Kimberly berjalan dengan cepat sembari tersenyum bahagia, ia sesekali merapikan baju dan rambutnya yang tergerai sangat cantik itu. Tak lupa dengan cermin yang sedari tadi dipegangnya, diangkat ke atas untuk menengok muka dan bibir yang dimonyongkan.
"Benarkah sudah cantik? Kalau jelek kan bisa-bisa gak oke di depan Khaibar, aku kan terkenal dengan nama wanita paling cantik sedunia, jadi tak boleh jelek sedikitpun," ucap Kimberly dengan suara yang dibuat manja. Tangannya dihempaskan dan diputar-putar seperti wanita anggun yang suka bersolek dan suka pamer pada umumnya.
Kimberly semakin mengembangkan senyumnya saat melihat Khaibar yang sudah agak dekat dengannya. Seketika senyuman itu lenyap dan dipasang wajah gaharnya saat Khaibar menatapnya, ia seperti itu karena selalu jaga imagenya agar tak jatuh dari Khaibar.
"Ehem," sapa Kimberly dalam balutan deheman, tepat di depan Khaibar berada. Khaibar hanya menatapnya dengan sinis. Tangan Kimberly terangkat dan dilipatkan ke dada.
"Ada apa mencariku?" tanya Kimberly dengan ketusnya dan dia yang memulai pembicaraan karena Khaibar sungguh datar dan tak mengeluarkan suara sepatah kata pun saat ini.
Khaibar langsung menyodorkan uang segebok yang dimasukkan ke dalam amplop berwarna coklat ke arah Kimberly dengan tanpa berkata-kata, ia sungguh sangat malas dan sangat kesal dengan Kimberly, menurutnya dia tak mau berurusan lagi dengan Kimberly.
Kimberly menerima uang itu di genggaman tangannya, tapi dia hanya mengernyitkan dahinya karena tak tahu dengan maksud Khaibar, sebenarnya Kimberly paham maksud Khaibar, sangat jelas penjelasan Khaibar sewaktu di dalam teleponnya kemarin. Namun, memang Kimberly sengaja untuk bertanya saja karena penasaran dengan keinginan Khaibar dan maksud serta tujuannya.
"Ini apa? Apa surat cinta? Kamu mau menembakku?" seru Kimberly dengan basa-basi menghilangkan kecanggungan yang ada di dalam hatinya. Khaibar hanya menghembuskan nafasnya dengan kasar dan lirikannya semakin menusuk ke arah Kimberly.
"Kenapa kamu melirikku seperti itu? Apa aku terlalu cantik? Mau aku colok mata kamu? Cih dasar! Cepat jelaskan semuanya! Aku sangat sibuk tau!" bentak Kimberly disertai dengan kepercayaan diri yang sungguh luar biasa. Setelah itu dia sibuk dengan mengibaskan rambutnya tepat di depan wajah Khaibar, membuat Khaibar terpesona dan sesaat ia memejamkan matanya. Mencium aroma shampo di rambut Kimberly, terbuai untuk sementara waktu.
Kimberly yang melihat itu dia terkikik geli tanpa bersuara. Tangannya langsung membungkam mulutnya, sementara tangan satunya menjentikkan jari jemari ke arah Khaibar agar tersadar dan menjawab pertanyaannya. Kimberly lalu menaik turunkan alisnya untuk meminta kejelasan dari Khaibar setelah Khaibar membuka mata kembali dan menatap Kimberly dengan serius.
"Hmmm maaf aku banyak pikiran." Khaibar mengatupkan kedua tangannya. "Maksudku menyuruh Nona ke sini adalah kita batalkan saja perjanjian ini, aku kembalikan uang yang ada di tangan, Nona itu, Nona cari yang lain saja, lagian percuma uangnya sudah tak pakai lagi, ibuku dia sudah—" ucapan Khaibar tak dilanjutkannya karena kesedihan kembali merayap. Dia menundukkan kepalanya semakin dalam.
'Ehhh apa ibunya sudah tiada? Jadi dia mau meloloskan diri dariku? Apa begitu? Pantas saja dia seperti marah kepadaku, tapi aku tak boleh kalah sama dia, dia harus selalu ada di dalam genggamanku, jarang-jarang kan ada cowok tampan yang polos, jadi ini adalah kesempatan.' Batin Kimberly yang sedari tadi menatap Khaibar yang hanya menunduk saja.
Kimberly lalu semakin mendekat ke arah Khaibar dan menyodorkan uangnya kembali dengan menggenggamkannya di tangan Khaibar. Khaibar yang merasa kaget dia tak memegang uangnya dengan erat. Uang pun melolos dari genggaman tangannya.
Kimberly hanya menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ia pun menunduk, mengambil uang kembali dan melemparkan uang itu tepat di depan muka Khaibar saat Khaibar sudah menaikkan wajahnya.
"Apa kamu sudah merasa hebat? Punya uang banyak? Sehingga kamu membuangnya? Lantas apakah kamu sudah mempunyai uang 200 juta? Kenapa uangnya tipis sekali kalau seukuran 200 juta, cihhhh," oceh Kimberly seraya menarik tangan Khaibar dan menunjuk uang itu dengan dagu runcingnya.
"Ehh bukan seperti itu, Nona, aku tak berniat membuangnya, hanya saja aku tak tau kalau Nona memberikannya lagi kepadaku, dan masalah uang itu, uang itu ada 50 juta Nona, kurang 150 lagi, apakah tak ada keringanan kan baru transfer tadi masak sudah naik saja bunganya?" protes Khaibar yang tak terima, tapi suaranya begitu lembut tak seperti di telepon tadi yang bisa membentak, saat bertemu Kimberly kenapa dia tak bisa membentaknya, malahan dia agak salah tingkah dan sedikit takut.
"50 juta? Apa-apaan itu! Aku ya punya uang segitu, bahkan kamu menggembel dan mencari rongsokan pun gak akan bisa mengembalikan uangnya, jadi sudah kesepakatan dari awal kalau kita menikah, lagian kamu sudah tanda tangan kontrak, apa kamu mau masuk penjara?" Khaibar menggeleng saat melihat jari jemari Kimberly terangkat menunjukkan angka 5, dia benar-benar terpojokkan, Kimberly memang benar-benar tak terkalahkan dalam omongannya tak bisa dibantah.
"Ta—tapi ibuku sudah meninggal Nona, dan semua itu gara-gara kamu, bukankah aku mengajakmu menikah tadi? Tapi kamu menolaknya dan membuat ibuku sedih akhirnya tak kuasa." Kali ini Khaibar sedikit berani dengan menyangkut pautkan ibunya, barangkali Kimberly sadar dan dia bisa terlepas dari cengkeramannya, tapi bukan Kimberly namanya kalau dia kalah dalam perdebatan.
Kimberly semakin menggenggam erat tangan kanan Khaibar seraya menunduk dan mengambil uang itu lalu menggenggamkan uangnya lagi ke tangan kiri Khaibar dengan gemas.
"Pegang uang ini! Kalau kamu buang aku akan melakukan di luar nalar manusia!" Khaibar akhirnya mengangguk. Nafasnya menghela semakin panjang, bingung harus bagaimana memberikan sikap terhadap Kimberly.
"Kamu bilang semua salahku? Bagaimana bisa hah! Bukankah ini takdir? Lantas bukankah aku bilang tadi sibuk? Dan bukankah surat perjanjian masih menunjukkan satu minggu lagi? Jadi semua itu bukan salahku! Tapi salahkan ibumu yang mendadak tiada, kenapa gak sabar menunggu satu minggu lagi saja!" Mendengar ucapan Kimberly hati Khaibar teriris semakin sakit. Genggaman tangan Kimberly langsung dilepaskan dengan cepat. Dengan tangan Khaibar yang melayang ke udara dan siap menampar Kimberly.
Plakk! Satu tamparan mendarat di pipi mulus Kimberly sebelah kanan. Setelah sadar akan menampar Kimberly tangan Khaibar bergetar hebat dan langsung mengepal dengan sendirinya. Khaibar menatap Kimberly dengan ketakutan, menyesal dengan apa yang diperbuatnya.
Kimberly marah, matanya sungguh memerah, dia rasanya ingin membalas Khaibar, tapi diurungannya. Kimberly tersenyum kecut dan mendapat ide agar Khaibar semakin ketakutan dan merasa bersalah terhadapnya.
Tiba-tiba Kimberly menunduk dan menangis sesenggukan. Dia langsung duduk terkulai lemah dengan sesekali melirik ke arah Khaibar. Dan benar-benar ampuh akting seorang Kimberly. Khaibar langsung duduk berjongkok dan tangannya mengulur ke arah Kimberly.
"Kamu kenapa? Apa aku menyakitimu? Apa sakit? Maafkan aku, aku tak sengaja, maafkan!" Dengan cepat Kimberly menepis tangan Khaibar dan menangis semakin kencang.
"Hiks, hiks, hiks, kalau kamu merasa bersalah, menikahlah denganku, atau kamu akan masuk penjara dan aku akan berteriak sekarang juga, agar semua mengira kamu menjahatiku!" ancam Kimberly dengan berbisik di telinga Khaibar dengan menahan tawa liciknya.
"Kamu? Hmmmm. Baiklah, kalau kamu mau kita menikah sekarang di depan jenazah ibuku, bagaimana?" usul Khaibar dengan senyuman yang juga sama liciknya.
'Bukankah ini keinginanmu? Jadi mau tak mau kamu harus patuh, kalau tidak kita tak jadi menikah, aku akan siap dengan konsekuensi yang ada, kalau perlu meminjam uang kepada siapapun akan aku lakukan.'