Khaibar langsung terdiam. Ternyata yang datang itu bukan Kimberly. Melainkan Koko dengan senyuman menyeringai. Dia membawa kapak di tangannya. Kapak yang sangat besar dan menyeramkan. Membuat Khaibar bulu kuduknya berdiri. Dia berusaha untuk bangkit dan menghindar dari Koko, tapi sudah terlambat. Karena Koko sudah ada di depannya.
"Ka—kamu? Kenapa kamu ada di sini? Apa kamu mau kalau polisi melihatmu dan menangkapmu? Cepat pergi! Atau aku menelepon polisi!" Khaibar berusaha untuk tenang, tapi tubuhnya tidak bisa diajak kompromi. Malah tubuh itu bergetar hebat dan keringat di dahinya bercucuran. Itu terlihat sangat kentara di mata Koko, sehingga Koko yang merasa menang dia pun tertawa terbahak-bahak.
Gagang kapak pun dipukulkan ke tepian ranjang Khaibar dengan sangat keras. Tepian ranjang serta ranjangnya menjadi sedikit rusak dan berantakan. Khaibar hanya bisa tercengang dan memegangi dadanya karena rasa kagetnya. Dia memundurkan badannya sedikit agar tak terkena kapak.
'Ihhh seram sekali kapak itu, apa itu kapak wiro sableng? Dengan sekali tebasan pasti kepalaku akan putus terpisah dari tubuhku, aku harus bagaimana ini, pikir Khaibar, pikiiiir! Semoga Kimberly segera kembali, aku sungguh takut hingga rasanya ingin kencing di celana, baru kali ini melihat kapak sebesar itu, aku tidak mau mati sia-sia di tangannya.' Batin Khaibar. Ia terus memundurkan dirinya, tapi rasanya sangat sulit karena ketegangan dan kepanikan yang luar biasa membuat Khaibar tak bisa bergerak dengan bebas.
"Khaibar, Khaibar, kamu mau ke mana? Lihat kapakku ini? Sangat berkilau bukan? Hanya sekali tebasan dan pasti kamu langsung musnah, darahmu akan aku jadikan pesta buat minuman buaya, dagingmu akan aku cincang dan aku berikan ke singa! Hahaha," ucap Koko dengan sangat ganas. Khaibar semakin merinding. Dia hanya meringis seraya memegangi bahunya yang masih diperban.
Khaibar menoleh ke sana ke mari. Menurutnya ke mana semua orang, kenapa rumah sakit sangat sepi seperti kuburan. Sehingga tidak ada yang membantunya sedikit pun. Dalam hati Khaibar terus memanggil nama Kimberly sembari mulutnya komat-kamit memanjatkan doa yang terbaik dan bisa terhindar dari Koko.
Koko yang sudah tak sabar lagi, kapaknya diayunkan dan siap untuk menebas ke arah Khaibar. Khaibar hanya berteriak dan menutup matanya dengan kedua tangannya dengan keringat yang sungguh membanjiri seluruh tubuhnya.
"Aaaaaaaaa tidaaaak, kamu benar-benar gila Kokooooo, jangaaaaan, kalau aku mati aku akan gentayangan dan menghantuimu, tunggu dan lihat saja!" celoteh Khaibar dengan mengancam berbagai macam cara agar memperlambat aksi Koko, barangkali Kimberly segera datang. Koko yang ternyata belum berniat untuk membunuh Khaibar tapi hanya menakut-nakutinya saja dia hanya tertawa dengan gigi yang digemerutukkan.
"Haha Khaibar, kamu benar-benar payah, kamu ketakutan sekali haha. Kini sekarang aku bersungguh-sungguh, tak seperti tadi yang hanya bermain-main, bersiap-siaplah Khaibar, satu ... dua ... ti—" Belum selesai Koko meneruskan hitungannya seseorang berteriak menghentikan rencana Koko itu. Dia berteriak dengan sangat keras hingga menggema ke seluruh ruangan. Sampai-sampai semua datang mengerumuni mereka. Koko pun terpojokkan dengan kebingungan, berusaha untuk mencari celah agar bisa kabur, tapi ternyata tidak ada celah sedikit pun dan membuat orang itu tertawa.
"Haha mau lari ke mana kamu? Beraninya kamu masuk ke kandang macan betina, rasakan sekarang kamu tertangkap, cepat tangkap diaaaaa," teriaknya yang ternyata dia adalah Kimberly. Polisi pun menangkap Koko dan memborgolnya. Membawa kapak yang Koko bawa tadi dan tersenyum saat menatap Kimberly. Kimberly pun berbisik kepada Koko sebelum dia pergi.
"Kamu mau main-main denganku, Koko? Apa kamu tidak tahu berhadapan dengan siapa? Kimberly yang sekarang tak sama dengan Kimberly yang dulu, polos dan sangat bodoh, jadi bermimpilah kamu kalau ingin mendapatkanku dan mempermainkanku lagi, dan jangan sekali-sekali kamu menyentuh Khaibar sehelai rambut pun, atau aku akan mematahkan jari-jemarimu! Camkan itu!" Setelah puas berbisik kepada Koko. Koko hanya menggeram lalu berteriak dengan keras.
"Kiiiiiim kamu benar-benar brengsek! Kurang ajar! Sialan kau! Tunggu dan lihat saja! Setelah aku keluar aku akan membuat perhitungan dengan kaliaaaan awas saja!"
Kimberly tak perduli, dia tak melirik sedikitpun ke arah Koko. Dia hanya mengibaskan tangannya agar polisi segera membawa Koko dan menghukum seberat-beratnya.
"Bawa setan itu, Pak! Jangan ampuni diaaaa! Hukum seberat-beratnyaaaa! Kalau perlu seumur hidup, kalau sampai aku dengar dia berhasil lolos aku akan menuntut semua polisi yang ada di kota ini! Jangan lupakan ituuuu!" pak polisi yang berjalan pelan dan mendengar ucapan Kimberly. Mereka merinding hingga bulu kuduknya berdiri. Mereka menelan saliva dengan sudah payah karena ancaman Kimberly memang ganas dan sepertinya tidak main-main.
Mereka semua mengangguk dan pergi dengan cepat. Kimberly yang melirik ke arah semua orang yang masih berkerumunan dan ramai. Matanya dipelototkan sehingga mereka hanya mendengus ke arah Kimberly dengan agak takut dan pergi ke tempatnya masing-masing.
Kaki jenjang Kimberly pun digerakkan ke arah Khaibar yang sedari tadi hanya mematung karena terlalu syok gara-gara Koko. Kimberly pun langsung memeluk Khaibar dengan sangat erat dan memenangkannya. Khaibar yang tersadar kalau itu adalah Kimberly dia pun membalas pelukan Kimberly.
"Huh, astagaaa aku sungguh takut sekali tahu, Kim, kapaknya benar-benar menyeramkan, aku baru lihat kapak sebesar itu, kamu tahu biasanya aku melihatnya hanya di televisi saja, yang milik wiro sableng itu, woah ternyata ada ya di dunia fana ini," ucap Khaibar yang membuat Kimberly tertawa terbahak-bahak hingga telihat deretan gigi putihnya.
"Jangan bodoh, wiro sableng apa! Memang ada dong pabrik benda tajam, kamu saja yang terlalu desa dan kurang berinteraksi, tapi masak kamu sedesa itu, bukankah kamu pernah bekerja? Misal di perusahaan? Apa kamu sebodoh ini? Bahkan orang yang lahir dari goa sekali pun gak sebodoh kamu rasanya, benar-benar haha."
Khaibar ikut tertawa, dia bahkan tak perduli dengan cemohan Kimberly. Bagi Khaibar kalau Kimberly tidak memakinya sedikitpun rasanya hambar, mungkin sudah bumbu cintanya seperti itu, saling mengolok-olok dan menjadikan itu semua seru.
"Terima kasih, kamu telah menolongku, kita impas ya berarti, saling melindungi, aku semakin memyayangimu," ujar Khaibar yang melepaskan pelukannya dan menatap Kimberly.
Dia pun bertanya kembali. "Ehhh tapi bagaimana bisa kamu datang dengan membawa polisi? Bukankah kamu mau bertemu dokter tadi? Tapi kok begitu, bagaimana bisa?"
Flashback on.
Kimberly berhadapan dengan dokter. Hatinya sungguh tak tenang. Namun, dia sangat lega karena dokter mengizinkan boleh membawa Khaibar pulang. Dia pun menjabat tangan dokter dengan senyuman yang sangat tulus.
"Terima kasih, Dok, kalau begitu saya permisi dulu!" Dokter mengangguk lalu memberi pesan kembali.
"Baiklah, jangan lupa mengambil obat dari resep yang aku tulis tadi." Kimberly yang sudah mengerti dia pun pergi untuk menemui Khaibar kembali.
Sewaktu diperjalanan dia pun melihat polisi yang mondar-mandir dan menghampiri mereka. "Pak, kenapa? Apa ada sesuatu? Kenapa seperti kalian kehilangan sesuatu?" tanya Kimberly dengan serius.
"Kami melihat Koko sepertinya ke arah sini, jadi kita menjaga kawasan ini, Mbak Kimberly harus waspada. Kimberly yang teringat oleh Khaibar dia pun menepuk jidatnya.
"Astagaaaa suami saya di dalam ruangan Pak, sendirian, ayo ikut saya! Barangkali dia di dalam sana, membahayakan!" Para polisi mengangguk dan mengikuti Kimberly.
Flashback off.
"Jadi begitu ceritanya," ucap Kimberly yang sudah menjelaskan semua ceritanya di atas. Khaibar hanya mengangguk dan mengajak Khaibar untuk pulang ke rumah.