Dia melihat gadis di depannya mengenakan gaun pink lembut, rambut hitam panjang, kulitnya tampak putih seperti salju, terutama matanya, lebih terang dari bintang di atas kepalanya, seolah-olah dia baru saja menangis, dengan pancaran air yang tersisa. Ini bahkan lebih menyentuh hati ... Kalau bunga sekolah Emma itu tampak indah, maka gadis di depannya adalah peri yang turun ke bumi.
Reynald merasa jantungnya terpukul keras oleh sesuatu, dan suara mendengung bergema di benaknya untuk waktu yang lama, membuat dirinya tak bisa bergerak.
Hani sudah terbiasa dengan ekspresi terkejut seperti ini, tapi secara bertahap dia menyadari ada sesuatu yang salah.
Reynald memang terlihat sangat terkejut pada awalnya, tapi lambat laun wajahnya menjadi lebih merah dan aneh, dan matanya menjadi semakin aneh. Akhirnya, dia melepaskan tangannya seolah-olah terkena sengatan listrik. Reaksinya tampak malu-malu dan gugup. Dia menatapnya dengan bingung, "Kamu ... apa kamu Hani?"
Hani mengangkat alisnya sedikit dan menyentuh wajahnya tanpa sadar, baru kemudian dia ingat bahwa dia langsung keluar dari rumah tua itu. Ya, dia berpakaian normal, dan tidak ada riasan.
Benar saja, tanpa riasan seperti ini pasti akan membuat teman sekelasnya tercengang.
Dia menyadarinya sekarang, dan dia tidak bisa menyangkalnya. Dia hanya bisa tersenyum dan berkata, "Aku tidak memakai riasanku hari ini, kalau aku membuatmu takut, maaf."
Setelah mengatakan itu, dia berbalik dan melangkah pergi.
Hani melangkah menjauh sampai tak terlihat lagi, dan Reynald masih berdiri di tempatnya seolah-olah sedang bermimpi.
Ap ... apa yang terjadi barusan?!
Gadis yang lebih cantik dari Emma... Apa itu benar-benar Hani yang jelek itu?
Bagaimana mungkin …???
Reynald kembali ke asrama dengan langkah kaki yang ringan dan suasana hati yang sangat berbeda.
Melihat Reynald, ketiga anak laki-laki lainnya di asrama langsung menyapanya.
Salah satu diantara mereka dengan sopan menyerahkan sebatang rokok yang sangat dihargainya, "Kak Rey, kamu sudah kembali!"
Melihat Reynald berjalan langsung ke tempat tidurnya dan duduk tanpa menjawabnya sama sekali, pemuda itu tertegun, "Uh, kak Rey, ada apa denganmu? Apa kamu baik-baik saja?"
Anak laki-laki yang menempati ranjang atas Reynald tampak khawatir ketika dia melihat kondisi Reynald yang seperti ini. "Kak Rey, jangan menakuti kami! "
Anak laki-laki yang duduk di seberangnya sedang telanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek. Dia berseru, "Budi busuk itu tidak manusiawi! Bukankah kita hanya menyiramnya dengan air? Kenapa dia menyiksa orang seperti ini? Lihatlah bagaimana kita bisa menyembuhkan kondisi kak Rey kita!"
"Semuanya gara-gara Hani! Monster jelek itu jelas penyebabnya! Kak, jangan diam saja, besok kita akan membuat gadis sialan itu membayarnya! Jangan biarkan Emma marah padamu!" Mereka bertiga berusaha menghiburnya melawan ketidakadilan, tapi lambat laun mereka merasa ada yang tidak beres. Ekspresi Reynald tampak bodoh dan aneh. Wajahnya memerah, dari mulai telinganya hingga lehernya, dan dia terus bergumam pada dirinya sendiri "Mustahil", "Bagaimana mungkin dia bisa begitu cantik", "Peri" ...
Ketiganya hanya bisa saling pandang. Keadaan Reynald saat ini, kenapa dia tidak terlihat seperti baru saja dilecehkan oleh Pak Budi. Dia seperti... seorang anak laki-laki yang sedang jatuh cinta... Pada saat ini , Reynald tidak mendengar ucapan beberapa teman sekamarnya, dia juga tidak memperhatikan bagaimana mereka menatapnya dengan sedikit aneh. Sepertinya ekspresi wajahnya membuat mereka semua terkejut.
Dia masih dalam keadaan linglung, dan tiba-tiba saja dia merasakan sesuatu di telapak tanganku.
Perlahan dia membukanya telapak tangannya dan melihat itu adalah bunga rajutan merah muda kecil, yang sepertinya baru saja lepas dari pakaian Hani.
Melihat bunga kecil itu, Reynald tiba-tiba tersadar.
Dia tidak bermimpi?
Itu benar, gadis itu benar-benar Hani!
Wajah asli Hani setelah menghapus riasannya bukan hanya tidak jelek, tapi sebaliknya, dia begitu cantik?
Ini tidak masuk akal!!!
**
Hani langsung kembali ke asrama, dan tidak terlalu mengingat insiden di tepi danau. Ujian masuk perguruan tinggi akan diadakan dalam beberapa bulan, dan dia tidak akan tinggal lama di sekolah ini. Tidak perlu membuang waktu untuk hal-hal sepele yang tidak penting.
Keesokan paginya.
Hani menggunakan penampilannya yang berlebihan dan datang ke kelas seperti biasa.
Begitu dia memasuki ruang kelas yang bising, kelas segera menjadi tenang. Semua siswa di kelas menatapnya dengan ekspresi penuh harap.
Hani sedikit tidak berdaya, orang-orang ini berperilaku sangat jelas, apa mereka pikir dia bodoh?
Nah, dengan IQ sebelumnya, dia khawatir kalau dia mungkin tidak bisa melihat perilaku mereka yang sangat jelas ini.
Hani berpura-pura tidak melihat mereka, dan berjalan langsung ke bangkunya.
Nuri melirik, dan dia menemukan bahwa kursinya tidak benar, dengan lapisan tebal lem transparan yang terlapis diatasnya. Kalau dia tidak melihatnya dengan cermat, dia pasti duduk di atasnya.
Lem super jenis ini akan langsung menempel begitu dia duduk di atasnya, kecuali kalau dia langsung melepas celana atau roknya untuk menghilangkannya.
Meskipun tidak menyebabkan banyak kerugian yang berarti, itu akan membuatnya kehilangan muka di depan semua teman sekelasnya.
Hani melirik ke arah Dimas, yang sedang tidur di meja sebelah seperti biasa, dan diam-diam menghela nafas. Dia hendak mengulurkan tangan untuk menarik kursi, dan tiba-tiba seseorang bergegas keluar dari arah diagonal. Dia mundur ke belakang, lalu orang itu dengan cepat menarik kursinya.
Kursinya diseret ke depan, sinar matahari menembus pintu dan masuk ke dalam ruang kelas, dan semua orang dapat melihat dengan jelas bahwa kursi itu dilapisi dengan lapisan tebal lem transparan.
Dimas yang sedang tidur terbangun oleh suara yang keras itu, dia melirik ke arah Hani dan Reynald di depannya dengan tidak sabar, lalu jatuh dari kursi dan sedikit mengernyit.
Hani tidak memperhatikan reaksi Dimas, tapi dia memandang Reynald yang tiba-tiba muncul dengan alis yang sedikit terangkat.
Apa maksudnya melakukan ini?
Reynald ditatap oleh mata gelap itu, dan ekspresi wajahnya tiba-tiba menjadi sangat kaku. Tanpa kata, dia menyeret kursi Hani ke bangkunya, dan kemudian membawakan kursinya sendiri ke Hani.
Itu belum berakhir, di bawah tatapan tercengang semua teman sekelas, Reynald mengulurkan tangannya lagi dan mengeluarkan bangkai tikus mati dari laci Hani.
Setelah melihat bangkai tikus itu, beberapa gadis di kelas berteriak dengan jijik.
Reynald membuang tikus mati itu tanpa ekspresi, lalu menggunakan lampu ponselnya untuk menerangi laci dan memastikan tidak ada apa-apa di dalamnya.
Kemudian dia berbicara pada Hani dengan tenang, "Duduklah." Dia tidak berani menatap mata Hani. Dia kembali ke bangkunya, melepas jaketnya untuk menutupi lem di kursinya dan kemudian duduk.
Hani sama sekali tidak bisa berkata apa-apa saat melihat itu semua.
Tidak hanya Hani, seluruh kelas juga diam, dan semua orang tampak bingung dengan tingkah laku Reynald.
Ini kesialan di pagi hari!
Ini ... apa artinya ini?
Kenapa Reynald membantu Hani?
Salah satu orang yang paling bingung adalah Emma. Wajahnya yang halus dan cantik menatap Reynald dengan marah. Dia sama sekali tidak bisa mempercayainya.
"Kak Rey, apa yang terajdi? Bukankah kamu bilang kalau kamu akan memberi pelajaran pada gadis jelek itu hari ini?" Salah satu teman sekamar Reynald berbisik dan agak bingung.
Reynald tampak sedikit tidak sabaran, "Diam! Aku akan melakukan sesuatu, apa aku perlu menjelaskannya padamu?"
"Uh…" teman sebangkunya itu terdiam.