Chapter 3 - Bagian 3

James Hall menatap tanpa minat pada pemandangan di luar kereta kuda. Pikirannya melayang jauh. Ucapan ibunya pada Hall di ranjang sakit beliau mengiang bagaikan lonceng.

"Nikahilah seorang gadis bangsawan . . . anakku tersayang, kabulkanlah impian ibumu yang malang ini"

Ia telah bertekad menwujudkan impian ibunya yang menginginkan James memasuki kalangan atas melalui pernikahan dengan gadis bangsawan. Demi menwujudkan permintaan terakhir almarhum, selama tiga bulan James terus mencari tahu segala informasi para bangsawan dan akhirnya menemukan target yang bagus.

Keluarga Baron Cunningham, menurut data yang dikumpulkan sekretarisnya, keluarga itu kini hampir jatuh miskin. Beberapa investasi Baron Cunningham berujung kerugian, dan ia juga memiliki seorang putri yang hampir bisa dikategorikan sebagai perawan tua. Semuanya sempurna untuk James. Target yang mudah ia dapatkan. James dapat dengan mudah membayar semua utang sang Baron dengan kesepakatan menikahi putrinya. Kesepakatan yang tak dapat ditolak sang Baron bukan? James tersenyum kecil.

Namun segerat James menjadi tidak yakin, detik setelah pertemuannya dengan sang lady di ruang tamu setelah sapaan panjang lebar Baron Cunningham di depan kediaman. Perspektifnya hampir goyah. Err . . . mungkin sekitar delapan puluh persen mudah membuat miss Cunnignham tergila-gila pada dirinya, jika James mengeseksekusi ketertarikannya pada pelayan pendamping Miss Cunningham yang telah menunggu keduanya di ruang tamu.

Perawakan miss Cunningham cukup menawan. Etika kesopanannya tak terbantahkan, perempuan itu juga agung. Tapi entah kenapa James tidak tertarik sama sekali pada perawan tua ini. tatapannya selalu dengan otomatis mencuri pandang pada pelayan pendamping yang berdiri di meja sudut ruangan dengan sejumlah kue-kue. Wanita berbusana hitam putih itu tengah menata kue-kue pendamping teh mereka. Rambutnya yang sewarna mahoni berkualitas tinggi berkilauan indah dalam siraman cahaya siang dari jendela dibelakang sang gadis pelayan. Titisan dewi Yunani. Begitulah yang terlintas dalam benak James tanpa bisa terkontrol.

Bahkan saat dirinya duduk berkenalan lebih jauh dengan miss Cunningham sekalipun otak warasnya berubah tak waras berbisik agar selalu melirik dan mengagumi keindahan sang pelayan yang telah selesai meletakan susunan kuenya di meja ruang tamu tempat ia dan miss Cunningham duduk berhadapan dan kini berdiri di sudut. Ia yakin setelah pertemuan ini, James harus segera menemui dokter pribadinya. Demi Tuhan! James bersumpah baru kali ini otaknya segila ini setelah menemuni gadis pelayan itu. Astaga sepertinya dirinya sudah menuju ketidak warasan. James sampai-sampai harus terus menerus mengingatkan dirinya untuk fokus mendengarkan percakapan miss Cunningham serta tekadnya menwujudkan impian almarhum ibunya.

Astaga! Sepertinya James sudah berada di ambang jurang ketidak warasan. Bisa-bisanya ia tertarik begitu mendalam pada seorang gadis pelayan yang bahkan tidak melakukan serangkaian pose menggoda selayaknya para wanita dalam pesta yang pernah ia temui. Perempuan itu hanya berdiri diam selayaknya vas bunga besar tanpa sekalipun pernah menatapnya, yang mana makin mmebuat James menginginkan gadis itu. ia ingin perempuan itu menatapnya sekalipun hanya berupa lirikan. Tapi tak ada yang terjadi, wanita itu hanya diam menatap lantai seolah lantainitu lebih bagus daripada percakapan keduanya.

James menyesap tehnya seraya berusaha mengenyahkan sosol elok tersebut dari benaknya. Ia tersenyum pada miss Cunningham semenawan mungkin yang tengah memasukan macaroon ke mulutnya sambil menutupinya degan kipas.

"Hari ini sungguh hari yang cerah. Apa miss berkenan berpergian ke Hyde Park denganku?" tanyanya sopan.

Si gadis membelalakan bola matanya, begitu juga pada sang pelayannya. Miss Cunningham berbalik menatap pelayan tersebut. Si pelayan malah berjalan ke arah belakang James mengambil ketel, dan entah melakukan apa lagi di balik tubuh James. Miss Cunningham pun tersenyum pada akhirnya.

"Dengan senang hati, sir. Kapankah anda bermaksud ke sana?"

"sekarang? Atau aku akan menunggu beberapa saat jika miss Cunningham bermaksud berbenah sedikit," jawab James hangat.

Miss Cunningham memberinya senyuman berterima kasih. perempuan itu beranjak, "Miss Jo,- maksudku miss Eireen, tetaplah disini melayani mr. Hall, aku akan meminta Lisa membantuku."

Melayani dirinya? Kedengaran menggiurkan. James ingin gadis itu duduk dipangkuannya, melayani rasa laparnya akan rasa bibir pelayan yang disebut Eireen itu atau melayaninya secara . . . Sialan! Tiada boleh kata terkutuk itu disebut lagi! James berdehem kecil. Tangannya melayang mengambil cangkir di atas meja marmer. Ia menyesap tapi ternyata kosong isi cangkir tersebut. James menyesap cangkir ditangannya, baru ia sadar cangkirnya tekah kosong entah kapan. Apa perlu ia meminta pelayan bernama Eireen itu mengisinya lagi? James sedikit bimbang. Dirinya khawatir tak sanggup menahan diri jika wanita itu mendekatinya.

"Apa ada yang bisa aku bantu, sir?"

Tepat saat itu suara merdu bak Siren berputar berulang-ulang dalam benak James. Sedikit lagi dirinya pasti menggila memohon dilutut wanita itu untuk mendengar suaranya lagi. jika gadis itu adalah sebuah produk, mungkin akan dirinya gambarkan sebagai barang sempurna, baik dari segi estetika maupun kegunaannya. James heran, kenapa Lady Cunningham mengizinkan wanita tipikal cantik seperti ini berkerja untuk keluarganya, apa perempuan itu tidak takut Baron Cunningham akan terpikat pada jelita ini.

Langkah kaki terdengar, bersamaan dengan aroma harum sabun mawar yang mungkin pemberian majikan gadis itu. mata besar sewarna coklat manis tersebut menatapnya langsung, dari mata ke mata.

"Sir?" panggil perempuan itu bernada bingung.

Tangan James gatal sekali ingin menyentuh wajah bak porselen pelayan itu. Akal sehatnya dengan sigap bertarung mengurungkan niat gilanya. James menelan ludah, memaksakan senyuman.

"Boleh kau tuangkan lagi secangkir teh untukku selagi menunggu miss Cunningham?"

Eireen menangguk. Ia berbalik memungguni James. lelaki itu memutar tubuh demi menyaksikan perempuan itu mengambil ketel dari bara api. Sosok pinggang rampingnya bergerak indah bagai karya yang membuat James ingin merangkul pinggang ramping tersebut dan melindunginya dari badai agar tidak terbang ke khayangan.

Akal sehatnya kembali mengingatkan James supaya tidak mempermalukan diri dengan merayu pelayan itu, mungkin lebih parah lagi miss Cunningham itu akan masuk dan hancurlah reputasinya sekaligus wasiat ibunya.

Eireen mendekat dengan poci teh. Wajahnya menyunggingkan senyuman seorag pelayan profesional. Tetiba kaki perempuan itu tersandung karpet lantai. Tubuh kecilnya melayang ke arah James.

To be Continue . . .