Wajah Kimberly nampak gusar mendengar kabar dari polisi bahwa koko tak berhasil ditangkap. Dia sangat syok dan mengusap wajahnya dengan kasar. Menatapi Khaibar dengan wajah yang ketakutan. Ponselnya langsung dimatikan dengan kasar dan dimasukkan ke dalam tasnya, karena kesal terhadap semua polisi yang tidak pecus dalam menangkap Koko.
"Kim, ada apa? Kenapa wajahmu terlihat sangat kesal dan sedikit memucat seperti itu? Apa itu polisi?" tanya Khaibar dengan menebaknya seraya mencoba bangkit dan bersandar di dinding ranjangnya. Kimberly tak menjawab pertanyaan Khaibar. Ia malah mendekat ke arah Khaibar, memeluk Khaibar dengan disertai tangisan ketakutan.
Khaibar sesekali meringis karena luka perbannya tersentuh kasar oleh pelukan Kimberly. Namun, itu tak dirasakannya karena merasa harus melindungi Kimberly, ia mengusap-usap punggung Kimberly berusaha menenangkan Kimberly.
"Tenang saja, Sayangku yang seperti gitar Spanyol haha, yang penting ada aku, bukankah aku rela mati untukmu ... kenapa kamu harus takut? Apa yang harus ditakutkan?" Mendengar itu Kimberly langsung mencubit pinggang Khaibar yang selalu konyol dengan ucapannya yang selalu tentang kematian saja, membuat Kimberly merinding rasanya membayangkan apabila hal itu terjadi.
Keduanya pun saling memperhatikan dan saling menyuapi makanan yang disediakan oleh pihak rumah sakit. Saat masih saling menyuapi, mereka terkejut hingga tersedak gara-gara papa Kendrick dan mama Keysa yang datang menghampiri, rasanya sungguh malu dan langsung saja menghentikan kegiatan suap menyuapi itu. Dengan garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal Khaibar pun memberanikan diri untuk menyapa kedua mertuanya.
"Ehhh Mama, Papa, apa kabar kalian? Maafkan Khaibar yang lalai dalam menjalankan tugas dan membiarkan Koko melarikan diri, kalian pasti sudah mendengar dari polisi kalau Koko belum juga ditangkap kan?" Kedua mertua Khaibar mengangguk bersamaan dengan menghela nafas panjangnya. Khaibar hanya menunduk takut dan melanjutkan ucapannya kembali dengan banyak penyesalan. "Sekali lagi Khaibar minta maaf, Pa, Ma."
Kendrick dan Keysa yang merasa iba dengan keadaan Khaibar yang diperban seperti itu dan itu demi melindungi putrinya. Keduanya pun semakin mendekat ke arah Khaibar. Mereka lalu memeluk Khaibar sebagai ucapan rasa terima kasih yang mendalam. Khaibar dan Kimberly hanya saling melirik dan tersentuh dengan apa yang dilakukan Kendrick dan Keysa saat ini.
"Khai, terima kasih kamu sudah menolong anakku, untuk ke depannya anggap saja kami seperti orang tuamu sendiri," ujar Keysa dengan tulus. Keduanya memang sudah bermusyawarah lama tadi di luar dengan bermacam adu argumen dan pertentangan perbedaan pendapat akhirnya bisa sinkron dan clear bersama. Jadi mungkin hanya Keysa yang berbicara dan juga sekaligus mewakili Kendrick. Mana mungkin papa Kendrick yang mengucapkan hal seperti itu, gengsi dong dia sebagai pengusaha terkenal dan terkaya sejagat raya ini.
Kimberly hanya melongo. Mulutnya menganga sangat lebar, merasa tidak percaya dengan apa yang dia lihat, dia berpikir berulang kali barangkali kedua orang tuanya salah makan obat, karena seumur hidupnya dia tak pernah melihat mama dan papanya melow seperti ini, apalagi sangat baik kepada seseorang, biasanya sangat acuh tak acuh dan tak gampang memandang seseorang, tapi Kimberly juga sangat senang, mungkin dengan begitu dia bisa leluasa mencintai Khaibar tanpa pertentangan dari papanya lagi, jadi tidak akan ada yang namanya malu-malu lagi, dan rencananya mungkin Kimberly akan mengumumkan keharmonisan keluarganya itu di depan dunia.
Merasa tak diperhatikan dan kering rasanya menganga. Kimberly langsung menutup bibirnya sendiri dengan tangannya. Membungkam cepat dan langsung ikut berpelukan bersama-sama. Hatinya sungguh damai, seperti tanpa beban, baru kali ini Kimberly merasakan seperti ini, biasanya keluarga ini sok sibuk sendiri-sendiri dan memang jarang kumpul seperti ini, karena dunia mereka benar-benar tak sehangat ketika ada Khaibar, hanya saja selalu saling menjaga keutuhan keluarga.
Lama mereka berpelukan hingga Khaibar memberontak karena lukanya tertekan oleh pelukan. Mereka langsung saling melepaskan dan tertawa dengan kata maaf.
"Haha maafkan, kita tidak sengaja, iya kan, Pa?" ucap Keysa bertanya kepada Kendrick untuk lebih meyakinkan.
"Ya, Ma, sudah kalau begitu ayo pulang! Papa sungguh banyak kerjaan, Mama mau di sini ikut bersamaa Kimberly atau ikut Papa pulang terserah," balas Kendrick yang sudah siap untuk pulang. Terlihat badannya sudah berbalik dan siap untuk melangkahkan kakinya keluar.
"Ehhh Mama ikut pulang saja! Enggak mau di sini, nanti mual melihat mereka berpacaran," balas Keysa dengan menyindir ke arah Kimberly dan Khaibar. Mereka hanya terkekeh membalas sindiran mamanya.
Akhirnya kedua orang tua Kimberly pulang dan kini tinggal kedua pasangan sejoli itu. Sesekali tangan Khaibar mengulur ke perut Kimberly dan ingin merasakan sedikit tendangan bayi, tapi nyatanya tak ada, membuat Khaibar mengernyit karena penasarannya sungguh menggebu.
"Kim, kamu tidak apa-apa kan? Kenapa tidak ada tendangan sedikit pun? Apa sakit?" Khaibar benar-benar khawatir kalau Kimberly kenapa-kenapa karena dia sedang hamil tapi banyak tingkah dan rasanya dia seperti tak pernah lemas bahkan manja sedikit pun kepadanya.
"Enggak, aku baik-baik saja, tenang saja aku orangnya sekuat baja, meskipun aku hamil aku orang yang sangat kuat, lagian kehamilanku juga masih muda mungkin sekitar 2 bulan, kalau hamil tua ya sudah berat dan entah bagaimana nasibku nanti," balas Kimberly yang sudah bersiap mengambil makanan kembali yang ada di atas meja dan menyuapi Khaibar lagi.
"Andai saja ada cara saling berbagi, biar aku saja yang membawakan anakmu, lalu kamu tidak kecapekan dan keberatan, setelah itu giliran kamu yang melahirkan." Khaibar mengucapkan itu dengan menahan tawanya. Kimberly hanya menggeleng dan memelototi Khaibar karena ucapannya terus menerus tidak masuk akal, tapi di dalam hati Kimberly sungguh menyukai gombalan-gombalan Khaibar yang polos tapi menggemaskan itu.
Khaibar lahap sekali menyantap makanan rumah sakit itu, bagi Khaibar dia harus segera keluar dari rumah sakit ini, karena dia sungguh tidak tahan dengan bau obat, makanya dia tidak mau menyia-nyiakan makanannya karena kesehatan lebih penting, lagian Khaibar yang juga sudah terbiasa hidup miskin dia juga tak mau makanannya mubazir.
Khaibar pun meraih minuman di atas meja dan meneguknya sampai habis. "Tangannya langsung meraih bahu Kimberly dan Bergelayut manja ke arahnya. Dia memelaskan wajahnya dan memang benar-benar ingin segera pulang dari rumah sakit.
"Kim, kita pulang ayok, aku sudah tidak tahan di sini, aku mau rawat jalan saja, nanti kamu yang merawatku juga pasti sembuh." Ide bagus itu muncul spontan dari bibir Khaibar. Kimberly berfikir dan menurutnya bagus juga ide itu. Dia pun mengangguk, menyetujui ide Khaibar itu.
"Baiklah, kita pulang saja! Nanti aku yang akan merawatmu dan menyuntikmu agar segera sembuh, aku mau ke ruangan dokter dahulu untuk meminta izin." Kimberly pun berdiri dan meninggalkan Khaibar yang masih sibuk mengunyah makanan di mulutnya yang tinggal sedikit, sedangkan piringnya sudah berada di atas meja karena makanan sudah tak tersisa.
"Hati-hati, Kiiiim! Jangan lama-lama aku menunggumu!" teriak Khaibar yang sudah tak didengar oleh Kimberly, karena Kimberly sudah tak terlihat lagi.
Lalu terdengar langkah kaki yang menderap dengan sangat keras, karena sepatunya bergesakan dengan lantai. Semakin lama suara itu semakin mendekat. Khaibar mengira itu adalah Kimberly hingga dia pun berceloteh dengan sangat senang.
"Apa boleh pulang, Kim? Cepat amat kamu kembali, aku—"