Kelamaan berceloteh tak tahunya jam sudah menunjukkan pukul 6. Kedua pasangan suami istri itu bangkit dan membereskan alas untuk sholat tadi. Lalu menuju ke kamar mandi kembali dan mencuci mukanya agar terlihat fresh kembali.
"Apa kamu mau sarapan, Sayang?" tanya Kimberly dengan mengusap wajah Khaibar dengan handuk yang ia bawa. Mereka pun berjalan ke arah ruang ganti baju untuk memilih baju yang hendak dipakai.
Kimberly memilihkan baju untuk Khaibar yang cocok, ia menggeleng saat melihat baju Khaibar yang hanya ada beberapa di dalam lemari, hanya baju sederhana dan tak ada yang branded, tapi tetap saja Kimberly membantu dengan mengambil baju apa adanya terlebih dahulu, terpaksa seperti itu, karena waktu sudah sangat mepet. Tak sempat untuk berbelanja.
"Pakai baju ini saja dulu! Nanti akan aku belanjakan baju keren untukmu, masak suami seorang Kimberly yang terkaya bajunya tak branded dan sederhana seperti ini, enggak keren dong." Kimberly mengeluarkan jurus kesombongannya. Tapi Khaibar tak membalasnya, dia terus menjaga hati Kimberly saja agar tidak terluka.
"Iya deh apa katamu saja!" Aku makan di kantor saja! Aku belum laper, Kim," ucap Khaibar membalas pertanyaan Kimberly yang tadi, dia mengalihkan pembicaraan dengan tak membalas ucapan Kimberly yang membanggakan kesombongannya itu.
"Baiklah! Nanti aku akan bawakan bekal buatmu!" balas Kimberly yang sedang memakaikan dasi untuk Khaibar dengan sesekali tertawa karena dia hanya asal memakaikannya, dia memang tak bisa memasang dasi, jadi harap Khaibar memaklumi Kimberly yang memang sudah manja sejak kecil jadinya seperti itu.
"Apa ini? Apa ini dasi model terbaru?" Khaibar mencoba memuji Kimberly, tapi bagi Kimberly terdengar seperti ejekan yang luar biasa. Ia sadar kalau memang dia tak pernah memakaikan dasi kepada siapa pun, jadi sangat sedih ketika Khaibar berbicara seperti itu.
Wajahnya menunduk, terlihat kalau Kimberly sedang galau dan tak suka kalau dia tak bisa membenarkan dasi. Khaibar tersenyum. Ia menarik dagu Kimberly dan mencium bibir merah itu dengan sangat lama, lalu melepaskan pangutannya seraya memandang Kimberly dengan gemas. Tangannya terulur dan berganti mencubit pipinya dengan gemas. Kimberly berteriak kesakitan barulah Khaibar melepaskannya.
"Sakit tahu, Khai, kamu ini! Hmmm nanti kalau pipiku berubah gembul bagaimana? Menyebalkan!" keluh Kimberly yang sudah memegangi pipinya. Dia telah sigap dan takut kalau Khaibar mencubitnya kembali.
"Salah sendiri murung seperti itu, aku tak pernah mengejekmu, bahkan aku malah suka kamu mau belajar demi aku, ayo ke sini! Semakin mendekat! Akan aku ajari bagaimana cara memakaikan dasi." Kimberly mengangguk. Langkah kakinya digerakkan ke arah Khaibar dan matanya menatapi Khaibar yang berceloteh dan sibuk melilitkan dahi yang dipegangnya. Melilitnya sampai selesai. Kimberly hanya terus memandangi Khaibar. Dia yang terpukau dengan ketampanan suaminya. Wajahnya langsung semakin didekatkan dan bergantian dia yang mempunyai inisiatif mencium bibir Khaibar.
Khaibar tersenyum. Dia sebenarnya tak rela melepaskan pangutan yang diberikan oleh Kim. Tangannya sudah siap dan berubah bergerilya ke arah tubuh Kimberly. Namun, hanya sebentar dan ditarik kembali. Khaibar tidak mau melakukan itu dulu dan telat untuk masuk kantor, bisa-bisa gawat kalau baru masuk pertama, tapi telat. Papa Kendrick bisa murka dan akan menghapus kepercayaannya terhadapnya.
"Kim, hentikan Sayang, jangan memberiku pemanasan lagi! Bisa-bisa aku tak jadi ke kantor dan papa murka, apa kamu mau papa murka? Kimberly terkikik geli. Kepalanya dianggukkan dan tangannya sudah berubah mengelus-elus kemeja Khaibar agar semakin rapi. Ia memandangi Khaibar sekali lagi. Ternyata suaminya itu sangat tampan, dengan memakai kemeja berwarna navy, celana berwarna hitam, dengan jas berwarna hitam yang sudah membalut kemejanya, dasi pun senada dengan bajunya. Sehingga tampak sempurna.
"Sempurna, Khai, sudah tampan. Ayooo kita ke luar! Aku akan mengantarkanmu ke depan!" Khaibar mengangguk. Dia menenteng tas di tangannya. Sementara Kimberly hanya bergelayut manja ke arah Khaibar, tanpa malu-malu sedikit pun.
Kedua sejoli itu sangat membuat semua iri, bahkan menuruni tangga sekali pun mereka tetap saling merangkul. Membuat papa Kendrick dan mama Keysa yang ada di ruang makan melihatnya merasa sedikit jengkel. Bahkan terus menatapi anak dan menantunya itu, sembari mengunyah roti isi selai yang dipegangnya.
"Pagi, Pa, Ma," sapa Kimberly yang sudah mendekat ke arah papa mamanya. Kimberly bertepuk tangan berniat untuk memanggil bibik. Bibik yang mendengar tepukan Kimberly langsung berhamburan dan menundukkan kepalanya.
"Iya, Nona, bisa Bibik bantu?" tanya bik Khofi selaku ketua pembantu.
"Ambilkan kotak bekal di dapur dan masukkan roti segera! Cepat ya, Bik!" perintah Kimberly yang harus dilakukan dengan extra cepat. Khofi mengangguk dan berlari ke arah dapur. Ia terengah saat sampai di depan Kimberly lagi dan membantu Kimberly memasukkan roti dan mengoleskan selai ke roti itu.
"Mau kamu apakan roti itu, Nak?" tanya Keysa yang sedari tadi sibuk memperhatikan tingkah laku anaknya, sementara Kendrick hanya sibuk menikmati sarapannya, tak perduli dengan apa yang ada di depannya. Ia sangat tahu betul pasti bekal itu buat Khaibar. Jadi dia tak mau bertanya bahkan basa-basi lagi.
"Untuk Khaibar, Ma."
"Ya sudah ini kamu bawa, Sayang, agar tak kelaparan nanti." Kimberly menyodorkan ke arah Khaibar. Sekotak makanan kecil yang sudah ia tutup rapi. Khaibar tersenyum menerima kotak itu dan mengusap gemas pipi Kimberly.
Kepalanya pun didekatkan ke telinga Kimberly dan berbisik lembut. "Aku mencintaimu, tunggu aku ya sepulang kantor pasti akan memuaskanmu!" Mendengar itu Kimberly wajahnya bersemu merah. Ia mengangguk malu-malu.
Lalu berjalan mengikuti langkah Khaibar yang berpamitan kepada papa Kendrick dan mama Keysa. Mencium punggung tangan itu dan pergi setelah mengucapkan salam.
'Anak itu benar-benar rajin, sampai tak sarapan demi ke kantor, aku salut terhadapnya, aku akan memberikan dia kesempatan, semoga saja dia rajin seterusnya.' Batin Kendrick melirik ke arah Khaibar yang sudah berjalan ke arah luar. Dia pun lalu bangkit dan berpamitan kepada istrinya untuk berangkat ke kantor juga.
"Pa, apa Papa mau berangkat bersama Khaibar?" tanya Keysa setelah mencium punggung tangan suaminya.
"Enggak, biar dia mandiri, Papa mau berangkat sendiri, tunggu Khaibar berangkat dulu baru Papa akan pergi juga di belakangnya," balas Kendrick dengan merapikan dasi yang sudah terlilit di lehernya.
Khaibar dan Kimberly yang sudah berada di halaman rumah. Ia pun saling berciuman kembali tanda perpisahan karena akan ditinggal ke kantor. Membuat para pembantu geleng-geleng kepala melihat kemesraan mereka berdua di mana pun dan kapan pun pasti selalu mesra.
Khaibar pun akhirnya masuk ke dalam mobil yang sudah disiapkan oleh Kimberly. Dia memakai supir karena tidak bisa mengendarai mobil. Sewaktu diperjalanan dia tersenyum membayangkan kenakalan Kimberly. Terkikik geli rasanya dengan memutar bekal yang Kimberly berikan.
"Bekal? Roti? Apa kenyang? Biasanya aku selalu makan nasi, tak pernah seperti orang kaya makananku haha, ya sudah kalau nanti masih laper aku beli di kantin saja, jelas ada kantinnya di kantor," celoteh Khaibar sambil menatapi kotak bekal itu. Ia terkejut saat mobil itu mengerem mendadak dan hampir saja membuat kotak bekal terjatuh dari pegangannya.
"Pak, hati-hati dong! Ada apa memangnya?"
"Itu, Pak!"
Tok, tok, tok!