Waktu sudah berputar cepat. Hari berganti fajar. Terdengar adzan yang berkumandang menandakan sudah waktunya sholat shubuh. Khaibar yang samar-samar mendengar suara adzan. Matanya lalu mengerjap dan diucek dengan kedua tangannya. Ia sesekali menggeliat dan merenggangkan ototnya-ototnya. Melirik ke arah Kimberly yang sangat pulas. Masih memeluknya.
Khaibar lalu membangunkan Kimberly dengan cara menciumi seluruh wajahnya. "Sayang, Kimy, bangun dong ... kita sholat yuuuk, katanya kamu mencintaiku, harus ikut sholat dong menjadi makmumku, ayok cepat!" Kimberly masih tak bergeser sedikit pun. Malah ia mengeratkan pelukannya di tubuh Khaibar.
Khaibar pun langsung menggelitikinya hingga Kimberly matanya langsung terbuka sembari memonyongkan bibirnya. "Ihhh kamu ini, kenapa membangunkanku? Terus siapa Kimy? Apa wanita lain?" tuduh Kimberly yang otaknya masih belum fresh, sehingga omongannya sangat ngaco. Khaibar menggeleng dan menyentil kening Kimberly agar segera tersadar. Kimberly yang merasakan sakit akibat ulah Khaibar ia menggosok keningnya. Melepaskan pelukan itu dan membalas Khaibar dengan memukul bahunya.
"Sudah, ayo bangun! Salah sendiri kamu menuduhku yang tidak-tidak, Kimy ya kamu panggilan kesayangan, jadi apapun panggilanku untuk kamu, terserah aku jangan protes!" oceh Khaibar dan bangkit berdiri dari tidurnya. Khaibar mengulurkan tangannya ke arah Kimberly dan berusaha menarik Kimberly agar segera terbangun dari tidurnya.
"Ihhh aku masih mengantuk tahu? Benar-benar kamu ini menjengkelkan! Bukankah pagi masih lama? Ini baru jam setengah 5, Khai," protes Kimberly yang masih malas dan tak rela tidurnya berkurang.
Khaibar masih tetap saja memaksa. Dia menarik Kimberly semakin keras bahkan ia sampai menggendong Kimberly ke arah kamar mandi. Mereka pun akhirnya mandi bersama dan saling bergantian menggosoki badan dan tertawa karena melakukan candaan sesekali, sangat seru hingga heboh di dalam kamar mandi itu.
Sesekali Khaibar meraih kedua gunung kembar Kimberly dan meremasnya dengan gemas. Ia yang tak tahan akhirnya menyesap puncak gunung kembar itu dan sangat lama seperti bayi.
"Hmmm bayi besarku, sangat suka sekali menghisapnya, sekarang belum keluar asinya, nanti ya kalau anak ini sudah lahir pasti keluar dan kamu bisa mencicipi bagaimana rasa ASI biar puas, benar-benar nafsu sekali kamu kalau melihatku tak memakai baju," ucap Kimberly dengan penuh basa-basi. Menahan hasrat yang dipendamnya, ia benar-benar masih malas melakukan hubungan saat ini, mungkin itu bawaan dari bayinya jadi dia tak bergairah akibat kecapekan. Aslinya Kimberly suka saja dan juga nafsu dengan tubuh Khaibar yang menggiurkan itu, apalagi tatapan dan senyumannya yang terdapat lesung pipi dan membuatnya sangat manis itu, siapa wanita yang tak tergila-gila dengannya, hanya saja Kimberly rasanya capek sekali, seluruh badannya seperti dipukul-pukul oleh orang.
"Kenapa kamu hanya diam, Sayang? Kenapa tak ada desahan dan suara apapun? Apa kamu tak mau aku jamah? Apa kamu bosan?" tanya Khaibar yang sudah menghentikan menyesap kedua gunung kembar itu, karena tak ada respon dari Kimberly, jadi rasanya tak enak apabila dia berjuang sendiri.
"Bukan bosan, Sayang, hanya saja tubuhku terasa capek semua, enggak tahu kenapa seperti itu, mungkin bawaan anak ini." Kimberly mengelus-elus perutnya yang sudah sedikit kentara. Wajahnya terlihat masam dan sedikit memucat, mungkin memang benar dia kecapekan, jadi Khaibar langsung menghentikan aksinya. Ia menahan hasratnya dan memaklumi Kimberly.
Khaibar pun menyalakan shower dengan sangat kencang. Menekan air hangat hingga terasa agak panas. Ia seperti itu untuk menahan tongkat saktinya yang sedari tadi sudah tegang agar jinak kembali karena tak jadi masuk ke dalam goa. Kimberly yang tahu maksud Khaibar ia hanya menahan senyumnya dan berpura-pura tak tahu saja, biar seperti tak menyepelekan Khaibar.
"Ya sudah, ayo kita sholat saja! Jangan lupa berwudlu!" Khaibar sudah berwudlu terlebih dahulu, dibarengi dengan Kimberly yang juga ikut berwudlu. Sesekali Kimberly melirik ke arah Khaibar karena takut akan lupa dan salah dengan gerakannya, sudah lama sekali dia tak sholat, hampir belasan tahun, sholat hanya sesekali kalau dia ingin saja, maka-nya Khaibar ingin mencoba membuat Kimberly menjadi yang terbaik, tidak seperti masa lalu yang suram, jadi dia harus bisa menjadi imam yang baik.
Selesai wudlu dan handuk sudah terlilit menutup sampai pinggang masing-masing. Khaibar pun keluar dengan membarengi Kimberly. Mereka saling menjaga jarak karena takut tersentuh dan batal kembali
Mereka berganti baju terlebih dahulu di ruang ganti baju, setelah itu menunaikan sholat berjama'ah bersama. Sebelum sholat Khaibar mengajarkan gerakan kepada Kimberly serta doa-doanya. Kimberly mengangguk dan mengingatnya.
Sholat pun dimulai dengan sangat khusyuk dan terlihat imam dan makmum terindah di mata bagi yang melihatnya. Lama mereka melakukan sholat hingga hampir 30 menit rasanya, memang Khaibar sengaja melakukan itu dengan membaca surat yang panjang-panjang, kapan lagi momen seperti ini bersama Kimberly jadi dimanfaatkan olehnya. Momen bahagia dan terbaik karena baru pertama kali sholat berjama'ah.
Kimberly pun meraih tangan Khaibar saat sudah selesai melakukan sholatnya. Mencium punggung tangan Khaibar dengan cepat lalu meremas tangan itu karena kesal. Khaibar hanya tertawa. Ia tahu kalau Kimberly marah karena sholatnya menurutnya sangat lama, padahal hanya 2 rokaat tapi lamanya minta ampun, jadi wajar kalau Kimberly marah.
"Aaaaa haha ampun, Sayang, kamu harus yang ikhlas, kan mencari pahala hayooo, kamu senang kan sholat bersamaku, makanya mulai sekarang harus rajin sholat oke!" Kimberly mengangguk dengan malas oleh ucapan Khaibar, tapi ia juga tersenyum tipis disaat Khaibar tak menatapinya.
"Lain kali pakai surat juz satu saja! Baca semua hingga penuh, atau al-kahfi sekalian biar satu jam melakukan sholat," sindir Kimberly dan keduanya pun tertawa terbahak-bahak karena saling canda dan tak tidur lagi, menunggu pagi datang dengan saling berpelukan yang masih Kimberly memakai mukenanya.
Khaibar ingin sekali berolahraga, tapi melihat kondisi Kimberly yang tidak bergairah, ia pun mengurungkannya, takut terjadi apa-apa dengan istrinya, malah gawat nantinya. Khaibar pun mencari kegiatan dengan mengelus-elus perut Kimberly dengan lembut.
"Meskipun kamu bukan anak, Ayah, tapi Ayah pasti akan menyayangimu, Nak, sama halnya dengan ibumu," ujar Khaibar mengajak bicara anak yang dikandungan Kimberly. Kimberly hanya tersenyum. Tak perduli dengan panggilan yang dibuat Khaibar, mau memanggil siapa pun terserah yang penting bahagia dan saling mencintai.
"Kamu laki-laki apa perempuan? Penasaran Ayah dibuatnya, jangan lana-lama ya di dalam sana! Kalau kelamaan kasihan Ayah ini tidak leluasa berhubungan dengan Ibumu!" Mendengar ucapan Khaibar, Kimberly langsung mencubit gemas suaminya itu. Bisa-bisanya berbicara seperti itu dengan anak yang dikandungnya. Benar-benar ayah yang sangat terbuka dan tak tahu diri rasanya.
Khaibar yang geli karena dicubit terus oleh Kimberly dia langsung mengunci rapat tubuh Kimberly dan menarik dagunya. Mencium bibir merah Kimberly dan menyesapnya lama hingga saling membalas. Mereka menyudahi ciumannya saat melihat ke arah jam dinding.