bertanya, heeeey!" teriak paman Khaibar yang bernama Kardi dengan suara seraknya. Menatapi kepergian Khaibar yang sudah jauh dari pandangannya. Ia hanya tersenyum kecut dan merasa kesal dengan ulah Khaibar yang acuh tak acuh.

Sedangkan Kimberly berusaha memberontak dengan melepaskan cekalan tangan Khaibar. Namun, ia tersenyum karena bukannya malah dilepaskan oleh Khaibar, tapi malah digenggam erat tangannya.

Kimberly lalu mencoba berbasa-basi kepada Khaibar. "Khaibar, kenapa kamu menghindari mereka? Bukankah mereka keluargamu? Apa kamu tak mau kalau mereka tau kita sudah menikah, begitukah? Apa kamu mau menutupinya?" tanya Kimberly. Khaibar hanya menggeleng. Ia menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Tidak, bukan begitu, hanya saja aku tak dekat dengan mereka, aku tidak mau mereka tau masalah pribadiku, mereka semua suka mengumbar dengan sombongnya, aku tak suka dengan itu, jadi lebih baik aku menjauhi mereka," balas Khaibar yang sedari tadi menatapi ibunya. Dan keduanya sudah berada di dekat jenazah ibu Khazanah. Duduk bersimpuh dan siap untuk melantunkan doa-doa.

Kimberly hanya melirik ke arah Khaibar dan sesekali memainkan jari-jemarinya merasa bingung dengan apa yang akan dia lakukan. Khaibar yang melihat Kimberly seperti itu. Tangannya langsung meraih tangan Kimberly dan mencakupkan kedua tangan Kimberly agar ikut berdoa.

Kimberly mengernyitkan dahinya dan mencerna sebenarnya apa yang mau dilakukan Khaibar, karena Khaibar selalu melakukan hal-hal aneh dan selalu memaksanya, tapi meskipun begitu Kimberly selalu patuh terhadap apa yang Khaibar perintahkan.

"Hey, kamu mau apa?" tanya Kimberly dengan berbisik ke arah Khaibar.

"Begini, terus kamu ikutlah berdoa," jawab Khaibar meraih tangan Kimberly lagi yang sudah dicakupkan dan mengangkatnya tinggi, tepat di bagian dada.

Kimberly pun mengangguk. Dia hanya sekedar tau, tapi belum pernah bertakziah, jadi maklum tak pernah belajar untuk itu semua. Khaibar tersenyum saat melirik Kimberly yang sudah memejamkan matanya saat ini, seperti khusyuk dalam berdoa dan tak mau diganggu oleh siapapun. Meskipun ia juga islam, tapi dia sangat nakal jadi tak menerapkan itu semua.

'Dia ternyata benar-benar cepat gampang belajar, meskipun kata orang dia sangat susah diatur, tapi denganku kenapa dia kadamg berbeda dan menjadi sedikit patuh, mungkinkah Kimberly sudah ada rasa denganku? Tapi entahlah kadang sifatnya memang tak jelas, berubah-ubah seperti musim yang berganti-ganti.' Batin Khaibar. Ia lalu melanjutkan kembali berdoa untuk ibunya.

Saat memejamkan matanya bayangan Khazanah selalu bermunculan, dari saat tersenyum dan memeluk Khaibar, membantu Khaibar merapikan baju dan semuanya. Kasih sayang ibunya sungguh sangat menyayat hatinya yang benar-benar tak akan bisa Khaibar ulang kembali.

Khaibar tiba-tiba meloloskan air matanya. Tak kuasa dan masih tak rela, dia berfikir bagaimana kehidupannya kelak, siapa yang akan mendengar keluh kesahnya dan dengan siapa ia akan bersandar. Pikirannya berkecamuk dan membayangkan hidup di dunia sendirian dan kesepian.

Kimberly yang mendengar isakan tangis Khaibar dia langsung membuka kedua matanya. Semakin mendekat ke arah Khaibar dengan menggeser badannya. Setelah dirasa sangat dekat Kimberly memberikan sapu tangan yang selalu ia bawa di tasnya ke arah Khaibar dan menepuk bahu Khaibar dengan tangan kirinya.

"Sudahlah, jangan menangis lagi, bukankah ibu sudah tenang di atas saja? Lalu apa yang kamu pikirkan lagi? Kamu masih punya aku, aku akan selalu ada di sampingmu." Kimberly yang benar-benar gila dan ucapan itu keluar begitu saja. Saat tersadar ia pun melotot dan membungkam mulutnya dengan kedua tangannya saat Khaibar sudah menerima sapu tangan yang diberikannya.

Sejenak Kimberly yang merasa malu dia langsung mencoba bangkit dan berkata. "Eh maaf aku tadi salah mengucapkan, aku khilaf, anggap saja kamu tak mendengar ucapanku tadi, aku tunggu kamu di luar, jangan lama-lama, segeralah dimakamkan oke!" Kimberly pun berlari dan pergi meninggalkan Khaibar dengan memegangi pipinya yang sudah memerah.

Khaibar hanya menggeleng merasa aneh dan akan selalu aneh dengan sikap Kimberly yang berubah-ubah itu. "Kimberly, Kimberly, kamu memang sangat tidak jelas, tapi apalah ucapan tadi tulus dari hatimu?" Lalu Khaibar pun tak perduli. Dia memanjatkan doa kepada ibunya kembali, setelah dirasa selesai dia pun berdiri bersama para tetangga yang berjejer rapi untuk melaksanakan sesi selanjutnya yaitu pemakaman, karena sudah dimandikan saat di rumah sakit tadi.

***

Di luar rumah Khaibar.

Kimberly duduk di teras dengan sesekali menghirup udara segar. Tangannya memainkan ponsel dengan lincah, melihat beberapa sosial media miliknya. Ia tersenyum saat mendapati fotonya yang di upload tadi sudah ribuan like yang didapat.

Dengan bangganya Kimberly pun foto kembali. Kali ini wajahnya sedikit manyun karena dandanannya menurut Kimberly bagaikan emak-emak yang akan ikut pengajian. Tapi bila dilihat lagi di dalam ponsel lumayan juga, akhirnya Kimberly pun melakukan selfie sekali.

"Cantik juga," ucap Kimberly saat melihat hasilnya.

Kedua kali dia akan melakukan lagi, tapi gagal dan diurungkannya karena dalam foto ada bayangan Keke, yang ternyata Keke ada di belakang Kimberly. Kimberly pun dengan cepat menoleh ke arah Keke.

"Heeeey minggir! Mengganggu saja! Ngapain kamu merusak pemandangan fotoku, apa kamu mau ikut foto denganku? Jelas kamu akan kalah karena cantik aku dibandingkan kamu," ujar Kimberly dengan menatap remeh Keke dari ujung kaki sampai ke puncak kepala.

Keke yang tak terima akhirnya mendorong Kimberly dan jatuh terjerembah di bawah lantai. Untung tak keras sehingga dia tak kenapa-kenapa. Hanya saja kaki Kimberly sedikit terkilir dan langsung saja Kimberly mendudukkan dirinya dengan memegangi kakinya.

"Apa kamu bilang? Heeeey kamu punya cermin gak? Ngaca dong, jelas cantik aku, kamu menikahi maz Khaibar pasti ada maunya kan? Pasti kamu merayunya kan? Oh apa jangan-jangan kamu punya susuk sehingga maz Khaibar bersedia menikah denganmu," tuduh asal Keke yang benar-benar kesal dan ingin dikalahkan oleh Kimberly.

Kimberly hanya menatap Keke dengan tajam seraya meniupi kakinya saja, dia malas dan tak menjawab ucapan Keke karena menahan rasa sakitnya.

Tak lama kemudian Khaibar pun datang dan Keke tiba-tiba menjatuhkan dirinya. Wajahnya berubah sedih dan menunduk. Gara-gara mereka kedua pemakamannya tertunda terus dan terus. Orang yang membawa peti jenazah pun lalu menaruh kembali jenazah itu di lantai karena Keke dan Kimberly berada tepat di depan pintu. Duduk sambil meringis keduanya.

"Heeeey kalian kenapa? Cepat berdiri! Kita segera ke pemakaman!" perintah Khaibar dengan menunjuk Kimberly dan juga Keke bergantian.

Keke pun berpura-pura menangis. Tangannya mengulur ke arah Khaibar agar Khaibar membantunya. "Maz, dia mendorongku, dia jahat!"

"Apa!"